DELEGASI.COM, WULANGGITANG – Pemerintah Kabupaten Flores Timur mendukung penyelasaian masalah antara Masyarakat Adat Tabana Desa Waiula dan Warga bersama Pemerintah Desa Pantai Oa Kecamatan Wulanggitang hingga tuntas.
BACA JUGA :
Raih Generasi Unggul, Sinode GSKI Donasikan Rp105 Juta ke SMA Swasta Ile Bura
Kades Pululera : Terima Kasih Perindo Atas Bantuan Obat Bagi Warga
Masalah itu berawal konflik hutan adat di Bukit Bolan dan Mata Air Ongan Bele, dalam proyek air bersih bawah tanah ke Pantai Oa, yang berjalan hampir empat bulan, sejak pecah konflik perdana tanggal 4 November 2023.
Masalah itu kini memasuki babak baru, dengan digelarnya Musyawarah Adat, Kamis, 23/02/2023, di Balai Dusun Tabana.
Agenda tuntutan adat ini dihadiri dan disaksikan Asisten I Setda Flotim, Drs. Abdul Razak Jakra,M.Si, bersama Kadis Lingkungan Hidup, Polus Demoor, Kadis BPMD, Alfi Kaha,M.Si, Kabag Hukum Yordan Daton,S.H.M.Hum, Kabag Pemerintahan, Gabriel Tukan, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Edi Lamanepa, Camat Wulanggitang, Fredy Moat Aeng, Kapolsek Wulanggitang I Nyoman Karwadi,S.H dan Danramil Wulanggitang, dan juga Pastor Paroki Watobuku.
Meski molor hampir 5 jam, karena keterlambatan pihak Pemda Flotim, kegiatan baru bisa dimulai pukul 14.45 WITA.
Warga memenuhi Balai Dusun Tabana tersebut.Dalam kesempatan ini, banyak wejangan dan nasihat baik yang meneguhkan kedua belah pihak disampaikan Asisten I Setda Flotim, Abdul Razak Jakra.
Ia meminta kedua belah pihak bicara dari hati ke hati, dan bisa selesaikan konflik adat dengan tata cara budaya setempat.
“Iyah, Saya minta agar musyawarah adat ini secepatnya dituntaskan secara kakak-adik.
Apapun yang diharapkan Masyarakat Adat Tabana, dibicarakan baik-baik,”ujarnya, saat usai Musyawarah kepada Delegasi.Com.
Ia bahkan meminta agar sekian banyak point tuntutan adat, bisa dipertimbangkan matang sebelum dieksekusi.
Misalnya, soal ganti rugi sejumlah uang hingga ratusan juta rupiah ke warga bersama Pemdes Pantai Oa.
Juga Satker Pelaksana proyek air bersih ke Pantai Oa, yang dibiayai APBN TA 2022, tersebut.
Sedangkan, Koordinator MAT Desa Waiula, Antonius Dopi Liwu,S.H menyatakan, sekian banyak tuntutan adat adalah kewajiban Pemdes dan warga Pantai Oa.
“Sehingga Kami perlu nyatakan, tuntutan yang telah dibacakan wajib dijawab.
Dan, Kami secepatnya akan bertemu untuk tuntaskan,”tegasnya, semangat.
Sanksi Adat yang dibacakan tersebut antara lainnya, denda ganti rugi bagi 40 orang Warga Pantai Oa, yang mengklaim hak milik atas kawasan mata air Ongan Bele dan Bukit Bolan sebesar Rp 10 juta per KK.
Kemudian dari Satker Pelaksana proyek, senilai Rp20 juta, serta Rp100 juta bagi Pemdes dan masyarakat Pantai Oa,”tutur Anton Liwu.
Ia juga mendesak Dinas Lingkungan Hidup mengalokasikan dana reboisasi hutan Rp250 juta/tahun, diserahkan ke Masyarakat Adat Tabana.
Selain itu, masih ada lagi tuntutan/harapan yang belum disampaikan secara lengkap.
Kades Waiula Siprianus Aran, usai Musyawarah Adat tersebut nyatakan, siap bertemu Kades Pantai Oa, untuk selesaikan urusan adat ini.
Pantauan Media, suasana ramai sudah tersajikan sebelum musyawarah berjalan.
Warga sempat tak puas dengan hasil musyawarah sehingga lakukan protes dan ancaman kepada Kades Waiula, namun bisa diredam, hingga tak ada bentrok fisik.
Kegiatan selesai sekitar pukul 17.00 WITA.
//delegasi (Delegasi.Com/WAR)