Cerita WNI Lihat Perubahan Sosial dan Kultur Arab Saudi

Avatar photo
Arab Saudi kini memiliki kafe anjing. Kafe bernama The Barking Lot itu memungkinkan pengunjung membawa hewan peliharaan saat menyeruput kopi. //Foto: Istimewa

SAUDI, DELEGASI.COM– Sekitar tiga tahun lalu, Tri Suci masih harus pergi ke toko komunitas warga Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, untuk bisa mendapatkan film terbaru Hollywood.

Sebab, bioskop dan layanan streaming film tidak tersedia di Arab Saudi.

Sudah tiga dekade Saudi melarang operasi bioskop dan peredaran film setelah sekitar tahun 1970-an kalangan konservatif negara kerajaan itu menutup tempat-tempat hiburan karena dinilai lebih banyak mudarat daripada manfaat.

Ilustrasi perempuan Arab Saudi. (FAYEZ NURELDINE / AFP)

 

Sejak diangkat menjadi putra mahkota, MbS menggaungkan rencana reformasi Arab Saudi hampir di semua sektor. Yang paling kentara adalah reformasi dalam bidang kultur dan sosial yang semakin bebas dan melonggarkan syariat Islam.

Beberapa bulan setelah pengangkatan MbS, Saudi mulai mengizinkan bioskop dan sejumlah tempat hiburan dibuka lagi.

Serangkaian pelonggaran aturan lainnya juga terus berlangsung hingga menjadikan Saudi terasa lebih “terbuka dan toleran”.

“Perubahan dari rencana reformasi Saudi terasa sekali bagi saya. Dulu tidak ada bioskop, (kalau mau nonton film) pakai kaset, atau salin-salin file aja yang dijual di toko Indonesia,” kata Suci, warga Indonesia yang sudah tinggal di Saudi selama 30 tahun saat bercerita kepada CNNIndonesia.com

Perempuan yang lahir di Saudi itu juga menuturkan cukup sulit mengunggah konten hiburan dari internet lantaran ada pembatasan dan pemblokiran, terutama terhadap film-film negara Barat.

Suci bercerita sebagai anak yang lahir di Saudi, ia cukup sulit mendapatkan hiburan. Ia mengaku tidak ada tempat hiburan selain pusat perbelanjaan. Salah satu tempat favorit warga Saudi liburan yaitu Laut Merah dan Thaif, kawasan dataran tinggi serupa dengan Puncak, Bogor.

“Dulu kami tuh tidak ada hiburan selain mal, paling di Saudi tempat hiburannya hanya (pergi ke) Laut Merah-main ayunan, motor-motoran, dan kumpul sama keluarga/teman. Kadang piknik ke Thaif dengan pemandangan gunung dan pasir, atau ke Madinah mengunjungi tempat bersejarah,” ujarnya.

Tak hanya bioskop, Suci menuturkan ruang geraknya sebagai perempuan di Saudi juga semakin luas dalam tiga tahun terakhir.

German Shepherds play together as their mask-clad owners (COVID-19 coronavirus pandemic precaution) sit by at the
Ilustrasi wanita Arab Saudi bersantai di kafe. (AFP/FAYEZ NURELDINE)

 

Setelah Saudi mencabut sistem wali pada Agustus 2019, Suci mengatakan ia dan perempuan lainnya boleh bepergian tanpa didampingi wali yang biasanya suami atau orang tua.

Perempuan, kata Suci, juga mulai diperbolehkan mengemudi kendaraan sendiri.

“Dulu kalau pergi ke mana-kemana harus diantar sama laki-laki sebagai wali. Biasanya saya didampingi bapak saya, ke mana-kemana selalu diantar. Sekarang semakin sini diperbolehkan untuk pergi sendiri,” kata Suci.

Meski begitu, Suci menegaskan perempuan masih tidak boleh berpergian bersama lawan jenis yang bukan muhrimnya.

“Kalau dicegat polisi dan ditanya KTP ternyata nama wali berbeda, perempuannya langsung dipanggil orang tua dan laki-lakinya disanksi,” ucapnya.

Selama setahun terakhir, Suci juga memaparkan bahwa perempuan di Jeddah sudah boleh tidak mengenakan abaya atau pakaian terusan panjang berwarna hitam.

Mantan staf kedutaan itu mengungkapkan saat ini perempuan juga boleh memakai celana.

“Sekarang kita (perempuan) sudah tidak apa-apa tidak pakai abaya di Jeddah. Sekaran juga boleh memakai celana ketika keluar rumah, nongkrong, bersepeda, yang penting tetap sopan,” ujar Suci.

Meski begitu, Suci mengatakan sejumlah pelonggaran itu hanya berlaku di Jeddah. Sejumlah kota seperti Riyadh dan dua kota suci, Madinah serta Mekah, masih menerapkan hukum syariat yang ketat, termasuk aturan berpakaian dan bersosialisasi.

 

//delegasi(CNN)

Komentar ANDA?