Kupang — Nasib bidan yang berstatus Pegawai Tidak tetap (PTT) di depalan Kabupaten se-NTT sedang resah. Pasalnya, status mereka telah ‘diamputasi’ oleh Dinas Kesehatan NTT. Modusnya, berkas administrasi perpanjangan kontrak mereka terlambat diteruskan ke Kementerian Kesehatan di Jakarta. Buntutnya, pelayanan kesehatan di sejumlah Pustu dan Puskesmas terabaikan. Warga pun menjadi korban.
“Kontrak kami sudah selesai per 1 Oktober 2014 lalu. Regulasinya, enam bulan sebelum masa kontrak berakhir, kami harus ajukan perpanjangan kontrak ke Kemenkes melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, selanjutnya ke Dinas Kesehatan Propinsi. Tapi berkas kami baru diteruskan oleh Dinkes Provinsi NTT ke Jakarta pada 8 Desember 2014. Karena keterlambatan itu, maka kontrak kami tidak diperpanjang. Karena itu, kami datang ke Komisi V DPRD NTT untuk membantu memperjuangkan nasib kami,” ungkap juru bicara para bidan PTT, Maria Ansekila kepada Komis V DPRD NTT, Kamis (22/1/2015).
Menurut dia, karena status kontrak mereka yang belum jelas, maka para bidan terpaksa mengesampingkan tugas pokoknya. Buntut dari itu, lanjut dia, gaji mereka sejak November hingga Desember belum dibayar. “Ada yang sempat dibayar gajinya tapi kemudian ditarik kembali. Kami minta Komisi V memfasilitasi masalah kami ini agar tidak mengganggu tugas pelayanan kami,” katanya.
Ia menjelaskan, para bidan PTT telah bertemu Kepala Dinas Kesehatan NTT untuk meminta penjelasan mengapa SK perpanjangan kontrak belum turun, ternyata jawaban Kadis Kesehatan NTT Stef Bria Seran, bahwa berkas mereka baru diusulkan ke Kemenkes pada 8 Desember 2014, padahal seharusnya diusulkan tiga bulan sebelum masa kontrak berakhir. “Alasan Dinas Kesehatan Provinsi NTT karena berkas kami terlambat diajukan ke Depkes, padahal kami sudah ajukan sejak bulan Juli melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/kota, lalu pada September diajukan ke Dinkes Provinsi. Jadi kami sudah ajukan sesuai aturan,” kata Maria, dan menyebutkan delapan kabupaten/kota itu adalah Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Kota Kupang, TTU, Belu, Flores Timur, Sikka, dan Manggarai.
Akibat ketidakpastian SK perpanjangan itu, para bidan meninggalkan tugas pokoknya. Akibatnya, warga menjadi kesulitan mendapat pelayanan kesehatan. Contoh kasus, di Oetete, Kabupaten Kupang, bayi harus meninggal dalam kandungan ibunya karena tidak ada bidan yang membantu melahirkan sehingga terpaksa meminta bantuan dukun bersalin. “Kami mohon Komisi V membantu kami karena kami dianggap terlambat memasukan berkas perpanjangan kontrak, padahal sudah diajukan sejak bulan Juli,” katanya.
Menanggapi keluhan itu, Ketua Komisi V, Winston Rondo, menyatakan prihatin terhadap kegalauan para bidan PTT yang adalah ujung tombak pelayanan kesehatan di desa-desa terpencil itu. Untuk itu, Komisi V siap memfasilitasi masalah ini dengan Dinas Kesehatan agar para bidan PTT itu bisa kembali bekerja seperti biasa, karena saat ini banyak penyakit dan wabah yang sedang terjadi seperti kasus gizi buruk, wabah diare, kasus kematian ibu dan anak, juga penyakit lainnya. “Kita akan panggil Kadis Kesehatan NTT untuk menjelaskan masalah ini agar segera ada solusi atas nasib para bisan PTT ini. Kita sudah kekurangan tenaga medis ko malah yang ada tidak diurus dengan baik. Yang susah nanti kan warga. Dinas Kesehatan harus bertanggung jawab,” kesal Wakil Ketua Komisi V, Kasmirus Kolo. “Kita minta Dinas Kesehatan harus memastikan bahwa perpanjangan kontrak para bidan PTT ini harus segera diperhatikan. Kalau tidak, anggaran yang sudah dialokasikan untuk Dinkes akan ditinjau kembali,” tambah anggota Komisi V, Yunus Takandewa.
Anggota komisi lainnya, Veronika Kotan, mengatakan, para bidan PTT adalah pejuang kesehatan yang tidak boleh ditelantarkan, apalagi para bidan ini adalah kaum perempuan. Karena itu, Dinkes NTT harus sesegera mungkin memproses ini dan tidak boleh lebih dari bulan Januari ini,” tegasnya. Hal senada juga ditegaskan anggota lainnya, Aleta Baun. Menurutnya, dari kasus para bidan PTT ini menunjukkan ada penipuan berjaringan di Dinas Kesehatan, dan tidak ada transparansi. “Ingat, banyak orang yang menangis di desa karena tidak ada pelayanan kesehatan dari para bidan. Saya minta agar sambil masalah ini diproses, para bidan bisa kembali bertugas seperti biasa,” saran Aleta. “Kami minta Dinas Kesehatan NTT segera selesaikan masalah ini agar ada kepastian, sehingga tidak menghambat pelayanan kesehatan di desa karena taruhannya adalah nyawa,” tambah anggota komisi lainnya, Anton Soares.
Ketua Komisi V, Winston Rondo, menambahkan, ada kelalaian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan NTT, sehingga direkomendasikan agar masalah ini segera dibereskan sehingga tidak merugikan pelayanan kesehatan pada Pustu dan Puskesmas di delapan kabupaten itu. “Kami minta juga kepastian dari Dinas Kesehatan NTT untuk memperhatikan gaji para bidan PTT yang tidak diterima tiga bulan terakhir,” katanya.
Sekretaris Dinas Kesehatan NTT, Klemens Kesule Hala, yang hadir dalam pertemuan itu menjelaskan, masalah ini sedang diproses untuk periode bulan April. “Kami minta para bidan PTT diminta bersabar dan segera ke Dinas Kesehatan untuk mengecek kelengkapan berkas agar tidak ada yang terlupakan.Kita akan proses secepatnya,” katanya, seraya membantah tudingan bahwa Dinkes NTT melakukan kelalaian terhadap nasib pada bidan PTT ini. (egi/web)