Kupang, Delegasi.Com – Pengrusakan hutan Mangrove seluas enam (6) hektar di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT untuk dijadikan Tambak Udang menjadi tranding topik pemberitaan sejumlah media lokal pekan ini.
Sejumlah pihak berwenang di Lembata angkat bicara memprotes tindakan pengrusakan Mangrove, yang dilakukan pengusaha Benediktus Lelaona atau kerab dipanggil Ben Tenti.
Namun hal itu kembali memantik respon Ben Tenti. Melalui telephon celuler, Ben mengatakan, dirinya tidak merusak hutan Mangrove seluas enam (6) hektar seperti diberitakan beberapa media lokal.
“Ada pemberitaan di sejumlah media masa soal itu, tetapi tidak pernah ada media satupun yang mengkonfirmasi saya,” tegas Ben Tenti kepada wartawan, Rabu(22/5/2019).
Menurutnya, lahan seluas enam hektar tersebut adalah miliknya, untuk dijadikan Tambak Udang. Hamparan lahan tanah garam tersebut, sebelumnya bukan ditumbuhi Mangrove, tetapi ditumbuhi rumput Ilalang, Gamal dan pohon asam. Sehingga lahan itu dibersihkannya untuk Tambak Udang.
“Saya kesal dibilang merusak Mangrove enam hektar. Lahan itu punya saya seluas enam hektar. Dan awalnya bukan hutan Mangrove.
Di situ tumbuh pohon Asam, Gamal dan Ilalang bukan Mangrove. Kalau ada Mangrove yang rusak itu benar tapi bukan enam hektar. Saya akui yang rusak itu kurang lebih nol sekian hektar yang saya pakai buat jalan masuk air laut. Dan ke depannya saya akan tanam kembali,” jelas Ben Tenti.
Ben Tenti mengatakan, tujuan utamanya adalah berinvestasi di daerahnya sendiri. Hal itu untuk memberdayakan masyarakat lokal dengan investasi besar untuk pengembangan daerah. Dan itu dilakukannya dengan menggaji 20 orang pekerja lokal di atas UMP Rp 2 juta per bulan.
“Saya tidak mau ribut. Tujuan saya berinvestasi di daerah kita sendiri untuk pengembangan daerah. Masyarakat lokal kita pakai dan gaji di atas UMP. Kalau tenaga harian Rp 50 ribu per hari. Tujuan sejahterakan masyarakat,” jelas Ben Tenti.
Menurutnya, pihak dinas terkait Badan Lingkungan Hidup telah mengecek langsung lokasi tersebut, dan hasilnya tidak seperti diberitakan media. Dan pihaknya diminta untuk kembali menanam Mangrove yang sudah dirusakan.
“Dinas terkait sudah cek ke sana dan benar tidak sesuai seperti diberitakan. Mereka minta saya tanam kembali yang sudah dirusak. Saya siap untuk tanam kembali. Benar yang mana, kita biarkan saja. Biar mereka lihat sendiri,” kata Ben Tenti.
Terkait izin AMDAL Tambak Udang tersebut, Ben Tenti mengaku sedang dalam proses. “AMDAL dan AP sudah diurus dan sedang dalam proses,” ujar Ben Tenti.
Sebelumnya Yohanes Bruno Tolok Aktivis Lingkungan Hidup Lembata mengatakan, investor yang merusak Mangrove di Desa Merdeka harus bertanggung jawab dan wajib melakukan pemulihan lingkungan di lokasi yang dirusak. Apalagi usaha tersebut, belum mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Pemerintah harus tegas. Ini juga belum ada AMDAL sebagai salah satu dokumen vital,”tegas Bruno Tolok.
Lanjutnya, AMDAL merupakan izin yang harus dimiliki semua perusahaan yang proses produksinya bersinggungan langsung dan mempengaruhi kelestarian lingkungan hidup.
“Pembukaan hutan Mangrove di Desa Merdeka berdampak pada anomali cuaca dan abrasi. Masyarakat pesisir terpinggirkan karena wilayah penghasilan hidupnya tergusur,” kata Bruno Tolok.
Kepala BLH Lembata, Irenius Suciadi yang dikonfirmasi terkait hal ini, belum memberikan jawaban.
//delegasi(hermen)