Jakarta – Keceriaan anak-anak ini terenggut oleh aksi teror yang mengerikan. Jeritan kesakitan hingga peristiwa berdarah menorehkan trauma mendalam bagi para bocah yang tak berdosa itu.
Terbaru, aksi seorang pria berusia 32 tahun yang tiba-tiba menyelonong masuk ke dalam kelas di SD Negeri 1 Sabu Barat Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Selasa 13 Desember 2016 sekitar pukul 09.00 Wita.
Bagai orang kesetanan, pria bekerja sebagai pedagang baju dari Bekasi ini kemudian menikam 7 orang siswa siswi. Mayoritas anak-anak ini mengalami luka pada leher. Selain itu, ada pula luka pada pipi, lengan, daun telinga, jari, dan bibir. Usia mereka adalah 10 tahun dan 11 tahun. Tidak hanya goresan luka, peristiwa berdarah itu menimbulkan trauma psikis bagi anak-anak tersebut.
Kejadian mengerikan sebelumnya juga terjadi di depan Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur pada Minggu 13 November 2016. Seorang pria melemparkan bom low eksplosive di halaman parkir gereja. Ketika itu, sekumpulan bocah tengah riang bermain di halaman gereja saat ibadah berlangsung.
Akibatnya, Olivia Intan Marbun (2,5) meninggal dunia. Tiga orang anak-anak lainnya mengalami luka berat dan dirawat di rumah sakit. Pelaku Juhanda (32) yang melemparkan bom molotov dibekuk warga saat hendak melarikan diri ke Sungai Mahakam. Kini, tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Lima di antaranya jaringan teroris dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Selain itu, teror penyayatan menghantui warga Yogyakarta. Aksi teror ini dialami oleh Nadila Eka (12) siswi kelas 6 SDN di Yogyakarta. Lengan tangan bagian kiri Nadila disayat dengan cutter oleh seorang pria bermotor. Bocah ini mengalami luka sayat di lengan tangan kirinya dan mendapatkan 25 jahitan. Meski dengan tangan yang masih diperban, Nadila tetap mengikuti ujian. Setelah diusut, Bobby Adhie Nugroho (40) pelaku teror penyayatan di Yogyakarta akhirnya ditangkap polisi.
Berikut kisah teror serang anak-anak:
Peristiwa tersebut terjadi pada Selasa (13/12/2016) pukul 09.00 Wita saat pelajaran baru mulai. Guru sudah di dalam kelas. Begitu pelaku beraksi brutal, semua berhamburan. “Lari semua. Sementara ada 7 korban. Semua siswa,” jelas Wakapolres Kupang Kompol Sriyati kepada detikcom.
Mayoritas anak-anak itu mengalami luka di bagian dada ke atas. Terlihat saat mereka dibawa ke Puskesmas, darah membasahi baju seragam putih anak-anak ini. Namun kini, kondisi mereka sudah lebih baik.
Sriyati menjelaskan massa di sekitar SDN 1 Sabu Barat berkumpul sejak pelaku diamankan. Mereka berusaha menghakimi pelaku. Rencana itu berhasil dicegah dan pelaku dibawa ke Mapolsek Sabu Barat. Namun massa ternyata terus mengejar dan mencari celah. “Mereka tahu pelaku ditahan, kemudian menyusup dan melemparkan batu besar ke kepala pelaku. Pelaku saat itu tengah tidur. Dia baru saja tewas,” papar Sriyati.
Dalam kesempatan terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan massa yang menganiaya pelaku penyerangan terhadap 7 siswa di Sabu Raijua, NTT, bisa diproses hukum. “Itu bisa diusut, apakah ada provokator, atau dengan sengaja. Adanya korban anak-anak (karena diserang pelaku, red) tidak boleh penyelesaiannya secara emosional dan main hakim sendiri,” ujar Boy Rafli kepada wartawan di Wisma Bhayangkari Jl. Senjaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2016).
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) NTT menjamin penanganan penghilangan trauma ini. “Keberadaan KPAI di sini untuk menjamin anak-anak agar rasa traumanya hilang. Pasti ini traumanya sangat tinggi,” kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) NTT, Yerim Yos Fallo, kepada detikcom, Selasa (13/12/2016).//delegasi (egi)