Sosbud  

NTT Jadi Contoh Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Avatar photo
Dr. Dinna Wisnu, Wakil Indonesia untuk AICHR (kanan) ditemani Among Pundhi Resi dari IOM saat melakukan konferensi pers di Aula Gedung DPD RI Provinsi NTT Jalan Polisi Militer, Oebobo, Kota Kupang, Minggu (14/10/2018) //foto: pos kupang.com

Kupang, Delegasi.Com – Komisi Hak Asasi Manusia Antar Pemerintah ASEAN atau ASEAN Intergovernmental Commision on Human Rights(AICHR) Indonesia secara khusus memberi perhatian pada Provinsi NTT sebagai daerah percontohan pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

 

Dr. Dinna Wisnu, Wakil Indonesia untuk AICHR ditemani Among Pundhi Resi dari IOM(International Organization on Migration) menyampaikan itu kepada wartawan di Aula Gedung DPD RI Provinsi NTT Jalan Polisi Militer, Oebobo, Kota Kupang, Minggu (14/10/2018)

 

AICHR Indonesia seperti dirilis pos kupang, melakukan dialog publik dan pelatihan pendekatan berbasis HAM untuk implementasi konvensi ASEAN melawan TPPO khususnya perempuan dan anak-anak.

 

Kegiatan itu bekerja sama dengan IOM, Kedutaan Switzerland di Jakarta, DPD RI dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,

 

Menurut Dinna, untuk pertama kali dalam sejarah Wakil Indonesia untuk AICHR mendorong secara konkrit pemberantasan TPPO hingga ke level daerah.

 

“Ini merupakan tahun ketiga dimana pihaknya secara aktif memantau situasi di lapangan dan berupaya membangun kerja sama di level daerah, nasional dan regional,” tambahnya.

 

Dijelaskannya, Polda NTT mencatat sejak Januari-Juli 2018 telah menangani 25 kasus TPPO dengan korban 37 orang. Sementara data yang masuk ke Wakil Indonesia untuk AICHR dari LSM PADMA sejak 1 Januari 2018 hingga 6 Oktober 2018 ada 86 jenazah pekerja migran asal NTT. Tidak menutup kemungkinan mereka yang meninggal itu juga korban TPPO.

 

“Memang ada wilayah lain di Indonesia yang bermasalah dalam hal perdagangan orang, tetapi sebagai awal, kita memberi perhatian ke NTT. Diharapkan akan mengungkap banyak hal dan membangun pemahaman yang lebih baik tentang cara penanganan masalah secara nasional maupun regional,” katanya.

 

Di NTT tambah Dinna, hampir selalu ada korban meninggal dunia atau disiksa. Padahal sejumlah program pelayanan satu atap ada di sini demi memotong jalur-jalur non prosedural untuk berangkat bekerja ke luar negeri.

 

“Demikian pula masyarakat sipil dan para tokoh agama kabarnya sudah sangat aktif bergerak melawan tindakan kejahatan ini. Artinya pasti ada yang luput. Ada sistem yang tidak jalan. Ada yang tetap bisa menjual orang meskipun kabarnya Pemda sudah galak,” tambahnya.

 

Dikatakan, laporan yang masuk ke AICHR Indonesia sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, melalui NTT kita sedang mengupayakan jalur komunikasi penyelesaian masalah perdagangan orang yang lebih efektif dengan Malaysia dan negara-negara ASEAN yang lain.

 

Di ASEAN tambahnya, sudah ada kesepakatan pendekatan berbasis HAM dalam pemberantasan TPPO. Tahun 2018 akan masuk ke implementasi program di tataran daerah, agar di tahun-tahun selanjutnya kegiatan regionalnya pun melibatkan dan mempertimbangkan situasi pemangku kepentingan di level daerah.

 

IOM Dukung Pemprov NTT

Among Pundhi Resi  dari IOM (International Organization on Migration) mengatakan, sebagai satu lembaga, IOM berkomitmen terus mendukung upaya pemerintah NTT dan kepolisian dalam memberantas TPPO.

 

“Kami memandang perlunya pelibatan dan penguatan kerja sama dengan berbagai pihak untuk memerangi TPPO. Dukungan pemerintah Provinsi NTT merupakan modalitas penting dalam penuntasan kasus-kasus TPPO di NTT,” ungkapnya.

 

Selain itu, pihaknya berharap dari rangkaian kegiatan itu lahir satu kebijakan politik dari Pemprov NTT terkait meminimalisir dan memberantas TPPO di NTT.

 

Pihaknya lanjut Among, akan melakukan dialog dan pertemuan lintas sektor, lembaga atau instansi strategis terkait keadaan objektif NTT seperti Dinas Peternakan, Dinas Perikanan dan Dinas Pariwisata sehingga dapat mengembangkan sektor produktif masyarakat NTT. //delegasi(Pk/hermen)

 

Komentar ANDA?