OPINI  

Harmoni di Tengah Pusaran Adat-Peradaban Timor

Avatar photo
Para usif dan Meo Naek (Panglima Besar) Timor dari Sonaf Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor meletakkan tangan di atas pasangan Benny K Harman-Benny A Litelnoni (Harmoni) saat upacara membakar lilin menuju NTT-1 periode 2018-2023 di Sonaf Teflopo Kupang, Minggu (10/6). (ANTARA Foto/Laurensius Molan)

Kami hanya mau meminta restu kepada leluhur dan nenek moyang Tanah Timor agar lilin yang sedang menyala ini jangan sampai padam di tengah jalan. Kami optimistis tanggal 27 Juni 2018 merupakan hari yang penuh harmoni bagi pasangan Harmoni,”  Benny K.Harman.

Oleh: Laurens Molan

 

Kupang, Delegasi.com – Dalam banyak perspektif, orang sering memaknai adat sebagai gagasan kebudayaan yang terdiri dari norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.

Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.

Berdasarkan sejumlah literatur, kata adat baru digunakan di Indonesia sekitar abad ke-19.

Sebelumnya, kata adat ini, hanya dikenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan budaya dengan agama Islam pada abad 15, sebagaimana terekam dalam UU Negeri Melayu.

Sedang, peradaban merujuk pada suatu masyarakat yang kompleks seperti dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain.

Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah budaya yang populer dalam kalangan akademis, dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai seni, adat istiadat, kebiasaan, dan nilai dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat.

Peradaban adalah sekumpulan konsep tentang kehidupan. Peradaban bisa berupa peradaban spiritual maupun peradaban buatan manusia.

Peradaban spiritual lahir dari sebuah aqidah (dasar ideologi), seperti peradaban Islam yang lahir dari Aqidah Islamiyah, sedang peradaban buatan manusia bisa lahir dari sebuah aqidah, seperti peradaban kapitalisme Barat, yang merupakan sekumpulan konsep tentang kehidupan yang muncul dari aqidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).

Para usif dan Meo Naek (Panglima Besar) Timor dari Sonaf Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor meletakkan tangan di atas pasangan Benny K Harman-Benny A Litelnoni (Harmoni) saat upacara membakar lilin menuju NTT-1 periode 2018-2023 di Sonaf Teflopo Kupang, Minggu (10/6). (ANTARA Foto/Laurensius Molan)

Peradaban buatan manusia bisa pula tidak lahir dari sebuah aqidah, semisal peradaban Shinto, Yunani, Babilonia, dan Mesir Kuno. Peradaban-peradaban tersebut sekedar merupakan sekumpulan konsep yang disepakati oleh satu atau beberapa bangsa.

Kondisi inilah yang tampaknya dihayati dan direnungkan dengan benar oleh pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur periode 2018-2023, Benny K Harman-Benny A Litelnoni.

Pasangan calon dengan simbol politik Harmoni ini bersepakat masuk ke Sonaf (Istana Raja) Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor pada Minggu (10/6/2018) malam di wilayah kekuasaan Nai Jabi Uf Amabi Matinus Amabi, hanya sekadar untuk membakar lilin, memohon restu dari nenek moyang Tanah Timor agar lilin yang sedang menyala itu, jangan sampai padam di tengah jalan.

Benny K Harman dan Benny Litelnoni merasa seakan mendapat sebuah kekuatan spritual yang mendalam, yang belum pernah mereka rasakan selama ini saat masuk ke Sonaf Teflopo di tengah taburan lilin dan cahaya bulan yang terus menyinari Kota Kupang pada malam itu.

Dalam pandangannya, Lilin merupakan sumber utama dari segala kebijakan untuk mensejahterakan rakyat, serta membawa terang untuk masyarakat Nusa Tenggara Timur yang sebagian besar masih hidup di bawah naungan kegelapan dan keterpencilan.

“Kami hanya mau meminta restu kepada leluhur dan nenek moyang Tanah Timor agar lilin yang sedang menyala ini jangan sampai padam di tengah jalan. Kami optimistis tanggal 27 Juni 2018 merupakan hari yang penuh harmoni bagi pasangan Harmoni,” kata Benny Harman.

Dalam pandangan budayawan Prof Dr Felysianus Sanga, upacara Nyala Lilin menuju NTT-1 2018-2023 yang dilakonkan oleh dua orang pendekar NTT, Benny K Harman-Benny A Litelnoni pasti akan mendapat restu dari nenek moyang dan leluhur Tanah Timor.

Para usif dan Meo Naek (Panglima Besar) Timor dari Sonaf Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor meletakkan tangan di atas pasangan Benny K Harman-Benny A Litelnoni (Harmoni) saat upacara membakar lilin menuju NTT-1 periode 2018-2023 di Sonaf Teflopo Kupang, Minggu (10/6). (ANTARA Foto/Laurensius Molan)

“Mereka ikut menyaksikan meski tidak kita lihat. Kedua pendekar ini kelak menjadi payung bagi kita semua. Mereka datang dengan penuh kerendahan hati untuk memohon kepada leluhur dan nenek moyang Tanah Timor di Sonaf ini,” katanya.

Dalam perspektif adat dan peradaban, lilin tampaknya menjadi simbol yang sarat makna sehingga dilukiskan sebagai penerangan jalan menuju tempat pemungutan suara (TPS) pada 27 Juni 2018 bagi seluruh rakyat NTT untuk memilih pemimpinnya.

Jangan padam
Karena itu, adat dan peradaban harus terus dijaga karena memiliki kekuatan yang maha dahsyat.

“Kami sangat merasakan nuansa ini ketika pertama kali masuk di Sonaf Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor ini,” tambah Benny Harman.

“Kita boleh berbeda dalam segala hal, tetapi perbedaan tersebut harus kita jaga, agar kemajemukan yang kita nikmati ini menjadi sebuah untaian mutiara yang tetap indah dan terus melekat di hati sanubari kita sampai kapan pun jua,” katanya menambahkan.

Meo Naek (Panglima Besar) An Bi Pah Timor Yoseph Ariyanto Ludoni Teflopo menyadari bahwa lilin merupakan harta kekayaan yang dimiliki masyarakat Pulau Timor, sehingga menjadi magnet bagi bangsa Eropa untuk memburunya lewat lebah-lebah madu dalam misi dagang pada saat itu.

“Bangsa Eropa datang ke Pulau Timor bukan untuk mencari kayu cendana, tetapi mencari lebah madu untuk membuat lilin seperti yang sedang kita nikmati di Sonaf saat ini,” katanya.

“Tanpa mengurangi rasa hormat pada pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT yang lain, saya melihat dan merasakan bahwa pasangan Harmoni merupakan dua pribadi yang sangat rendah hati yang pantas dan layak untuk memimpin NTT lima tahun ke depan,” ujarnya.

Para usif dan Meo Naek (Panglima Besar) Timor dari Sonaf Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor meletakkan tangan di atas pasangan Benny K Harman-Benny A Litelnoni (Harmoni) saat upacara membakar lilin menuju NTT-1 periode 2018-2023 di Sonaf Teflopo Kupang, Minggu (10/6). (ANTARA Foto/Laurensius Molan)

Kerendahan hati seorang pemimpin menjadi faktor penyeimbang saat menunjukkan keberaniannya.

Tanpa kerendahan hati, maka keberanian seorang pemimpin cenderung akan menjadi sikap yang angkuh dan sombong.

Lucinda Everet dalam Courageous Leader mengemukakan beberapa karakter untuk menjadi sosok pemimpin yang berani, yakni authenticity, persistence, bravery, humility, vitality dancuriosity.

Pemimpin yang authenticity, harus dapat menyampaikan kebenaran dengan sungguh-sungguh tentang dirinya dan juga situasi yang tengah dihadapinya, sehingga mampu membantunya saat menghadapi situasi ataupun kondisi yang menuntut keberaniannya.

Pemimpin yang persistence, harus tekun dan optimal dalam menjalankan setiap tugas dan aktivitasnya untuk menjaga organisasi yang dipimpinnya, sedang pemimpin yang bravery, lebih menekankan pada unsur keberanian dalam melakukan sesuatu yang memang perlu untuk dikerjakan tanpa rasa takut dan khawatir.

Pemimpin yang berani harus menghilangkan perasaan-perasaan yang dapat menghambat keinginannya untuk meraih tujuan yang diharapkannya, namun perlu mempertimbangkan risiko-risiko yang kelak dapat dihadapinya, karena tampaknya tak mudah untuk mempertanggungjawabkan hal-hal yang dapat timbul karena keberanian yang tak terkendali.

Pemimpin yang humility, menuntut kerendahan hati seorang pemimpin.

Tanpa adanya kerendahan hati, maka keberanian pemimpin cenderung akan menjadi sikap angkuh dan sombong.

Karena itu, seorang pemimpin perlu mawas diri saat berada di puncak kepemimpinannya.

Dan, karakter pemimpin yang berani, menurut Lucinda Everet, harus memiliki vitalitas (vitality) yang optimal dalam memimpin agar menjadi sumber semangat dan menjadikannya sebagai sosok yang memiliki antusias.

Pasangan Harmoni (Benny K Harman-Benny A Litelnoni) saat mengenakan pakaian kebesaran Timor yang disematkan Nai Jabi Uf Amabi Martinus Amabi di Sonaf Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor, Minggu (10/6) pada acara nyalakan lilin menuju NTT-1 periode 2018-2023. (ANTARA Foto/Laurensius Molan)

 

 

Keberanian pemimpin yang coriosity perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk mencari tahu hal-hal apa yang akan diperjuankannya, karena keberanian tidak berarti tanpa pertimbangan yang tepat dan matang.

Tanpa adanya pengetahuan dan keingintahuan pemimpin maka keberanian yang akan disampaikan menjadi sia-sia dan tanpa makna.

Oleh karena itu, pemimpin yang berani haruslah memiliki kemampuan untuk dapat mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi.

Rasa ingin tahu yang kuat akan mampu memberikannya kesiapan untuk menghadapi setiap situasi.

Kini, pasangan Harmoni (Benny K Harman-Benny Litelnoni) sudah dalam pusaran adat dan peradaban Timor untuk mendapat dukungan dan restu dari para leluhur dan nenek moyang Tanah Timor, dengan harapan agar lilin yang dinyalakan di Sonaf Tob Atolan Funtabaunok An Bi Pah Timor jangan sampai padam di tengah jalan.//delegasi(antara)

 

Komentar ANDA?