Delegasi.com – Tim Penasehat Hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu secara resmi melapor ke Bawaslu NTT terkait adanya dugaan politik uang yang dilakukan Ketua DPRD Kabupaten Kupang, Daniel Taimenas di Desa Tunbaun Kabupaten Kupang.
Dugaan kasus politik uang itu dinilai telah merusak demokrasi dan merugikan pasangan calon lain dalam Pilgub NTT 2024.
Bawaslu sebagai Lembaga yang memiliki wewenang untuk mengawasi pelaksanaan Pilkada diharapkan bisa menuntaskan kasus tersebut.
“Kami ke Bawaslu NTT, dalam rangka membuat pengaduan terkait dengan dugaan politik uang yang dilakukan oleh salah satu tim paslon dalam Pilgub NTT nomor urut 2,” ujar Penasehat Hukum Paket SIAGA, Ali Antonius, SH usai membuat laporan ke Bawaslu NTT, Kamis (17/10/2024).
Ali Antonius mengatakan video yang viral di media sosial Tiktok lewat akun Dan Taimenas tersebut, peristiwanya terjadi di Desa Teunbaun Kabupaten Kupang pada Kamis 10 Oktober 2024 lalu.
“Secara garis besar Daniel Taimenas menyerahkan uang Rp 1,5 juta kepada ibu Lely Amtiran, yang katanya adalah titipan dari Melki Lakalena, dan itu diterima oleh yang bersangkutan, disaksikan beberapa orang, antara lain Voni Kause, Kornelius Nenoharan dan lainnya,” urai Ali Antonius.
Ali Antonius menjelaskan, pihaknya telah menyerahkan rekaman video yang saat ini viral di tik tok, bersama pengakuan dari ibu Voni Kause dan suaminya, Kornelius Nenoharan dan saksi lain.
“Dari bukti permulaan, saya merasa bahwa dua alat bukti sudah mencukupi, sehingga meyakinkan untuk melaporkan hal ini ke Bawaslu NTT,” tandas dia.
Video yang viral tersebut, lanjut Ali Antonius, selain merusak demokrasi, juga merugikan paslon-paslon lain, termasuk Paslon SIAGA nomor 3.
“Kami laporkan bukan soal nominalnya, tetapi karena ada batas soal pemberian bebas atau sukarela maksimal Rp 1 juta. Kalau lebih dari itu, diduga ada indikasi dan motif terselubung,” tambah Ali Antonius.
Disinggung tentang beredarnya isu bahwa hal tersebut sudah dipolitisasi, Ali Antonius membantah melakukan itu.
“Kita tidak mempolitisasi, tapi melaporkan fakta, karena bukti bahwa ada peristiwa menyerahkan uang secara nyata sebesar Rp 1,5 juta, itu jelas terekam dengan baik, melalui bukti rekaman yang kami ajukan, kami tidak mengada-ada atau mau mempolitisasi,” tegas dia.
Ali Antonius mengungkapkan, peristiwa ini melanggar Pasal 73 ayat 1, 2, dan 4 juncto pasal 187a, UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan kepala daerah. Konsekuensinya bila ini terbukti dan diproses, sanksi administrasinya berupa pembatalan terhadap calon, yang dimuat jelas dalam UU tersebut.
“Harapan dan tuntutan kami ini diproses secara tuntas, agar ada pembelajaran demokrasi yang lebih berkualitas, jangan dianggap sepele. Kita akan kawal sampai tuntas,” tekad Ali Antonius.
Pada kesempatan yang sama, Direktur SIAGA Center, Yusinta Nenobahan menjelaskan, kasus ini perlu dilaporkan, demi kemajuan demokrasi di Provinsi NTT.
“Harusnya Bawaslu punya tim khusus, sehingga kami tidak perlu membuat laporan,” tegas Yusinta Nenobahan.
Akan tetapi, tambah Yusinta Nenobahan, video yang viral di TikTok, sepertinya kurang ada penanganan, sehingga merasa sebagai warga negara yang punya hak pilih dan hak demokrasi, perlu melaporkan.
“Kami merasa rekaman video yang dilakukan oknum dengan mengatasnamakan partai ataupun figur dari salah satu paslon kepala daerah, itu merusak demokrasi,” ujar Yusinta Nenobahan.
Menurut dia seharusnya Bawaslu lebih tegas di dalam melihat video-video yang viral atau beredar di masyarakat, karena sekarang mudah untuk melihatnya di media sosial, tidak perlu ke lapangan.
“Kami tidak mempolitisasi kasus ini, karena jelas oknum yang didalam video tersebut yang memposting di akun Tik Tok nya sendiri, @sahabat.dan.taimenas,” ujar Yusinta Nenobahan.
Kalau dipolitisasi, lanjut Yusinta Nenobahan, pihaknya yang membuat video, lalu mempostingnya dan semua masyarakat menonton, di posting oleh Dan Taimenas sendiri. Berarti dia yang politisasi dirinya.
“Kalau dipolitisasi, kami yang posting. Tapi ini dia menyerahkan uang lalu viralkan sendiri di akunnya dia, berarti yang mempolitisasi siapa,” tanya Yusinta Nenobahan.
Menurutnya barometer yang dipakai harus lihat dari sudut itu, karena mempolitisasi yang merekam video dan memposting, jadi barang bukti yang diserahkan itu viral itu dari akun mereka.
“Karena viral ini, bagaimana kita mendidik setiap masyarakat NTT taat aturan dalam berdemokrasi, jangan sampai demokrasi yang kita lakukan ini kebablasan. Untuk itu kita akan kawal sampai tuntas,” jelas Yusinta.
Yusinta Nenobahan menambahkan, sanksinya juga diatur dalam PKPU itu Bab VIII pasal 66 bagian 5 itu dengan jelas.
Sementara Staf Divisi Penangan Pelanggan di BAWASLU NTT, Paulus Bogar mengatakan laporan yang diadukan oleh Tim Penasehat Hukum Paket SIAGA akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kita sudah terima laporannya dan kita akan lakukan kajian,” ungkap Paulus.