Polkam  

Disorot 3 Fraksi DPRD NTT, Wagub Nae Soi Enggan Jelaskan Gagalnya Budidaya Kerapu dan TJPS

Avatar photo
Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi saat di wawancarai awak media usai rapat Paripurna DPRD NTT dengan agenda Pendapat Akhir Fraksi tentang Laporan Pertanggungjawaban Gubernur NTT Tahun 2020 pada Senin (28/6/21). //www.delegasi.com (Doc. AgusT)

KUPANG,DELEGASI.COM–Wakil Gubernur (Wagub) NTT, Josef Nae Soi enggan menanggapi sorotan tiga (3) fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT, yakni Fraksi PKB, PDIP dan PAN tentang gagalnya budidaya ikan kerapu di Labuhan Kelambu, Ngada dan program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) dalam rapat Paripurna DPRD NTT dengan agenda Pendapat Akhir Fraksi tentang Laporan Pertanggungjawaban Gubernur NTT Tahun 2020 pada Senin (28/6/21).

Wagub Nae Soi yang dimintai tanggapannya usai rapat paripurna tersebut enggan memberikan penjelasan tentang gagalnya budidaya 1 juta ekor ikan kerapu dengan total dana sekitar Rp 7,8 Milyar di Labuhan Kelambu (Waekulambu) dan program TJPS yang menghabiskan anggaran Rp 25 M namun hanya menghasilkan 412 ekor sapi.

“Memang saya yang tabur ikannya tapi saya tidak ikuti perkembangannya. Saya mau ke sana untuk cek. Tidak bagus kalau saya ngomong kalau tidak lihat. Kalau yang saya lihat sudah bagus. Saya mau pergi untuk lihat langsung. Kalau bisa secepatnya,” ujar Nai Soi menjawab pertanyaan tim media ini.

Saat dimintai tanggapannya tentang data hasil panen yang selalu berubah, Wagub Nae Soi juga enggan menjawabnya. “Saya tidak bisa jawab yang samar-samar. Saya jawab yang saya yakin dan saya tahu,” elaknya.

Wagub Nae Soi juga enggan memberikan tanggapan terkait sorotan fraksi-fraksi DPRD NTT terkait gagalnya program TJPS. “Begini, kalau yang teknis sebaiknya jangan tanya ke kami. Kami ini kan perencanaan koorporasi, perencanaan strategis,” ujarnya.

Nae Soi mempersilahkan wartawan untuk meminta penjelasan Kepala Dinas Pertanian NTT. “Kalau perencanaan dan pelaksanaan yang teknikal begitu, tolongi dengan kadis pertanian. Mereka lebih tahu alasannya bagaimana? Mengapa begini? Benihnya dari mana? Uangnya berapa? Saya kira mereka lebih tahu. Saya kan tidak bisa hafal satu-per satu,” ucapnya.

Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPRD NTT pada Senin (28/6/21), 3 Fraksi di DPRD NTT, yakni Fraksi PKB, Fraksi PDI-P, dan Fraksi PAN menyoroti proyek budidaya ikan kerapu di Teluk Waekulambu, Kecamatan Riung Kabupaten Ngada senilai Rp 7,8 Milyar yang dinilai gagal. Menurut ketiga Fraksi tersebut, sesuai fakta lapangan, proyek milyaran rupiah itu tidak memberi dampak ekonomi dan pemberdayaan bagi masyarakat setempat NTT sehingga perlu dievaluasi kembali.

Hal itu tertuang dalam pandangan Tiga Fraksi tersebut yang dibacakan pada Rapat Paripurna Pandangan Akhir Fraksi atas Rencana Anggaran Pendapatan Daerah (RAPD) Provinsi NTT Tahun 2021, Senin (28/06/2021).

“Bahwa usaha budidaya Ikan kerapu di Teluk Waekulambu, ada indikasi bahwa investasi bidang Perikanan dan Kelautan dengan dana sebesar Rp. 7,8 Milyar tersebut kemungkinan mengalami kerugian, sehingga tidak berdampak bagi peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat nelayan yang ada di sekitar kawasan Teluk Waekulambu. Kondisi ini mencerminkan kegagalan Pemerintah (Pemprov NTT, red) dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT dalam budidaya ikan kerapu. Pada hal program investasi di bidang Perikanan dan Kelautan tersebut sangat bagus bagi peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat,” bunyi Pandangan Fraksi PKB sebagaimana dibacakan Drs. Johanis Lakapu,Msi.

Untuk itu, lanjut Lakapu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa meminta perhatian Pemprov NTT, bila hendak melanjutkan program investasi tersebut, perlu melakukan terkajian intensif agar tidak lagi mengalami kerugian yang sama. Sekali lagi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengingatkan Pemerintah, bahwa hakekat dari investasi adalah “Tanam uang panen uang”, jangan “tanam uang panen masalah seperti ini. Bila indikasi kegagalan budidaya ikan kerapu tersebut benar terjadi, maka Pemerintah perlu melakukan peninjauan kembali terhadap kegiatan budidaya ikan kerapu yang selama ini menggunakan pola kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta (Offtaker),” tegasnya.

Lebih Lanjut, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan agar kegiatan budidaya kerapu dapat diubah dengan menggunakan pola pendampingan dari pemerintah terhadap masyarakat nelayan sebagai pegiat aktif dalam budidaya ikan kerapu, yang didampingi oleh tenaga teknis perikanan terlatih.

Sementara itu, Fraksi PDI-P NTT dalam pandangan akhirnya sebagaimana dibacakan Adoe Yuliana Elisabeth,S.Sos, mengingatkan Pemprov NTT agar hakekat investasi budidaya kerapu dan kakap di teluk Waekulambu perlu diperhatikan secara serius karena belum berdampak langsung pada peningkatan ekonomi masyarakat.

“Fraksi PDI-P meminta Pemprov NTT mengevaluasi sejauh mana prospek pendapatan daerah dan hasilnya untuk masyarakat dari total anggaran Rp 7,8 Milyar yang bersumber dari alokasi APBD murni Tahun Anggaran 2019 dan APBD perubahan Tahun Anggaran 2020. Karena setelah dipanen, hanya menghasilkan Rp 78,6 Juta. Dari Penjelasan diatas, Fraksi PDI Perjuangan menilai program ini tidak memenuhi unsur kepatuhan untuk dilanjutkan,” jelas Adoe.

Fraksi PDIP juga menyoroti tentang Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang mengabiskan fana hingga Rp 25 M tapi hanya menghasilkan 412 ekor sapi.

“Fraksi PDIP menilai bahwa konsep program ini belum optimal dampaknya terhadap kemanfaatannya bagi peningkatan ekonomi masyarakat,” tulis Fraksi PDIP.

Fraksi PDIP meminta Pemprov NTT untuk meninjau kembali program TJPS agar GG Okus pada program Tanam Jagung Panen Sapi. “Simulasi Rp 25 M anggaran tersebut jika dibeli bibit sapi dengan satuan harga Rp 5 juta/ekor maka akan menghasilkan 5.000 ekor sapi,” beber PDIP.

Hal senada juga disampaikan Fraksi PAN DPRD NTT dalam pandangan akhirnya yang dibacakan Syaiful Sengaji,ST. Menurut Fraksi PAN, pelaksanaan program-program ikan kerapu di teluk Wae Kelambu mengalami kerugian cukup signifikan. Fraksi PAN kembali mengingatkan Pemprov NTT untuk segera melakukan monitoring dan Evaluasi kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait sehingga tidak menimbulkan persoalan Hukum di kemudian hari.

//www.delegasi.com (*/tim)

Komentar ANDA?