Jakarta, Delegasi.com — “Maka dengan tidak mengurangi ketentuan hukum yang ada, pemanggilan terhadap Setya Novanto dalam jabatan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI dapat dipenuhi syarat persetujuan tertulis dari Presiden RI terlebih dahulu sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku termasuk penyidik KPK.”
Kalimat tersebut tertulis dalam surat Sekretariat Jenderal DPR yang dikirim ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Novanto sedianya dijadwalkan untuk diperiksa pada Senin (6/11/2017) sebagai saksi tersangka korupsi pengadaan e-KTP Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Demikian diberitakan kompas.com, Rabu (8/11/2017)
Dalam surat yang sama diuraikan Pasal 245 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang mengatur, “Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan”.
Ditegaskan pula, berdasarkan Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015, wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu.
Selain menjadi perdebatan hukum, alasan itu juga banyak dikritik lantaran hanya Novanto anggota DPR yang menggunakan alasan tersebut untuk mangkir pada pemeriksaan, khususnya terkait kasus e-KTP.
Beberapa anggota Dewan pernah tak menghadiri panggilan pemeriksaan. Beberapa di antaranya menyampaikan sejumlah alasan, misalnya sakit. Ada pula anggota yang tak memenuhi panggilan tanpa alasan, tetapi hadir pada pemanggilan berikutnya.
Namun, di antara mereka tak ada yang beralasan sama seperti Novanto, yakni meminta KPK mendapatkan izin kepada Presiden terlebih dahulu.
Ketua Pansus Hak Angket KPK sekaligus mantan anggota Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa, misalnya, yang juga beberapa kali dipanggil KPK terkait kasus e-KTP.
Ia pernah tak menghadiri panggilan KPK karena Pansus KPK tengah berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Namun, saat itu Agun berkirim surat kepada KPK untuk menyampaikan alasan ketidakhadirannya dan meminta penjadwalan ulang. Ia kemudian datang pada panggilan berikutnya.
Adapun alasan Novanto tersebut baru pertama kali digunakan. Padahal, ia sudah beberapa kali dipanggil KPK.
Mengapa alasan serupa tak digunakan Novanto sejak panggilan sebelumnya?
“Banyak teman-teman tanya saya. ‘Loh, Pak, kenapa enggak dari dulu-dulu, kok, enggak pakai gitu, Pak?’ Loh, sekarang saya tanya, dulu itu pengacaranya sopo?” kata kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, saat ditemui di kantornya, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa.
“Begitu, kan, siapa pengacaranya waktu itu? Bukan saya, kan? Ya, sudah jawabannya cukup itu dong,” ujarnya.//delegasi(kompas.com/hermen)