Franz Magnis: Pancasila Berarti Pengorbanan

Avatar photo
KWI
Pakar etika dan filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia bertajuk Revitalisasi Pancasila yang diselenggarakan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) di Unika Atma Jaya Jakarta, Sabtu (12/8/2017).(KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)

Jakarta, Delegasi.com – Pakar etika dan filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Franz Magnis Suseno, menjadi salah satu pembicara dalam Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia “Revitalisasi Pancasila” yang digelar Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), seperti dirilis kompas.com, Sabtu (12/8/2017).

Dalam konferensi itu, Franz Magnis menyebut bahwa Pancasila bisa dipahami sebagai pengorbanan seseorang terhadap individu lain. Menurut dia, yang tersirat dalam Pancasila adalah kesediaan untuk saling menerima satu sama lain.

“Bahwa semua mengakui identitas kekhasan masing-masing komunitas di dalam bangsa majemuk. Tidak ada yang mengatakan semua harus seperti kami,” ujar Franz Magnis di Gedung Unika Atma Jaya Jakarta.

Sebagai contoh, menurut Magnis, mayoritas penduduk di Indonesia beragama Muslim. Namun, umat Muslim memberikan kesempatan yang sama bagi umat beragama lain untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.

Franz Magnis, meminta umat Katolik di Indonesia dapat menjalankan hal yang sama. Umat Katolik perlu meneruskan hubungan positif dengan agama lain, khususnya terhadap umat Muslim.

Franz Magnis meminta umat Katolik mampu bersikap dengan baik,  menghormati umat beragama lain dan tidak terlalu bersifat fundamentalisme.

“Menerima dalam perbedaan itu yang sangat penting. Perlu membangun komunikasi di semua level dengan agama lain, sehingga muncul kebersamaan,” kata Magnis.

Serukan Revitalisasi Pancasila

Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) menggelar Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia, Sabtu (12/8/2017) di Aula Unika Atmajaya dengan tema “Revitalisasi Pancasila“.
“Umat Katolik Indonesia mempertegas bahwa para pendiri bangsa dengan sangat tepat dan benar telah mewariskan Pancasila kepada bangsa Indonesia,” ujar Ketua Panitia Muliawan Margadana dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu.

“Hanya Pancasila yang dapat menjadi dasar negara dan falsafah kehidupan bangsa Indonesia yang sangat multikultur,” tambah Muliawan.

Muliawan mengatakan, KWI melihat pertentangan antara nilai mayoritas dan minoritas, antara Muslim dan non-Muslim, intoleransi, radikalisme, pendukung dan menolak Pancasila tidak hanya memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran.

Di sisi lain, menurut Muliawan, segala pertentangan itu mengingatkan kembali atas perjanjian luhur bangsa Indonesia yang harus selalu dipelihara dan dijaga.

Bangsa ini digugah, dibangunkan, dan disadarkan dengan adanya ancaman disintegrasi yang amat serius yang dihadapi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Muliawan mengatakan, konferensi ini merupakan keputusan strategis Gereja Katolik Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Konferensi ini menjadi sikap tegas umat Katolik Indonesia untuk mendorong implementasi nilai-nilai Pancasila kepada seluruh masyarakat, bangsa dan warga negara Indonesia.

Umat Katolik menilai Pancasila harus dikembalikan lagi sebagai falsafah hidup bangsa, sehingga sebagai satu bangsa harus saling menjaga, memupuk, dan menumbuhkan Pancasila.
“Sesuai moto yang diucapkan oleh uskup pribumi pertama yaitu Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Mgr Albertus Soegijapranata SJ yang mengatakan, 100 persen umat Katolik, 100 persen warga negara Indonesia,” kata Muliawan.
Konferesi Nasional ini dibuka Sekretaris Jenderal Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Mgr Antonius Subianto Bunyamin dan akan ditutup Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr Vincentius Sensi Potokota, Pr.

Selain itu, konferensi ini dihadiri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Riacudu, serta Menteri Komunikasi dan Informatika  Rudiantara. //delegasi(kompas/hermen)

Komentar ANDA?