Sosbud  

DPD RI dan Undana Gelar Diskusi Bahas RUU Pembangunan Daerah Tertinggal

Avatar photo
PPDT
Tanpa ada payung hukum dalam bentuk UU, RPJMN di bidang pengentasan daerah tertinggal akan sulit tercapai", Iwan Sulaiman Soelasrsono//foto Juan pesau

Kupang, Delegasi.com – Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) menggelar Focus Group Discussion (FGD), membahas tentang Rancangan Undang- Undang (RUU) percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Kegiatan diskusi yang digelar di Aula Rektorat Kampus Undana di Penfui, Kupang pada Rabu (8/11/2017) itu, mengambil tema “Penyususnan Bahan Tentang RUU Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal”. Nara sumber yang dihadirkan yakni, Staf Ahli Komite I DPD RI Iwan Sulaiman Soelasna, Pembantu Rektor I Undana David Pandie, Akademisi Undana John Kotan dan dimoderatori John Tuba Helan.

Staf Ahli Komite I DPD RI, Iwan Sulaiman Soelasna menjelaskan terkait ruang lingkup kerja Komite I DPD RI. Menurutnya, Komite I DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap melaksanakan fungsi legislasi dan fungsi pengawasan atas undang- undang yang berkaitan dengan otonomi daerah.

“Baik itu hubungan pusat dan daerah, serta pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah serta melaksanakan fungsi anggaran berupa penyampaian bahan masukan dalam rangka penyusunan pertimbangan atas rancangan undang- undang APBN,” jelasnya.

Menurut Iwan, tanpa ada payung hukum dalam bentuk UU, RPJMN di bidang pengentasan daerah tertinggal akan sulit tercapai.

“Oleh karena itulah Komite I DPD RI mengambil inisiatif untuk menyusun RUU PDTT,” katanya.

Dia menyampaikan, sasaran yang ingin diwujudkan dari RUU Percepatan Daerah tertinggal, yakni mengentaskan daerah tertinggal berdasarkan indikator daerah tertinggal yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu antara lain perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah.

“Mendorong terwujudnya pembangunan nasional yang terkoneksi, sinergi dan berkelanjutan sesuai dengan tujuan dan target SDGs atau Sustainable Development Goals,” tandasnya. Iwan menambahkan, hasil yang ingin dicapai dari FGD tersebut, yakni diharapkan terumuskannya konsepi tentang quo vadis percepatan pembangunan daerah tertinggal, serta terbangunnya kerja sama dengan kalangan akademik dalam menjalankan tugas dan kewenangan Komite I DPD RI. Pembantu Rektor I Undana, David Pandie mengatakan, diskusi yang dilakukan sangat menarik karena NTT merupakan provinsi yang memiliki kabupaten terbanyak yang masuk kategori daerah tertinggal.

Karena dari 22 kabupaten/ kota yang ada, sebanyak 18 kabupaten dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal. “Yang tidak termasuk kategori tertinggal yakni, Kota Kupang, Kabupaten Ngada, Sikka dan Flores Timur. Ini berbasis data dan fakta yang ada,” katanya. Tentu sebagai salah satu daerah tertinggal, lanjutnya, NTT masuk dalam dana afirmasi kebijakan internal untuk dilakukan sebuah kebijakan percepatan pembangunan. Karena itu, tidak hanya butuh satu upaya terencana tetapi harus memiliki dimensi percepatan akselerasi pembangunan.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa NTT memang semakin maju, tetapi tingkat kecepatan kemajuan kita ini berbeda, sehingga kita disebut tertinggal,” ujarnya.//delegasi(ger wisung /juan pesau

Komentar ANDA?