KUPANG, DELEGASI.COM– Pemerintah Provinsi NTT melalui Kepala Badan Aset, menyebut kejadian di Besipae Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) adalah penertiban Aset Pemprov NTT.
“Kamis 20 Oktober 2022, Pemprov melakukan penertiban pada sejumlah bangunan rumah di kawasan Besipae. Rumah yang ditempati warga itu merupakan bangunan yang dikerjakan Pemprov tahun 2020 lalu,” ujar Alex Lumba yang didampingi Plt.Sekda NTT, Johanna Lisapaly yang juga merupakan Kadis Peternakan Provinsi NTT, Kepala PUPR NTT, Maksi Nenabu dan Kepala Biro Hukum, kepada wartawan, Sabtu (22/20/2022) di Kupang.
Alex Lumba, menjelaskan bahwa pada tahun 2020 lewat kebijakan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat maka dibangunlah rumah bagi warga setempat. Rumah itu dibangun dan mengidentifikasi Okupan atau warga setempat agar menempati rumah tersebut.
Selain itu juga alasan pemerintah sampai membangun rumah adalah alasan kemanusiaan.
“Semua itu adalah warga negara Indonesia yang mempunyai hak dan kedudukan yang sama,” ujarnya.
Namun, kata dia, rumah itu enggan ditempati karena dianggap tidak layak. 37 kepala keluarga (KK) yang berada di tempat itu, di tahun 2020 disiapkan lahan sebagai tempat tinggal dan bekerja.
“Lahan itu disiapkan oleh Usif Nabuasa, Karena Usif Nabuasa merasa bahwa lokasi itu sudah diserahkan dan itu milik Pemerintah Provinsi. Jadi diserahkan untuk warga diluar lokasi itu,”sebutnya
Lanjut Alex, Seiring berjalan waktu, Pemprov NTT ingin laksanakan program-program pemberdayaan masyarakat bagi 5 desa tersebut, sehingga pada 2020 melaksanakan program tersebut dan sebelumnya sudah dilaksanakan sosialisasi terkait program pemerintah yang melibatkan masyarakat 5 desa tersebut.
Saat itu, masyarakat 5 desa tersebut, menerima untuk pemerintah laksanakan program dan menyertakan mereka. Pada saat timbulah aksi penolakan, protes dan demo yang dilakukan oleh 37 KK di lokasi dan kejadiannya juga sama seperti saat ini.
Terkait aksi protes yang dilakukan oleh warga besipae tersebut, Alex menegaskan, hal itu sama seperti kejadian pada tahun 2020 lalu. Dimana, pada aksi berlangsung itu mengedepankan perempuan dan anak.
“Pada saat proses pembangunan ini berjalan, alat-alat berat mulai bekerja, pola yang mereka pakai adalah sama seperti kejadian kali lalu dalam melakukan aksi protes. Mereka mengedepankan perempaun dan anak-anak. Ada buktinya pada saat eksavator jalan, perempuan dan anak-anak naik di atas eksa dan memaksa pihak operator untuk menjalankan eksa,” katanya.
Pemprov juga mengklaim bahwa hubungan dengan para Usif atau tokoh setempat sangat baik.
Dia mengaku, berbagai program yang dikerjakan Pemerintah juga turut melibatkan masyarakat. Namun, segelintir orang justru melakukan aksi berlawanan dan menolak pengembangan dilokasi tersebut.
“Maka atas perintah, badan aset kemudian melakukan penertiban maupun membongkar kembali rumah-rumah yang dibangun oleh pemerintah dan rumah masyarakat didalam tanah Pemerintah. Karena kita anggap itu bangunan liar dan ilegal,” jelasnya.
Penyerangan Tanah Tahun 1982
Menurut Alex, tahun 1982 ketika tanah itu serahkan maka sudah sah menjadi kepemilikan Pemprov, yang didukung dengan bukti kepemilikan.
Tanah diserahkan oleh Usif Nabuasa kepada pemerintah provinsi NTT pada tahun 1982. Saat itu dikeluarkan surat pernyataan penyerahan kawasan Besipae yang diserahkan Usif Nabuasa Meu dan Meo Besi beserta aparat pemerintahan lima desa di Kawasan tersebut.
“Kenapa itu diserahkan? karena ada kerjasama pemerintah Provinsi NTT saat itu dengan pemerintah Australia untuk pengembangan ternak sapi,” sebutnya.
Atas dasar kerjasama itu, lanjutnya, maka pada tahun 1983 dikeluarkan dokumen tentang lahan 3.780 hektare atas nama Dinas Peternakan Daerah Tingkat I NTT.
Selanjutnya, pada tanggal 30 Januari 1986 diterbitkan sertifikat hak pakai nomor 1 tahun 1986 seluas 3.780 hektare.
Namun dalam waktu berjalan sertifikat itu hilang sehingga tidak dapat ditelusuri.
Pada tanggal 28 Mei 2012 Tim Terpadu Penyelesaian Lokasi Pembibitan Ternak Sapi di Besipae sesuai surat Gubernur melakukan pengurusan sertifikat yang hilang di kantor pertanahan TTS.
“Pada tanggal 19 Maret 2013 terbit sertifikat pengganti” jelasnya. (*)