Hukrim  

BPN NTT : Lahan 3,78 Ha di Besipae Masih Berstatus Hak Pakai

Avatar photo
Tolak Penertiban - Tampani dan Manao sedang memegang tanah lalu mengajak anggota Satpol PP untuk melakukan sumpah makan tanah, Senin(17/2/2020 //Foto : Pos Kupang

KUPANG, DELEGASI.COM – Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak pernah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan Besipae. BPN hanya menerbitkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) duplikat (bukan sertifikat baru, red) sebagai pengganti sertifikat SHP Nomor 01/Desa Mio, tertanggal 29 Januari 1986 yang hilang.

Dengan demikian, status lahan sekitar 30.870 Hekta/Ha yang disengketakan itu masih berstatus Hak Pakai.

Demikian dikatakan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN), Jaconias Walalay, SH, MH melalui jawaban tertulis (wawancara tertulis, red) yang diterima tim media ini pada Jumat (29/5/20)  terkait sengketa lahan peternakan Besipae, TTS antara warga Besipae dan Pemprov NTT.

Menurut Kakanwil Walalay, diterbitkannya Sertifikat Hak Pakai (SHP) pengganti/duplikat pada tahun 2013 karena SHP tahun 1986 telah hilang. “Itu terjadi karena sertifikat yang lama, HP Nomor 1/Desa Mio, tertanggal 29 Januari 1986 hilang. Kemudian diterbitkan sertifikat pengganti karena hilang, yaitu SHP Nomor 1/Desa Mio, tertanggal 19 Maret 2013 atas nama Dinas Peternakan Provinsi NTT seluar 37.800.000 M2 (3,780 Ha),” jelasnya.

Penerbitan sertifikat pengganti/duplikat itu, papar Kakanwil, berdasarkan permohonan sertifikat pengganti karena hilang dari Pemprov NTT sesuai Laporan Kehilangan yang diterbitkan oleh Kepolisian Resort Kupang Kota tertanggal 19 Desember 2012 Nomor: KK/2461/XII/2012/SPKT Res Kot Kupang dan Pengumuman Sertifikat Pengganti karena hilang tertanggal 25 Januari 2013 Nomor: 36/7.53.02.300/1/2013 Nomor urut 1 dari Kantor Pertanahan Kabupaten TTS.

Kakanwil Walalay menjelaskan, diterbitkannya SHP Nomor 1/Desa Mio tahun 1986 oleh BPN, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I NTT Nomor: 1170/108/5/TTS/HPDJ/KADIT/84, tertanggal 2 Oktober 1984 dengan luas lahan/tanah sekitar 37.800.000 M2 (3,780 Ha).

Namun seiring waktu, SHP tahun 1986 tersebut hilang sehingga Pemprov NTT mengajukan permohonan penerbitan sertifikat pengganti/hilang.

Walalay juga memaparkan, berdasarkan dokumen yang diperoleh BPN, tidak pernah ada kontrak tanah antara masyarakat adat Besipae dengan Pemerintah Australia. “Yang ada kerjasama pengembangan peternakan antara Pemerintah Provinsi NTT dengan Pemerintah Australia yang kemudian menyepakati dengan nama kegiatan Nusa Tenggara Timur Livestoek Developmen Project (NTT-LDP) yang melibatkan pihan Undana Kupang,” tulisnya.

Setelah kegiatan NTT-LDP selesai, lanjutnya, Pemerintah Australia mengembalikan lahan tersebut kepada Pemprov NTT.  “Bukan kepada masyarakat adat Besipae dan tidak pernah ada perpanjangan kontrak,” tandasnya.

Seperti diberitakan berbagai media sebelumnya, terjadi sengketa kepemilikan lahan eks proyek NTT-LDP di Besipae antara warga setempat dan Pemprov NTT. Lahan ulayat tersebut dipakai Pemprov NTT untuk kerjasama dengan Pemerintah Australia pada masa Gubernur Ben Mboi dalam proyek NTT-LDP yang dimulai pada tahun 1986 dan berakhir pada tahun 2012 (sekitar 25 tahun, red).

Setelah kerjasama itu selesai, Pemprov ingin memperpanjang Hak Pakai atas lahan Besipae itu.

Namun warga setempat menolak perpanjangan penggunaan lahan tersebut oleh Pemprov NTT.

Warga melakukan protes dan demo beberapa kali untuk menuntut hak kepemilikan lahan tersebut dikembalikan kepada warga setempat.

Sengketa lahan tersebut berbuntut aksi telanjang dada mama-mama di Besipae yang memprotes Gubernur Laiskodat saat mendatangi lokasi tersebut pada tanggal 12 Mei 2020.

//delegasi (*/tim)

Komentar ANDA?