Kupang, delegasi.com – modus politik uang dalam pilkada kota Kupang lagi tren trennya saat ini. Berbagai bentuk modus antara lain melalui pengobatan gratis, bakti sosial pembagian sembako dan lain lain. Sayangnya praktek kotor baru ini tak tercium oleh Panwaslu Kota Kupang.
“Bentuk dan jenis politik uang dalam pilkada kian berkembang. Pelaku terus mengubah agar lolos dari jeratan pidana” rangkuman pendapat warga kota kupang yang berhasil dihimpun redaksi delegasi.com, Selasa (14/2/2017)
“Karena itu, pemangku kepentingan seperti panwaslu, kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan, perlu peka dengam ragam bentuk politik uang. Kepekaan kuat perlu dimiliki panwaslu Kota Kupang sebagai garda terdepan untuk mengusut politik uang”, kata Germanus, warga RSS Oesapa.
“Kalau kemampuan Panwaslu Kota tidak ada, bisa saja praktik-praktik itu tidak bisa dinyatakan, definisikan politik uang,” kata Darius Mauritsius, warga Oesapa Senin (13/2/2017),
Darius yang juga dosen pada Fakultas Hukum Undana Kupang itu mencontohkan politik uang dengan modus pengobatan massal. Modus itu menurut Mauritsius menggunakan kata-kata yang menunjukkan pada kandidat tertentu, tetapi menafikan kandidat lain. menggiring pemilih untuk memilih kandidat yang dijagokan.
Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow,kepada kompas.com mengatakan, setidaknya ada lima kesulitan yang kerap kali ditemukan dalam membuktikan politik uang.
Kesulitan pertama adalah pelaku politik uang bukan berasal dari tim pemenangan resmi pasangan calon. Bila tertangkap atau terungkap, pelaku bisa berkilah bukan dari tim sukses. Situasi ini tentu tak akan berdampak pada legalitas kandidat.
Kesulitan kedua adalah rendahnya partisipasi masyarakat untuk melaporkan politik uang. Selama ini Bawaslu kerap mengeluhkan soal rendahnya laporan dari masyarakat. Apalagi bila Bawaslu tak menemukan secara langsung.
Kesulitan ketiga terjadi silang pendapat instansi di sentra penegakkan hukum terpadu (gakkumdu). Instansi terkait dalam gakumdu terdiri dari Bawaslu, kepolisian, kejaksaan. Silang pendapat itu berujung pada kadaluarsanya kasus karena sudah lewat 14 hari tenggat masa penyelesaian.
Kesulitan keempat adalah pembuktian yang sulit karena jarang ada orang mau jadi saksi politik uang. Masyarakat hanya datang memberikan laporkan ke Panwaslu. Namun saat diminta menjadi saksi, pelapor tak mau. Salah satu alasan adalah karena beresiko dan takut.
Kesulitan kelima adalah definisi politik uang itu sendiri. Pengadilan kerap kali mendefinisikan politik uang dengan kata lain, yaitu biaya politik. Dengan demikian, pelaku bisa lolos dari jerat hukum.//delegasi (hermen-com)