Ende, Delegasi.com – Dalam keheningan, seratusan orang menunggu matahari terbit dari Puncak Danau Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Dalam kegelapan, mereka menatap ke arah timur.
Sejak pukul 05.00, puncak Kelimutu yang berada di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, sudah didatangi wisatawan, baik lokal maupun turis asing.
Saat itu, puluhan orang yang merupakan rombongan Jelajah Sepeda Flores ikut memburu mentari pagi.
Kami bergerak menuju puncak sejak pukul 04.45, dari lokasi kemah di kompleks Kantor Taman Nasional Kelimutu.
Hanya 15 menit perjalanan menggunakan mobil sampai lokasi parkir kendaraan.
Jika dari Ende, jaraknya sekitar 45 kilometer atau 13 kilometer dari Desa Moni.
Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati anak tangga dan jalan bebatuan.
Penerangan sepanjang jalan cukup memadai. Namun, perlu juga membawa senter untuk menerangi jalan mendekati puncak. Di sana, tidak ada lampu yang terpasang.
Jalanan menanjak di awal, kemudian mendatar dan kembali menanjak hingga puncak. Butuh 15 menit bagi saya untuk mencapai puncak. Cukup membuat ngos-ngosan.
Ketika tiba pukul 05.15 sudah ada puluhan wisatawan yang menunggu. Satu per satu turis datang menyusul.
Saat itu, langit sudah sedikit kemerahan. Bintang-bintang dan bulan masih bertengger di langit.
Udara relatif dingin. Jangan lupa bawa jaket. Bahkan, beberapa turis asing memakai jas hujan agar angin tak menembus hingga badan.
Lama kelamaan, langit semakin terang dengan berbagai warna. Siluet pegunungan terlihat saat matahari masih malu-malu terbit.
“Yyeeee…,” teriak para wisatawan ketika melihat matahari sedikit muncul dari balik pegunungan sekitar pukul 06.00.
Keheningan pecah menjadi sukacita. Tak sampai dua menit, bulatnya matahari terlihat utuh. Indahnya.
Para wisatawan mengabadikan momen tersebut. Tak sedikit turis yang berpasangan saling berpelukan sambil menikmati matahari terbit.
Tak hanya menikmati mentari pagi. Wisatawan juga bisa melihat dua danau dari lokasi puncak.
Ada tiga danau di puncak Kelimutu. Danau itu disebut Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda.
Uniknya, warna air danau tersebut berubah-ubah seiring waktu berjalan.
Beberapa pedagang menjajakan minuman hangat untuk menghagatkan tubuh. Pasalnya, semakin lama angin bertiup semakin kencang.
Ada pula hasil kerajinan ikat tenun yang ditawarkan para mama. Ikat tenun itu bisa dipakai untuk menghangatkan tubuh.
Setelah puas menikmati matahari terbit dan berfoto, kami kembali turun.
Kali ini, wisatawan bisa melihat ragam fauna yang tubuh seperti pinus, cemara. Suara burung menemani sepanjang perjalanan.//delegasi(kompas.com)