Dibutuhkan Payung Hukum yang Kuat Untuk PPDT

  • Bagikan
Kegiatan
Para pemateri sedang membawakan materi dalam kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) tentang penyusunan Background Paper RUU PPDT yang berlangsung di Aulah Rektorat Undana Kupang, Rabu(8/11/2017).//Ger Wisung

Kupang, Delegasi.com – Kendati sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDP) di Indonesia, sesungguhnya kedua payung hukum itu tidak cukup kuat bagi pengambil kebijakan untuk memfokuskan pembangunan di daerah tertinggal di Indonesia.

Oleh karena pembentukan Undang Undang (UU) PPDT adalah sebagai solusinya.

Demikian intisari Focus Grup Discussion (FGD)  tentang penyusunan Background Paper RUU PPDT yang berlangsung di Aulah Rektorat Undana Kupang, Rabu(8/11/2017). Kegiatan itu atas kerjasama Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendan (Undana) dengan Komite I  Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Ada tiga yang menjadi narasumber dalam kegiatan Focus Grup Discussion Komite I DPD RI yaitu Dr Jhon Kotan, Dr David Pandie dan Staf ahli Komite I DPD RI, Iwan Soelaiman Soelarsono.

Diskusi yang berlangsung sekiatar 2,5 jam itu dipandu oleh Dr.Jhon Tuba Hela sebagai moderator.

Dalam paparanya, Staf Ahli DPD RI Iwan Soelaiman Soelarsono menjelaskan strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal di Indonesia dimulai ketika Presiden Joko Widodo menetapkan Perpres Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Dalam Perpres tersebut, ditetapkan 122 Kabupaten sebagai Daerah Tertinggal. Perpres tersebut merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang PPDT.

 

Keberadaan PP dan Perpres sesungguhnya tidak cukup untuk melakukan PPDT di Indonesia. Terbukti saat ini program PPDT tidak berjalan massif. Dibutuhkan sebuah payung hukum dalam bentuk UU di masa mendatang. Mengingat, ada 122 Kabupaten tertinggal yang harus dientaskan sampai pada tahun 2019.

Prinsip kerja bersama dari Presiden Joko Widodo belum terwujud dalam PPDT. PPDT membutuhkan pendekatan khusus lintas sektor serta lintas Kementerian dan Lembaga yang akan melaksanakan program PPDT dengan dukungan anggaran yang besar

“Tanpa ada payung hukum dalam bentuk UU, RPJMN di bidang pengentasan daerah tertinggal akan sulit tercapai. Oleh karena itulah Komite I DPD RI mengambil inisiatif untuk menyusun RUU PPDT,” jelas Iwan

Sebagai Lembaga Negara Menurut Iwan, DPD dan DPR  sudah sepakat untuk menyusun RUU PPDT. Dan prosesnya sementara berjalan. Namun pihaknya membutuhkan masukan dari berbagai elemen masyarakat soal penyusunan bahan masukan RUU Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal tersebut.

Hari ini kita membahas penyusunan bahan tentang PPDT bersama pihak Undana, yang natinya menjadi referensi bagi DPD dan DPR untuk menyusun RUU tersebut,”jelas Iwan.

Dalam diskusi kali ini Iwan berharap agar konsepsi tentang quo vadis percepatan pembangunan daerah tertinggal bisa terumus dengan baik. Selain itu adanya masukan secara akademis mengenai urgensi usul dan jangkauan arah pengaturan  RUU Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan di daerah. //delegasi(ger/Juan pesau)

Komentar ANDA?

  • Bagikan