Ini Pengakuan Warga Tentang Istri Pelaku Teror Bom Yang Ditembak di Surabaya

  • Bagikan
Rumah kos terduga teroris Dedi Sulistianto yang ditembak mati di Surabaya. (Foto: detik.com)

Surabaya, Delegasi.com – Suyanti, istri Dedi Sulistianto, terduga teroris yang ditembak mati di Jalan Sikatan, Manukan Kulon, akhirnya juga ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

Sejak awal tetangga tak pernah menyangka jika Suyanti atau yang lebih akrab disapa Yanti itu adalah istri seorang teroris. Hal ini diungkapkan Didi Kurniawan, salah seorang warga di Sikatan IV, di mana Dedi dan Yanti tinggal.

“Warga-warga semua kaget, mas. Saya saja kemarin baru pulang habis cuci muka, datang lihat Densus 88 dibilang ‘minggir pak, minggir pak, ada teroris’, saya nggak lari, malah dekati,” tuturnya kepada detikcom, Rabu (16/5/2018).

Yanti beserta suami dan ketiga anaknya sudah lama tinggal di Sikatan. Salah satu tetangga yang tinggal di Sikatan VI, Zako Ahmad juga mengungkapkan jika mereka sudah tinggal di lingkungan tersebut sejak tahun 2004.

Meski demikian, keluarga yang beranggotakan lima orang itu sudah berpindah tempat kos sebanyak tiga kali. “Tinggalnya pindah-pindah. Kos yang ini udah yang ketiga kali,” jelasnya.

Kepada warga, wanita yang bekerja sebagai penjual kue itu juga tidak tertutup. Ia sering terlihat berinteraksi dengan warga dan aktif mengikuti kegiatan bersama di lingkungan tempat tinggal mereka.

“Sering komunikasi sama warga lain. Nggak tertutup orangnya. Sering-sering juga ikut kegiatan-kegiatan disini. Nggak kelihatan lah,” jelas Didi.

Namun lain halnya dengan sang suami. Didi mengaku tidak mengenal Dedi alias Teguh.

Bahkan Didi mengatakan hanya pernah berbincang dengan si terduga teroris itu sebanyak satu kali.

“Pernah sekali, tak tanyai ‘Gimana pak kabarnya? Kerja apa sekarang? Jawabnya ‘Nggak kerja pak. Preilah (menganggur, red) sekarang ini’ gitu katanya,” tutur Didi.

Meski begitu kecurigaan perlahan muncul dalam benak Siti Muniro, guru ngaji ketiga anak Dedi dan Yanti: D, F dan H.

Saat itu mendadak D berhenti sekolah ketika akan masuk TK, tepatnya setahun yang lalu.

Saat ditanya oleh warga, Yanti hanya menjawab ingin mendaftarkan D ke pondok pesantren.

“Habis berhenti gitu, saya sama yang lain tanya, ‘Bu, opo’o D kok berhenti sekolah?’ ‘Iya bu. Mau dipondokkan’ katanya. Terus saya ngomong, ‘Opo nggak terlalu kecil. Apa nanti nggak kangen?’ Saya bilang gitu. Terus, ibunya (Yanti, red) cuman senyum-senyum,” kisahnya.

Siti menambahkan, Yanti sempat mengatakan ia tidak menyukai metode pengajaran di TK Kurnia Bibis karena siswanya hanya diajari menyanyi.

“Sempat ngomong dia, ‘Lho bu, masuk sekolah anak-anak cuma diajar nyanyi’. Padahal kan memang begitu, anak-anak sebelum masuk kelas, nyanyi lagu kebangsaan dulu,” jelas Siti.
Keanehan lain muncul ketika anak-anak Yanti mengaku tidak diperbolehkan makan makanan yang berbau darah.

“Cerita-cerita sama yang lain, katanya beli ayam itu nggak boleh. Makanan yang berbau darah itu nggak boleh, hanya tahu tempe. Lah gizinya gimana lak’an?” tanyanya.

Akan tetapi beberapa saat kemudian, F mengaku baru saja makan daging ayam di depan kelas ketika ditanya oleh Siti.

“Saya tanya ‘sudah mangan, le?’, ‘sudah’ ‘makan apa?’ ‘ayam’ ‘loh katanya nggak boleh’, ‘boleh, bu. Tapi ayamnya harus ayah yang sembelih,” tutur Siti.

Tak hanya itu, belakangan Siti menyadari jika cara berpakaian Yanti dan putrinya D berubah.

Dari yang sebelumnya tidak memakai jilbab, dalam setahun belakangan mulai memakainya. Bahkan menggunakan pakaian-pakaian longgar.

Didi juga menuturkan, cara berbicara Yanti lebih santun ketika mulai memakai jilbab.

Yanti yang sebelumnya berbicara dengan suara lantang, mulai berbicara lebih lembut ketika berjilbab.

“Jadi lebih santun orange. Ngomong itu lebih santun. Sebelumnya, woah, kalau ngomong itu sana sini,” ungkapnya.

Meskipun demikian, keseharian Yanti dan sekeluarga tidak ada yang berubah.

Yanti tetap berjualan kue, anak-anaknya masih ikut bermain dengan yang lainnya.

Tidak ada perubahan rutinitas dari Yanti dan sekeluarga.

Siapa sangka Yanti kini juga ditetapkan sebagai tersangka teroris oleh polisi setelah suaminya, Dedi dilumpuhkan polisi di rumah kos mereka, Selasa (15/5/2018) lalu.

Dedi terpaksa ditembak mati karena melakukan perlawanan. //delegasi(detik.com)

Komentar ANDA?

  • Bagikan