“Peti mati di masukkan ke dalam liang lahat. Ada puluhan peti mati berjejer dalam satu liang lahat raksasa. Semua peti itu berderet persis seperti tempat tidur barak militer”
Oleh Birgaldo Sinaga
Ratusan peti mati berselubung kain putih di arak ribuan orang di Kota Srilanka. Ribuan orang itu mengantar jenazah korban bom bunuh diri pada Minggu perayaan paskah.
Lagu misa Ave Maria mengalun sahdu. Menusuk jiwa para pelayat yang sedang berduka muram murung karena kehilangan orang tercinta. Anak, istri, suami, ayah, adik.
Peti mati di masukkan ke dalam liang lahat. Ada puluhan peti mati berjejer dalam satu liang lahat raksasa. Semua peti itu berderet persis seperti tempat tidur barak militer.
Upacara penguburan dipimpin seorang pastor. Suasana begitu pilu. Lagu Ave Maria itu mengiringi perpisahan.
“Dari debu kembali menjadi debu”, ucap pastor sambil melemparkan tanah ke peti mati. Lalu pelemparan tanah diikuti keluarga dan pelayat.
Seorang ayah tampak turun ke liang lahat. Ia berdiri di depan peti anaknya. Ia menangis sesunggukan. Menatapnya beberapa detik. Ia belum sanggup berpisah.
Tangisnya pecah.
Ia mendekati peti mati anaknya. Menundukkan kepalanya. Bersujud mencium peti jenazah anak kandungnya. Mencium untuk terakhir kali. Mengantar jiwa anak kandungnya ke Surga. Menemui Bapa Sang Pencipta.
Kerabatnya menarik laki2 berkaos kerah abu abu itu. Ia masih bertahan. Menciumnya dengan sesak dada yang membuncah. Kehilangan anak yang sangat dikasihinya. Anak yang didambakannya sekian lama. Kini pergi meninggalkannya. Direnggut dari gendongannya.
Air mata lelaki itu berhenti. Tangisnya berhenti. Ia bangkit berdiri. Menutup matanya. Bibirnya bergetar. Entah apa yang dibisikkannya. Lirih. Sebuah nama lirih terdengar. Nama anaknya.
Selamat jalan anakku..bisiknya. Bisik seorang ayah. Ayah yang akan menderita seumur hidupnya kelak. Meratapi hidupnya yang tanpa makna lagi. Kehilangan anak semata wayangnya.
Tetap kuat bapak.. Doaku dari jauh untukmu…
Salam penuh cinta