Sosbud  

Babak Akhir GPSA di TTU : Mereplikasi SuARA di Sektor Lainnya

Avatar photo
Kepala Puskesmas Eban, Clara Boleng sedang membagi pengalaman terkait manfaat pendekatan Suara dan Aksi Warga Negara

Kefamenanu, Delegasi.com – Festival Pembelajaran Suara dan Aksi Warga Negara di Kabupaten TTU (08/06) menjadi penanda babak terakhir pendampingan Wahana Visi Indonesia (WVI) dalam program Global Partnership for Social Acountability (GPSA).

Program yang berjalan sejak 2014 tidak hanya ada di Kab. TTU tetapi dua kabupaten lain, yakni Kab. Sikka dan Kab. Kupang.

Acara yang berlangsung di aula Hotel Livero Kefamenanu ini dibuka oleh Asisten II Bupati TTU, Aloysius Brordus Apout.

“Saya mengapresiasi WVI karena program ini suara dan aksi warga negara adalah bentuk perhatian akan layanan publik,” ungkap Aloysius dalam sambutannya mewakili bupati.

Pemerintah daerah, kata beliau, menyambut baik segala bentuk kegiatan yang membantu jalannya pemberdayaan khususnya terkait layanan dasar.

“Melalui kegiatan WVI ini harapannya pemerintah termotivasi untuk mengembangkan kualitas layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),” tambah asissten II.

Apalagi menurutnya, pembangunan di bidang kesehatan, yang menjadi fokus Suara dan Aksi Warga Negara, memiliki peran penting yang menunjang penanggulangan kemiskinan.

“Kesehatan menjadi indikator indeks pembangunan manusia,” kata dia.

Maka pemerintah daerah kab TTU melalui perantaraan asisten II ingin selepas program ini, pemda dapat mengadopsi kegiatan serupa.

“Ini dapat diadopsi atau direplikasi oleh organisasi lain yang berkaitan dengan layanan publik,” ungkap Aloysius.

Harapan senada juga disampaikan Manager WVI ADP TTU, Endang Sri Rahayuningsih.

“Pemerintah kabupaten bisa mereplikasi program ini tempat (sektor) lain. Apalagi masyarakat ini khususnya fasilitator desa sudah difasilitasi dan memiliki kapasitas,” jelas Manager Endang.

Lanjut Endang, Suara dan Aksi Warga Negara bisa menjadi sarana yang membantu terdorongnya pembangunan di kabupaten TTU.

“Setalah WVI tidak mendampingi, harapannya pemerintah bisa mengambil alih dengan (cara) melanjutkan apa yang sudah ada ini sehingga tidak putus,” imbuh Endang.

Menengok ke belakang sejenak, Suara dan Aksi Warga Negara merupakan pendekatan dalam program GPSA guna mewujudkan akuntabilitas sosial pada layanan publik,  khususnya layanan dasar Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Manager GPSA, Andreas Sihotang dalam sambutannya menjelaskan beberapa tahapan dalam pendekatan ini.

“Tahapannya  dimulai dari pendidikan warga, pertemuan awal, pertemuan tatap muka, hingga akhirnya melahirkan rencana aksi,” jelas Andreas.

Andreas mengungkapkan, berdasarkan penelitian di beberapa negara yang juga menerapkan pendekatan ini, efek yang dihasilkan dari pendekatan Suara dan Aksi Warga Negara tidak hanya pada sektor KIA tetapi juga pada sektor lain.

“Jadi pendekatan ini cocok diterapkan pada aspek lain, khususnya layanan publik,” tegas Andreas.

Adanya rencana duplikasi ini tentu juga berangkat perubahan-perubahan yang tercipta di dua puluh (20) desa sasaran program di kabupaten TTU ini.

Perubahan-perubahan ini terungkap dalam segmen talkshow festival pembelajaran.

“Berkat Suara dan Aksi Warga ada perubahan baik secara fisik dan non fisik,” kata Kepala Desa (Kades) Subun Bestobe, Hilarius Tahoni.

Menurutnya, perubahan fisik seperti adanya pembangunan polindes di desa Subun Bestobe.

“Pembangunan polindes diusulkan masyarakat dengan menggunakan dana desa sebesar 200 juta termasuk sarana prasarana di dalamnya,” ungkap Kades Tahoni.

Sedangkan perubahan dari segi non fisik, menurut salah satu fasilitator desa (fasdes), Yosep Naben.

“Dulu kader posyandu tidak dapat SK dari desa. Dulu posyandu juga pokjanya belum terbentuk, sekarang sudah,” ungkap Naben.

Selain itu, perubahan dari sisi non fisik lainnya adalah munculnya kesadaran ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas kesehatan, kesadaran pemerintah desa akan KIA meningkat, serta PMT yang rutin.

Menanggapi segala perubahan melalui pendekatan Suara dan Aksi Warga Negara, Kasie PKS DPMD Fredy Banusu menantang penyedia layanan juga fasilitator desa untuk mewujudkan layanan posyandu yang lebih baik.

“Kita bisa sama-sama menggerakan masyarakat agar posyandu di TTU bisa mandiri,” katanya.

Bahkan Egidius juga berharap pemerintah daerah mau mereplikasi pendekatan ini pada sektor lain di TTU. “Agar bisa diperbaiki layanan publik kita,” tukasnya. //delegasi(mario)

Komentar ANDA?