Polkam  

Gubernur Laiskodat Marah, Sejenak Suasana Sidang DPRD NTT Hening

Avatar photo

KUPANG, DELEGASI.COM – Suasana sidang Paripurna DPRD NTT sejenak hening, ketika Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat marah dan mengancam Fraksi Demokrat Solidarita Pembangunan NTT untuk mengambil langkah hukum saat berpidato di depan Sidang DPRD NTT, Rabu (8/7/2020).

Rupanya kemarahan Gubernur Laiskodat itu dipicu pembacaan Pendapat Akhir Fraksi Demokrat Solidarita Pembangunan NTT yang oleh Gubernur Laiskodat dianggap menuding Pemprov NTT melakukan korupsi

 

Dalam pidatonya dengan nada tinggi dan disertai ancaman itu, Gubernur Viktor Laiskodat mendesak Fraksi Demokrat Solidaritas, Pembangunan DPRD NTT untuk membuktikan oknum siapa yang melakukan korupsi di jajaran pemerintahan provinsi NTT.

“Khusus dalam pemerintahan saya, jika ada yang korupsi, tunjuk di muka saya, jangan baca di podium ini lalu tidak ada nama orang itu, kasih ke saya. Kalau dalam satu minggu ini tidak sebutkan nama, saya akan pertimbangkan untuk mengambil langah hukum,” sebut Gubernur Laiskodat.

Rapat Paripurna itu dipimpin oleh Ketua DPRD Provinsi NTT, Ir. Emiliana J. Nomleni didampingi Wakil Ketua, Dr. Inche Sayuna, Christ Mboeik, dan Aloisius Ladi dengan agenda penyampaian pendapat akhir fraksi atas laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi NTT tahun 2019.

Gubernur Laiskodat menegaskan, jika dalam pemerintahannya diketahui ada aparat yang bermain-main maka akan ditindak tegas, asalkan dugaan yang disampaikan benar-benar didukung dengan bukti yang akurat, jangan pakai asumsi.

“ Jangan pakai asumsi dan menduga duga. Saya minta saudara Sekda untuk mempersiapkan langah-langah lain jika tidak disebutkan siapa orangnya. Saya minta semua yang ada dalam forum ini jika ada dugaan dimana-mana ada yang main proyek maka perlu dievaluasi apalagi ada penyuapan seperti yang disampaikan tadi,” ujar Gubernur.

Gubernur Laiskodat mengatakan, tidak boleh dalam semangat kebersamaan lalu mengeluarkan tuduhan tanpa ada bukti-bukti hukum.

“Sebagai seorang politisi saya menyadari hal itu. Dan saya berdiri hari ini, saya tidak akan pernah korupsi, saya datang untuk membangun NTT.  Jadi jika ada aparatur yang melakukan korupsi, silahkan bawa namanya, saya akan pecat sekarang. Kalau mau cari uang, saya tidak datang di NTT, saya datang untuk membangun provinsi ini,” tegas Gubernur Laiskodat yang membuat suasana di ruang sidang utama DPRD NTT itu menjadi hening seketika.

Melalui juru bicara Fraksi Demokrat Solidaritas, Pembangunan DPRD Provinsi NTT, dr. Christian Widodo dalam pendapat akhir fraksi menyoroti realisasi belanja langsung yang hanya mencapai 85,52 persen, belanja barang dan jasa hanya mencapai 88,59 persen dan belanja modal hanya 80,37 persen

“Kami mendesak Pemerintah lebih serius merealisasikan belanja barang dan jasa serta belanja modal karena indikator output maupun outcome-nya bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat,” sebut Christian.

Dikatakan, berulang kali Pemerintah berdalih rendahnya realisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal disebabkan karena keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan; dan sebagai solusinya Pemerintah berulang kali sesumbar tanpa beban bahwa akan mempercepat tahap penandatanganan kontrak pekerjaan-pekexjaan konstruksi di awal tahun anggaran.

“Tetapi faktanya, realisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal selalu di bawah 90% sehingga terpaksa dilanjutkan ke tahun anggaran berikut melalui mekanisme DPAL (Dokumen Pelaksana Anggaran Lanjutan). Sulit dibantah pula fakta bahwa keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan-pekezjaan konstruksi juga disebabkan karena yang bersangkutan memenangkan (dimenangkan) beberapa pekerjaan sekaligus yang melampaui kemampuannya. Kami meminta Pemerintah benarbenar memperhatikan dan mencermati apek kemampuan pihak ketiga dalam penentuan pemenang pekerjaan-pekerjaan pemerintah,” ujar politisi Partai Solidarita Indonesia ini.

Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan juga menyoroti SILPA yang cukup besar, yang mencapai Rp 282,629 M lebih (2018: Rp.212,794 M lebih).

“Silpa ini sesungguhnya menggambarkan kekurangcermatan dalam perencanaan dan pelaksanaan yang berujung kegagalan realisasi sejumlah item Belanja Daerah, terutama dari sisi belanja langsung maupun belanja modal,” ujarnya.

// delegasi( */tim)

Komentar ANDA?