KUPANG, DELEGASI.COM – Eksekusi lahan sengketa di Dusun II, Desa Taloetan, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur ( NTT) pekan lalu berbuntut panjang. Sebanyak 21 rumah warga dibakar massa, sejumlahah kendaraan warga ikut dibakar,Bahan ternak piaraan warga pun dibunuh, Minggu (28/3) siang hingga malam.
Penyerangan dan pembakaran ini merupakan buntut dari keributan saat eksekusi pekan lalu. Pihak penggugat, Paulus Teba, mendapat informasi bahwa para tergugat masih mendiami lokasi yang sudah dieksekusi dengan membangun tenda untuk tinggal sementara.
Pendukung Paulus langsung ke lokasi dan mengusir para tergugat. Saat pengusiran terjadi pertengkaran dan perlawanan dari tergugat. Dalam kejadian itu, beberapa kendaraan milik para tergugat dirusak massa pendukung penggugat.
Tergugat melakukan aksi balasan dengan cara menyerang dan membakar salah satu rumah. Dalam kejadian tersebut massa juga melakukan pembakaran dan pengrusakan terhadap kendaraan. Satu unit sepeda motor dibakar dan empat lainnya dirusak.
Bahkan, salah satu Pendeta Pendeta gereja GMIT Gibeon Bone, Pdt. Erna Ratu Eda Fanggidae, S.Th diancam dan nyaris dihabisi.
Berdasarkan putusan majelis hakim, eksekusi pun dilakukan pada Jumat (26/3/2021). 10 rumah warga yang menjadi tergugat digusur. Namun anehnya, kata dia, lima rumah yang di luar objek yang disengketakan juga turut digusur.
“Amar putusan yang dibacakan panitera waktu eksekusi, 10 rumah yang digusur, bukan 15,” ujarnya kepada wartawan saat menggelar konferensi pers, Kamis (1/4/2021).
Meski demikian, warga tak melakukan perlawanan apapun saat eksekusi. Warga yang tergusur pun memilih membangun tenda darurat di luar objek sengketa itu.
Sebagai pemimpin di desa itu, pada Minggu 28 Maret 2021, ia bersama seorang pendeta dari Jakarta mengunjungi dan membawa bantuan bagi warga yang rumahnya digusur.
Setelah menmberi bantuan, mereka pun berdoa bersama. Tak lama kemudian, tiba-tiba datanglah sekelompok massa yang membawa senjata tajam melakukan penyerangan di lokasi itu. Beberapa kendaraan warga termasuk pendeta pun dirusaki dan dibakar massa.
“Kerusuhan pun tidak dapat dielakan. Kami akhirnya lari ke hutan di belakang rumah darurat yang dibangun warga. Sementara sekelompok pemuda tidak dikenal itu makin beringas,” katanya.
Selang beberapa saat kades dan beberapa orang bersamanya keluar dari persembunyian dan mengambil sepeda motor yang sudah rusak kemudian dititipkan di rumah warga terdekat
Ia kemudian kembali ke rumah melihat istri anaknya. Tidak lama berselang, ada sebuah mobil warna kuning membawa sekelompok pemuda tak dikenal dengan membawa busur, panah dan sejata tajam lainnya menuju rumahnya.
Melihat itu, ia mengajak istri anaknya masuk ke hutan menyelamatkan diri. Dari tempat persembunyian itu, ia melihat asal mengepul. Massa yang diduga preman bayaran itu membakar ludes rumahnya.
“Beruntung saya bersama keluarga segera lari ke hutan, jika tidak kami pasti dibunuh,” tandasnya.
“Tidak tahu apa kesalahan saya, saya bukan penggugat, juga bukan tergugat, tugas saya hanya melayani warga yang oleh mereka saya mendapat jabatan ini.
Saya tidak pernah dididik untuk membalas jahat dengan jahat,” ujar Yusak menitikan air mata.
Yusak menyayangkan pemberitaan di beberapa media yang menyebutkan bahwa dia yang memimpin massa untuk melakukan pembakaran rumah warga.
“Saya tegaskan bahwa pemberitaan itu tidak benar. Apakah logis saya pimpin orang untuk bakar rumah saya? Saya bahkan tidak bisa keluar dari persembunyian sampai malam dan saya langsung menuju Kupang selamatkan diri,” tegasnya.
Menurut dia, 21 rumah warga yang dibakar ini jauh dari objek sengketa.
“Ini benar-benar tidakan kriminal. Saat eksekusi lahan, semua berjalan lancar dibawa pengawalan polisi. Kenapa tiba-tiba ada penyerangan? Siapa otak di balik kasus ini? Polisi harus tegas,” katanya.
Dia menjelaskan, aksi tidak berperikemanusiaan itu mengakibatkan 14 rumah hangus terbakar, 7 rumah rusak berat dan belasan ternak warga dibunuh para pelaku.
Dia berharap polisi bertindak profesional dalam menangani kasus pengrusakan dan pembakaran rumah warga.
Kapolsek Kupang Barat Iptu Sadikin melakukan pendekatan dan mediasi. Sebanyak 44 orang dari pihak tergugat dan penggugat diamankan. Mereka difasilitasi untuk menyelesaikan persoalan ini.
Tergugat dan penggugat juga telah membuat penyataan di atas meterai tidak akan melakukan perbuatan melawan hukum. Penyataan ini disaksikan Paulus Teba dan perwakilan tergugat.
Situasi dinyatakan sudah kondusif pada Senin (29/3). Polres Kupang memberikan ruang kepada kedua belah pihak, baik tergugat maupun penggugat, untuk membuat laporan pengaduan sesuai sesuai proses hukum yang berlaku, jika merasa dirugikan.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Oelamasi Kupang melakukan eksekusi tanah seluas 5 hektare dan bangunan serta aset lainnya, Jumat (26/3). Eksekusi ini diwarnai keributan, karena adanya penyerangan dari pihak tergugat.
Polisi terpaksa mengamankan tiga orang warga yang melakukan perlawanan masing-masing Arwadi Mnir (23), James Jabi (27), dan Yunus Jabi (20). Ketiganya merupakan warga RT 07/RW 04 Desa Taloetan, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang.
Eksekusi lahan sengketa seluas 5 hektare ini berlangsung di Dusun II, Desa Taloetan, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang terkait perkara perdata Nomor: 24/PdtG/2018/PN Olm antara Paulus Tabah selaku penggugat /terbanding/termohon kasasi/pemohon eksekusi dengan Nahor Bana Dkk selaku tergugat/pembanding/pemohon kasasi / termohon eksekusi. Secara keseluruhan bangunan yang dieksekusi di lahan sebanyak 15 bangunan berupa rumah tinggal serta puluhan pohon dan tanaman.
//delegasi(*/PK)