Kupang, Delegasi.Com– Penyakit malaria berpengaruh terhadap tingginya beban sektor kesehatan dimana 40 persen anggaran atau pengeluaran di sektor kesehatan akibat terserang malaria.
Insiden malaria pada 2016 menunjukkan, 5,29 per 1.000 penduduk NTT menderita malaria. Sedangkan di Kabupaten Manggarai, sebesar 0,21 per 1.000 penduduk.
Dari jumlah penderita malaria dimaksud, sekitar 30 sampai 50 persen pasien berobat di rumah sakit. Sedangkan 60 persen pasien berobat di puskesmas.
“Kita minta agar para pasien malaria tidak boleh mengkonsumsi oat kloroquine karena sudah resistant,” kata anggota Komisi V DPRD NTT dari Fraksi PDIP, Kristofora Bantang di Kupang, Rabu (22/11).
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Manggarai Raya dari PDI Perjuangan ini menyebutkan empat dampak yang muncul akibat malaria. (satu), malaria menyebabkan anemia, dimana produktivitas kerja tidak optimal, dan mempengaruhi kecerdasan anak balita dan anak usia sekolah.
(Dua), malaria dalam kehamilan di daerah endemik bisa menyebabkan anemia berat pada ibu hamil, bayi berat lahir rendah, lahir mati, dan bayi tertular malaria.
(Tiga), malaria pada ibu hamil dan bayi menyebabkan anemia berat pada ibu hamil sekitar dua sampai 15 persen, sekitar enam sampai 14 persen berat lahir bayi rendah.
(Empat), sekitar delapan sampai 36 persen keguguran dan kelahiran prematur, sekitar 13 sampai 70 persen kelainan dan gangguan pertumbuhan janin, dan sekitar tiga sampai delapan persen resiko kematian perinatal.
Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) NTT ini menyampaikan, kasus malaria juga menyebabkan kerugian ekonomi karena tidak bekerja. Dimana dari 66 kasus malaria pada tahun 2016, 66 persen diderita oleh usia produktif. Bagi yang menderita malaria, rata- rata tidak bekerja karena sakit selama lima hari.
“Jika upah harian Rp75.000 per orang dikalikan dengan lima hari tidak bekerja, maka secara ekonomi pasien tersebut kehilangan Rp375.000,” papar Feni.//Delegasi (ger)