KUPANG. DELEGASI.COM – Dewan Perwakiilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT menilai realokasi dan refocussing Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTT Tahun Anggaran (TA) sebesar 35 % atau senilai Rp 810 Milyar untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 masih ‘mengambang’ alias tidak jelas peruntukannya dan tidak didukung oleh data-data yang akurat.
Demikian dikatakan Anggota DPRD NTT, Patris Lali Wolo kepada wartawan saat dimintai tanggapannya di kediamannya pada Minggu (17/5/20), terkait realokasi dan refocussing APBD NTT TA 2020 untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 di NTT.
Menurut Patris, realokasi dan refocussing anggaran tersebut didukung oleh DPRD NTT karena selain merupakan instruksi Pemerintah Pusat, juga untuk penanganan bencana kemanusiaan ini .
“Namun saat menjawab pertanyaan saya dalam teleconfrence rapat paripurna DPRD NTT pada Rabu (14/5/20) tentang rincian kegiatan dan besaran dana yang dialokasikan untuk setiap kegiatan, Pemprov tidak dapat menjawabnya secara baik, bahkan terkesan ‘mengambang’. Padahal harusnya sudah di-break down atau dijabarkan dalam rincian kegiatan dan alokasi anggaran. Masyarakat kita saat ini harus segera dibantu.
Jadi dana Rp 810 M tersebut harus segera digunakan untuk menolong masyarakat kita. Kalau konsepnya masih ‘mengambang’ kapan baru dapat dilaksanakan?” tandasnya.
Bendahara DPD PDIP NTT ini menjelaskan, pada prinsipnya DPRD NTT mendukung realokasi dan refocussing anggaran Rp 810 M tersebut untuk pencegahan Covid-19. “Sesuai penjelasan Pemprov NTT, realokasi dan refocussing APBD TA 2020 sebesar Rp 810 M tersebut, dialokasikan untuk 1). Bidang kesehatan, khususnya pencegahan dan penanganan Covid-19 sebesar Rp 100 M, 2). Jaring Pengaman Sosial (JPS) sebesar Rp 105 M, dan 3). Untuk pemberdayaan masyarakat terdampak Rp 605 M,” rincinya.
Namun dalam rapat tersebut, Pemprov NTT tidak menyertakan dengan data-data yang lengkap dan akurat menyangkut rincian kegiatan, serta rincian penggunaan dana selama ini.
“Kegiatan mana yang sudah dijalankan dengan besaran dananya berapa? Pemprov hanya menyebut alokasi dana itu untuk 3 kegiatan utama. Menjawab pertanyaan kami dalam rapat itu, Pak Sekda NTT hanya mengatakan lupa membawa rincian datanya,” ungkap Patris.
Pemprov NTT, lanjut Patris, seharusnya tidak boleh menjawab seenaknya seperti itu.
“Ini kan rapat dengan judul pembahasan anggaran Covid-19, tapi kok data-data itu tidak dibawa? Ada apa ini? Padahal Dewan perlu mendapat penjelasan yang lengkap tentang rincian dan alokasi anggaran Rp 810 M tersebut. Lalu dana yang telah dipakai selama ini oleh Pemprov NTT untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 berapa banyak? Tapi Pemprov tidak memberikan rinciannya sama sekali. Dalam penjelasan Pemprov kepada lembaga DPRD, hanya disebutkan nilai totalnya saja Rp 810 M. Padahal harus transparan sehingga tidak terkesan ditutup-tutupi atau disembunyikan,” kritiknya.
Harusnya, kata Patris – Legislator dengan perolehan suara terbanyak di DPRD NTT – Pemprov NTT dapat menjelaskan kepada DPRD NTT tentang realokasi dan refocussing APBD NTT secara transparan dengan disertai rincian kegiatan dan besaran alokasi dana dalam setiap kegiatan.
“Juga berapa besar dana yang telah digunakan Pemprov dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 sekitar 2 bulan terakhir ini. Bagaimana mekanisme/pola penyaluran bantuan dan skenario pasca Covid-19. Jadi penggunaan dana Rp 810 M tersebut menjadi jelas dan transparan,” tandasnya.
Yang saya cermati, lanjut Patris, Pemprov NTT malah mengklaim sejumlah kegiatan yang telah dialokir dalam APBD Murni TA 2020 sebagai bagian dari realokasi dan refocussing kegiatan pemberdayaan masyarakat terdampak Covid-19. “Misalnya saja kegiatan Tanam Jagung Panen Sapi dan kegiatan sumur bor. Kok diklaim sebagai program pemberdayaan masyarakat terdampak? Padahal kegiatan-kegiatan itu sudah ada dalam APBD Murni 2020 tapi diklaim sebagai bagian dari realokasi dan refocussing APBD. Ini menjadi tumpang tindih,” katanya.
Seharusnya, jelasnya, Pemprov NTT melakukan realokasi dan refocussing APBD secara proporsional sebesar Rp 35 % dari besaran APBD TA 2020.
“Realokasi dan refocussing APBD tersebut dilakukan dengan membatalkan sejumlah kegiatan yang tidak/kurang penting dalam APBD Murni 2020 dan dialihkan untuk pencegahan dan penanganan Covid-19, JPS dan pemberdayaan masyarakat terdampak. Bukan dengan mengklaim program dan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam APBD sebagai bagian dari realokasi dan refocussing APBD TA 2020. Itu tidak benar. Apa hubungannya sumur bor dan pemberdayaan masyarakat terdampak Covid-19?” ujarnya mengkritik.
Selain itu, paparnya, Pemprov NTT tidak memberikan rincian kegiatan dan besaran dana yang telah dipakai atau diserap selama 2 bulan terakhir kepada DPRD NTT.
“Misalnya kegiatan pengadaan reagen laboratorium untuk pemeriksaan PCR/Swab yang telah dilaksanakan. Tapi Pemprov tidak menjelaskan besaran dananya berapa? Rincian untuk JPS dan pemberdayaan masyarakat juga tidak ada sama sekali. Ini jadi semakin tidak jelas dan tidak transparan,” ungkap Patris.
Oleh karena, Patris meminta agar realokasi dan refocussing APBD TA 2020 sebesar Rp 810 M itu segera di-breakdown (dijabarkan/dirincikan, red) dalam kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan dan penanganan Covid-19.
“Pandemi ini sudah berlangsung 2 bulan, tapi mengapa belum di-break down? Itu harus segera dilakukan. Kalau bisa secepatnya karena saat ini masyarakat terdampak Covid-19 diseluruh NTT sudah sangat membutuhkan bantuan pemerintah,” tegasnya.
Anggota Dewan, lanjutnya, juga perlu mendapat penjelasan dan rincian kegiatan disertai dengan data-data yang akurat agar pihaknya juga dapat menjelaskan ketika masyarakat mempertanyakan kepada anggota Dewan. “Sehingga kami juga bisa menjelaskannya dengan baik. Data penerima bantuan juga harus akurat agar tidak terjadi tumpang tindih bantuan antara bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemprov, Pemkab/Pemkot. Ini sesuai dengan Surat Edaran KPK Nomor 11 Tahun 2020,” papar Patris.
Anggota Fraksi PDIP DPRD NTT dari Dapil Sikka, Ende, Nagekeo dan Ngada ini juga mengkritik penjelasan Pemprov NTT tentang asalan keterlambatan penyaluran karena masih menunggu data penerima bantuan dari Pemerintah Pusat.
“Yang punya masyarakat itu kan pemerintah daereh, kok masih menunggu pengiriman data dari Pemerintah Pusat? Data itu kan sebenarnya berasal dan dikirim oleh Pemerintah Daerah. Sehingga Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui kondisi ekonomi masyarakatnya. Siapa-siapa warganya yang pantas dibantu? Harusnya pendataan itu sudah dilaksanakan sejak awal, bukan malah menyalahkan dan melempar tanggungjawab kepada Pemerintah Pusat,” tandas Patris.
//delegasi(*/tim)