Atambua, Delegasi.com –Keputusan dua insan berlainan jenis untuk hidup bersama dalam maligai tentunya agar bahagia dan meneruskan keturunan.
Namun itu tak pernah dirasakan oleh Anisia Lese (34) warga Kampung Pegawai, Kelurahan Atambua, Kabupaten Belu.
Dirilis pos kupang.com, semenjak tujuh tahun lalu dia memutuskan untuk hidup bersama suaminya Yusak Bau Mali (YBM) dan tinggal bersama keluarga suaminya di satu rumah.
Kehidupan yang dijalaninya awalnya baik-baik saja namun lama kelamaan bak neraka. Dia seringkali dipukuli oleh suaminya, pun dikasari ipar atau kakak perempuan dari suaminya.
Meski demikian, Anisia tetap bertahan hingga di tahun kelima dan mereka menikah secara resmi di tahun 2015 bahkan telah memiliki dua orang anak.
Kejadian terakhir pada tanggal 17 Agustus 2017 dia dipukuli oleh suaminya tanpa alasan jelas namun itu dimaafkan. Sehari berikutnya yakni tanggal 18 Agustus, Anisia kembali mengalami perlakuan kasar dari kakak iparnya, Yeni Bau Mali (YBM) yang adalah seorang guru sekolah dasar di Atambua.
Kepada Pos Kupang di Mapolres Belu, Rabu (6/9/2017) sore, Anisia yang saat itu didampingi oleh keluarganya mengatakan, penganiayaan oleh kakak iparnya itu terjadi pada tanggal 18 Agustus 2017, sekitar pukul 17.30 wita sore.
Kala itu, kakak Iparnya YBM memukulnya sebanyak dua kali dan mengusirnya dari rumah tersebut.
Meski diperlakukan demikian, Anisia tetap tak mau pergi dan berusaha berbicara.
Saat itulah kakak iparnya menghampirinya dan meremas mulutnya sembari meminta dirinya agar tak boleh bicara di depan semua keluarga.
“Tanggal 17 saya dipukul suami tapi saya terima saja. Tanggal 18 kaka ipar saya pukul dan usir saya dari rumah tapi saya tidak mau jalan karena ada suami saya di rumah itu. Di ramas mulut saya katanya jangan bicara,” katanya.
Karena tak mau pergi dari rumah itu, lanjutnya, kakak iparnya menariknya keluar hingga dirinya terjatuh dan nyaris pingsan.
Meski mengalami penganiayaan itu, Anisia mengatakan suaminya hanya diam dan tak berusaha membantunya.
Dia lalu berusaha melarikan diri ke tetangga dan mendatangi keluarganya untuk melaporkan masalah itu kepada polisi.”Kami ini sudah tujuh tahun di rumah itu tinggal bersama. Dan selama itu pula selalu dianiaya. Sekarang saya lapor polisi biar diproses saja,” ujarnya.
Keluarga yang mendampingi Anisia yakni Pius Mau dan Martinus mengaku tidak puas atas perlakuan yang diterima anaknya.
Mereka meminta agar polisi segera menangkap pelaku yang adalah seorang guru SD di Tenu Bot-Atambua.
“Kami keluarga tidak puas. Karena ini kejadian sudah berulang kali. Sebelumnya juga dilaporkan ke polisi karena melakukan penganiayaan tapi ditarik lagi untuk urus damai pada Januari 2017,” tegas Pius Mau.
Pantauan Pos Kupang, korban diperiksa oleh salah satu penyidik Reskrim Polres Belu. Pemeriksaan terhadap korban berakhir sekitar pukul 14.30 wita yang ditandai dengan penandatanganan berita acara pemeriksaan (BAP).
Kepada Pos Kupang, penyidik Yoyok Biyantoro mengaku sudah memeriksa saksi dan pelaku.
Dari keterangan tersangka, lanjut Yoyok, tidak ada penganiayaan terhadap korban. Tersangka mengaku hanya menarik tangan korban tanpa memukulinya.
“Keterangan pelaku, tidak pukul tapi hanya tarik tangannya di ruang tamu,” ungkapnya.
Meski mengaku tak melakukan penganiayaan, lanjut Yoyok, penyidik tetap menetapkannya sebagai tersangka yakni melakukan tindak pidana ringan (tipiring) berdasarkan pasal 352 KUHP dengan ancaman hukuman tiga bulan penjara. “Pelaku sudah saya tetapkan sebagai tersangka. Ini hanya tipiring,” ujarnya.//delegasi(pos kupang.com)