Hukrim  

Ahli Agama: Umat Islam Tidak Menuntut Ada Aturan Larang Non-Muslim Jadi Pemimpin

Avatar photo
ahli
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kedua kiri) menghadiri sidang lanjutan kasus dugaan penodaan agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2/2017). Sidang lanjutan tersebut beragenda mendengarkan keterangan empat orang saksi yaitu Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU) yang juga sebagai Ahli agama Islam KH Miftahul Akhyar, ahli agama Yunahar Ilyas, ahli hukum pidana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Chair dan ahli pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Mudzakki//foto ANTARA

Jakarta, Delegasi.com – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas, menyatakan, memilih adalah hak sekaligus kewajiban warga. Dalam memilih tentu mencari yang terbaik.

Namun, kriteria terbaik pun beragam dan sesuai dengan pendapat masing-masing, seperti satu agama, satu etnis atau pun satu tempat kuliah.

“Yang tidak dibolehkan apabila mereka umat Islam menuntut dibuatkan undang-undang tidak boleh non-muslim menjadi pemimpin itu baru melanggar ketentuan, tapi dia (umat muslim) tidak menuntut itu,” kata Yunahar di sidang dugaan penodaan agama, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, seperti yang diberitakan kompas.com, Selasa (21/2/2017).

Pernyataan Yunahar penegasan kembali sikap Pengurus Pusat Muhammadiyah bahwa memilih sesuai agama atau etnis tidak melanggar konstitusi dan memecah belah. Namun, secara langsung akan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ahli agama dalam sidang penodaan agama ini menambahkan dalam sistem demokrasi modern juga diperbolehkan memilih berdasarkan primordialisme

“Banyak juga orang anjurkan memilih alumnus kampus kita. Begitu pemahaman dari Muhammadiyah,” kata Yunahar.//delegasi(*)

Komentar ANDA?