Kupang, Delegasi.com – Beberapa aliran keagamaan belakangan ini sudah mulai masuk ke wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dirilis pos kupang.com, masuknya beberapa aliran keagamaan di wilayah Provinsi NTT masih belum menganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Hal itu disampaikan Kasubdit Sosbud Dirintelkam Polda NTT, AKBP Kornelis Wayong, S.Sos dalam rapat koordinasi pengawasan aliran kepercayaan masyarakat (Pakem) di Aula Lopo Sasando, Kantor Kejati NTT, Jalan Polisi Militer, Kota Kupang, Selasa (28/8/2018).
Kornelis mengatakan, beberapa aliran kepercayaan itu telah masuk ke beberapa kabupaten yang ada di Provinsi NTT.
Masuknya beberapa aliran kepercayaan keagamaan tersebut mendapat penolakan yang mengancam kepada gangguan kamtibmas.
“Misalnya di Kota Kupang, ada kelompok Syiah. Permasalahannya adalah masyarakat menolak kehadiran mereka sehingga akan mengancam gangguan kamtibmas di situ.
Di kelurahan Bonipoi mereka melakukan aktifitas atau kegiatan di masjid tapi tidak diijinkan menyampaikan kotbah,” ungkap Kornelis.
Selain itu, ada aliran keagamaan yang biasa disebut sebagai Saksi-saksi Yehuwa.
Aliran ini berada di Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Menurutnya, Keberadaanya sudah legal sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
“Tapi di NTT mereka mendapatkan penolakan keras oleh 34 denominasi gereja di NTT karena bertentangan dengan ajaran Kristen,” jelasnya.
Kornelis menjelaskan, penolakan masyarakat terhadap aliran keagamaan saksi-saksi Yehuwe disertai dengan pernyataan sikap agar dapat mencabut keputusan Jaksa Agung.
Namun sampai dengan saat ini jawaban belum jelas, sehingga Kementrian Agama NTT baru menerima saksi-saksi Yehuwa dan baru didaftarkan pada tahun 2015.
Kornelis mengatakan, kehadiran aliran kepercayaan tersebut di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Sikka, dan Sumba Timur juga ditolah oleh masyarakat.
Namun penolakan yang dilakukan oleh masyarakat masih dalam tahap wajar-wajar saja dan tidak menganggu kamtibmas.
Kabupaten Lembata, tambah Kornelis, ada aliran kepercayaan Jemaat Muslimin Hisbullah, dan Jemaat Ahmadiyah.
Kehadiran kedua aliran kepercayaan itu juga mendapat penolakan dari umat muslim di Lembata.
Di Kabupaten Manggarai Barat, jelas Kornelis, ada aliran keagamaan Khilafatul Muslimin. Menurutnya, kehadiran aliran kepercayaan tersebut ditolak umat muslim dan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Mabar karena diduga memiliki kaitanya dengan ISIS dan mereka menggunakan sistem kilafah.
Aliran Agama lainnya, ungkap Kornelis, yakni Lembaga Dakwa Islam Indonesia (LDII).
Menurutnya, keberadaan aliran agama tersebut belum mendapat penolakan dari masyarakat.
“Namun perlu diwaspadai karena ajarannya dinyatakan sesat oleh MUI pusat sebagimana sesuai dengan keputusan musawara nasional ke VII MUI pusat,” jelasnya.
Kornelis menambahkan, di Kabupaten Alor ada aliran keagamaan Ahmadiyah yang mengundang penolakan oleh masyarakat setempat karena ajarannya bertentangan dengan alquran dan tidak mengakui adanya Nabi Muhammad dan menjanjikan nabi yang baru.
Kornelis mengatakan, meskipun banyak sekali aliran keagamaan yang masuk dan dikategorikan sebagai aliran sesat, namun para pengikut dan pengurusnya juga menjadi warga negara Indonesia.
Oleh karena itu, tugas pemerintah adalah bagaimana menjaga semua warga negara agar tetap hidup aman dan damai. //delegasi(pos kupang/ger)