Polkam  

DPRD NTT Pertanyakan Penyaluran Ribuan Ton Beras dari Dana JPS Covid-19 Rp 105 M

Avatar photo

KUPANG, DELEGASI.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT mempertanyakan penyaluran ribuan ton beras yang dibiayai dari dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) Covid-19 senilai Rp 105 Milyar.

Padahal Komisi V DPRD NTT dan Badan Anggaran (Banggar) telah merekomendasikan penyaluran seluruh dana Rp 105 Milyar tersebut dalam bentuk tunai senilai Rp 500 ribu per KK.

Namun dalam pelaksanaannya, Pemprov NTT melalui PT. Flobamor menyalurkan bantuan dalam bentuk beras Rp 30 kg dan uang tunai Rp 150 ribu per Kepala Keluarga (KK).

Demikian dikatakan Anggota DPRD NTT dari Fraksi PDIP, Patril Lali Wolo menanggapi adanya penyaluran dana Covid-19 Rp 105 Milyar berupa beras 30 kg dan uang tunai Rp 150 ribu per KK yang dilakukan Dinas Sosial NTT pada Senin (24/8/20).

“Komisi V DPRD NTT telah merekomendasikan penyaluran dana JPS Covid-19 dalam bentuk uang tunai Rp 500 per KK. Hal itu juga telah disepakati Dewan dan Pemprov dalam rapat Banggar. Tapi mengapa kesepakatan itu berubah dalam pelaksanaannya? Yang terjadi, Pemprov menyalurkan bantuan JPS Covid-19 dalam bentuk beras 30 kg dan uang tunai Rp 150 ribu.

Politisi yang akrab disapa PLW mengungkapkan, perubahan kebijakan penyaluran dana JPS tersebut tanpa melalui persetujuan lembaga DPRD NTT.

 

“Saya heran, kenapa Pemprov tidak mengindahkan rekomendasi dan kesepakatan bersama? Kog bisa begitu yah? Ada apa ini?” tanya PLW yang juga Bendaraha DPD PDIP NTT.

Menurutnya, masyarakat NTT yang terdampak Covid-19 tidak mengalami krisis pangan, tapi krisis kesehatan dan daya beli.

“Masih juga ada kebutuhan lain seperti siswa belajar secara online sehingga harus membeli pulsa . Sehingga bantuan yang dberikan harus dalam bentuk uang tunai, bukan beras sebagaimana yang dilakukan Pemprov melalui PT. Flobamor,” kritiknya.

Karena itu, lanjut PLW, DPRD NTT melalui Komisi V yang membidang Kesra merekomendasikan agar penyaluran dana JPS bagi warga terdampak Covid-19 dilakukan dalam bentuk tunai.

“Agar uang Rp 500 ribu per KK dengan total nilai Rp 105 Milyar tersebut bisa berputar di masyarakat NTT. Ironisnya, pengadaan bantuan beras tahap I untuk 95. 000 KK dari dana JPS didatangkan semuanya dari Makasar, Sulawesi Selatan,” bebernya.
Politisi PDIP asal Dapil 4 NTT (Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka) ini meminta agar pemerintah mengkaji ulang pengadaan beras untuk penyaluran tahap kedua.

“Jika semua beras tetap didatangkan dari luar, tentunya akan terjadi capital flight yang sangat besar untuk membeli ribuan ton beras. Karena itu, kita minta agar Pemerintah NTT mengkaji ulang pengadaan beras untuk kepentingan bantuan JPS. Jadi tidak semua didatangkan dari luar NTT, tapi membeli beras dari petani lokal di NTT. Karena itu harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh terkait pelaksanaan bantuan JPS tersebut,” tandas Patris.

Walau penyaluran bantuan JPS sudah dilakukan, kata Patris, namun hingga saat ini DPRD NTT belum mendapat laporan resmi dari pemerintah.

“Lembaga dewan sangat membutuhkan penjelasan secara detail dari Pemprov terkait alasan penyaluran bantuan JPS menggunakan skema beras dan uang tunai. Juga soal mekanisme penyaluran dan persoalan yang terjadi di lapangan,” tegas legislator peraih suara terbanyak di DPRD NTT.

Patris Lali Wolo membeberkan, Dinas Sosial NTT sedang melakukan penyaluran bantuan beras untuk masyarakat terdampak covid-19 dari JPS.

“Bantuan disalurkan dalam dua tahap, yakni Agustus dan September. Penyaluran tahap pertama untuk 77.524 KK dari total keseluruhan penerima bantuan ini sebanyak 95.000 KK,” jelasnya.

Sesuai penjelasan Kepala Dinas Sosial NTT, Jamaludin Ahmad, kata Patris, bantuan JPS sudah mulai disalurkan pada 14 Agustus 2020.

“Di mulai dari Kelurahan Alak dan Fatufeto, Kota Kupang. Total penyaluran beras di dua kelurahan ini sebanyak 35.160 kg. Beras yang disalurkan merupakan beras premium yang didatangkan dari Makasar. Dalam penyaluran beras tersebut, Dinas Sosial NTT bekerjasama dengan PT. Flobamor, perusahaan daerah milik Pemerintah NTT,” paparnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kroni-kroni yang mengaku sebagai ‘orang dekat’ Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) diduga bakal melaksanakan proyek pengadaan dan distribusi bantuan Sembako (sembilan bahan pokok) yang berasal dari dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) sekitar Rp 105 Milyar.

Hal itu diungkapkan sumber yang sangat layak dipercaya (yang juga salah satu orang dekat Gubernur VBL, red) kepada tim media ini Minggu (21/6/20) terkait penandatanganan persetujuan penyaluran bantuan sembako dari dana JPS Pemprov NTT senilai Rp 105 Milyar.
Menurutnya, tak lama setelah Gubernur VBL menandatangani persetujuan penyaluran bantuan sembako itu, oknum-oknum yang dikenal sebagai kroni-kroni alias ‘orang dekat’ Gubernur VBL langsung membentuk tim untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran Sembako tersebut.

“Oknum-oknum ini dekat dengan Gubernur VBL, namun mereka memanfaatkan kedekatan itu untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Proyek itu harusnya dilaksanakan oleh Dinas Sosial NTT tapi diduga dibuat sedemikian rupa agar oknum-oknum tersebut yang akan melaksanakan kegiatan pengadaan dan distribusi Sembako senilai Rp 105 Milyar itu,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya.

Segelintir oknum tersebut, ungkapnya, antara lain terdiri atas : pengusaha (RK), direksi perusahaan daerah (HD), anak kepala dinas (RA), dan beberapa pihak lain seperti mantan finalis puteri Indonesia (CW) dan Dw yang tak jelas kapasitasnya. “Mereka itu siapa? Kok mau ngatur-ngatur pengadaan barang pemerintah?“ kritiknya.
Untuk memuluskan rencana mereka, katanya, kroni-kroni disekitar Gubernur VBL itu telah melakukan berbagai persiapan.

“Mereka telah melakukan rapat dan membagi-bagi tugas mulai dari persiapan, pengadaan, hingga distribusi sembako. Bahkan diduga, karung berlogo Pemprov NTT sudah dicetak pengusaha RK,” ungkap sumber yang juga dikenal ‘dekat’ dengan Gubernur VBL.

Ia sangat menyayangkan tindakan dari segelintir oknum tersebut yang akan merusak citra dan nama baik dari Gubernur VBL.

“Oknum-oknum ini terlalu serakah, mereka masih tidak puas proyek-proyek yang mereka kerjakan selama ini. Sehingga dana kemanusiaan pun mereka upayakan dengan berbagai cara untuk dapat dilaksanakan oleh mereka. Kasihan, yang rusak adalah citra dan nama baik Gubernur,” ujarnya.

Ia menjelaskan, sesuai Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020, khususnya butir keempat, Presiden mengintruksikan kepada semua jajaran pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanganan Covid-19 dengan melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sementara itu, dalam rapat Banggar di Ruang Kelimutu DPRD NTT beberapa waktu lalu, Sekda NTT Ben Polo Maing mengatakan bahwa Pemprov telah membatalkan penyaluran bantuan natura dari dana JPS Covid-19 Rp 105 Milyar.

Semula direncanakan, bantuan JPS Covid-19 dalam bentuk natura senilai Rp 350 ribu dan uang tunai Rp 150 ribu.

Namun skenario itu dibatalkan dan bantuan JPS Covid-19 diberikan dalam bentuk tunai sebesar Rp 500 ribu per KK.

//delegasi (*/tim)

Komentar ANDA?