Kasus ikan berformalin asal Flores Timur (Flotim) dan Lembata yang mencuat beberapa pekan terakhir, baik di Flores maupun di Kupang tentunya sangat merugikan nelayan. Diyakini, para nelayan sangat tidak mungkin melakukan tindakan yang membunuh pekerjaan mereka.
Anggota DPRD NTT, Gabriel Suku Kotan sampaikan ini kepada wartawan di Kupang dua pekan lalu.
Gabriel menjelaskan, nelayan Flotim dan Lembata memiliki fasilitas tangkapan yang sangat terbatas. Selain itu, pendidikan yang diemban para nelayan pun sangat minim. Dengan demikian, mereka tidak mungkin menggunakan formalin untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan.
“Saya yakin, ikan berformalin itu dilakukan oleh pihak ketiga yang membeli ikan dalam jumlah besar dari para nelayan. Pihak ketiga menggunaka formalin untuk mengamankan uang yang sudah mereka keluarkan untuk membeli ikan dari para nelayan,” tandas Gabriel.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Flotim, Lembata dan Alor ini menyatakan, ikan berformalin yang dilakukan pihak ketiga tersebut sama halnya dengan melakukan pembunuhan massal. Tindakan tersebut tergolong tindakan kriminal yang harus disikapi secara hukum. Aparat penegak hukum harus melakukan tindakan hukum terhadap para pelaku. Sementara pemerintah diminta untuk membantu nelayan, agar hasil tangkapan mereka tetap laku terjual.
Gabriel menyatakan, sangatlah tidak mungkin hasil uji laboratorium yang menunjukkan ikan asal Lembata berformalin berbeda saat pemusnahan. Jangan sampai karena ada tekanan dan untuk mengamankan pihak tertentu, DKP NTT membohongi publik dengan mengatakan ikan- ikan yang disita dan dimusnahkan itu tidak mengandung formalin.
Pada kesempatan itu Gabriel mengungkapkan, kejadian ikan berformalin tersebut bisa mengancam relisasi kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang telah ditandatangani pada 20 Desember 2014 lalu di Kupang. Karena dengan adanya kejadian itu, ada wacana yang berkembang di masyarakat, dan tidak terhindarkan di dengar dan diketahui oleh masyarakat Jawa Tengah.
Kepala Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Oeba Dinas Kelautan dan Perikanan NTT, Legi Wiandari sebelumnya menyampaikan, berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan terhadap sampel dari total lima ton ikan asal Lembata yang dibongkar dan dijual di Kupang pada Senin (26/1), ikan- ikan tersebut mengandug kandungan formalin sebesar 0, 44 part per million (PPM) atau satu dalam satu juta bagian. Ikan asal Lembata yang mengandung formalin tersebut jenis lamuru (tembang).
Legi menjelaskan, hasil positif yang menunjukkan ikan asal Lembata berformalim tersebut berdasarkan hasil uji Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi NTT yang dikepalai Januario da Luz dan Kepala Seksi Pengujian, Vitus M. Vebrian. Ikan sebanyak lima ton yang diangkut dengan kapal motor Sinar Bakti 02 tersebut dibongkar di TPI Oeba Kupang pada Senin(26/1)
Ia mengakui, pihaknya baru mengetahui keberadaan ikan itu saat sudah ada di tangan pengumpul. Waktu itu, semua ikan sudah dibongkar dari kapal motor dan langsung dibeli pengumpul untuk dijual kepada konsumen. Setelah dibeli, para penjual menjual di sejumlah pasar di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
“Karena sudah terjual, kita hanya ambil sampelnya untuk uji laboratorium dan hasilnya positif mengandung formalin,” kata Legi.