KUPANG, DELEGASI.COM – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Hilda Riwu Kore-Manafe akan memperjuangkan nasib guru honore di Kota Kupang agar bisa diakomodir dari biaya APBN.
Pernyataan itu disampikan Hilde saat pertemuan dengan ratusan guru honorer di Aula Rumah Jabatan Wali Kota Kupang, kamis (27/8/2020). Pertemuan tersebut dipandu langsung tenaga ahli DPD RI, Winston Neil Rondo.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Forum Guru Honorer Kota Kupang Saka Nenosaban mengatakan bahwa Hilda Riwu Kore-Manafe telah memperjuangkan NUPTK bagi 1.000 guru di Kota Kupang, sehingga dari perjuangan tersebut para guru bisa menikmati gaji dari APBN, karena pembayaran gaji bagi guru honorer dari dana BOS telah dirubah regulasinya dengan terbitnya Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS.
Dalam Permendikbud tersebut, disebutkan bahwa guru non ASN (guru honorer) dapat dibayar honornya jika memiliki NUPTK.
”Perjuangan mama Hilda telah dirasakan oleh sebagian besar guru di Kota Kupang, terimakasih untuk perjuangannya, sekalipun baru menjabat tapi langsung action,”. Ujar Saka.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang, Okto Naitboho, Winston Rondo selaku moderator memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi ratusan tenaga kependidikan dan guru honorer untuk menyampaikan unek-unek dan keluh kesah mereka.
Kris Salau, guru honorer di SDI Sikumana 2 mengatakan, sampai detik ini banyak pergumulan guru honorer yang belum terjawab.
Aspirasi demi aspirasi hanya bermuara sampai di meja dewan, tanpa ada realisasi. “Jika tanya tentang kesejahteraan, jelas guru honorer tidak sejahtera.
Tapi karena cinta dan peduli dengan masa depan anak bangsa, ada yang bisa eksis sampai 28 tahun,” ujar pria yang sudah mengabdi selama 5 tahun sebagai guru honorer.
Kris berharap, mimpi guru honorer untuk diangkat menjadi PNS, khususnya mereka yang sudah lama mengabdi, hendaknya ada batasan waktu.
Jika tidak, sampai kapan pun, impian itu tak akan pernah terjawab.
“Istilah pahlawan tanpa tanda jasa, bagi kami itu hanya semacam pemanis di bibir. Di satu sisi kami bangga jadi guru, tapi di sisi lain kehidupan kami sungguh memprihatinkan,” katanya.
Menurut Kris, tanggungjawab guru honorer di sekolah tidak jauh berbeda dengan guru PNS.
Bahkan mereka diperlakukan seperti pembantu dan dianggap tidak layak untuk duduk bersama dengan guru-guru PNS.
Ruang lingkup kerja mereka terlalu besar, namun tidak setara dengan upah yang diterima.
“Kami harap mama Hilda ikut merasakan apa yang kami rasakan. Dan kami bangga, mama sudah berbuat untuk memperhatikan nasib guru honorer,” kata Kris.
Sementara Meri Letelai, guru honorer di SMPN 6 Kota Kupang, mengaku, para guru honorer K2 (Kategori Dua) yang sudah lama mengabdi, kini menanti dalam ketidakpastian untuk diangkat menjadi PNS.
Mirisnya, guru-guru honorer hampir sama sekali tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, kecuali dana BOS. Pada akhirnya mereka hanya bisa menonton ketika masyarakat menikmati bantuan seperti PKH dan bantuan lainnya.
“Mungkin orang berpikir gaji guru honorer itu besar, sehingga terkadang kami dianggap sepeleh,” ungkap Meri seraya menginformasikan lebih lanjut soal bantuan sosial Covid-19 dari Pemerintah Kota Kupang yang hingga hari ini belum diterima oleh tenaga kependidikan dan guru honorer.
Teresia Agustina Oliva, guru honorer di TK Sta. Maria Goreti Kupang, juga berharap agar guru honorer K2 bisa segera diangkat menjadi PNS.
Sebab hanya dengan itulah, nasib mereka bisa menjadi lebih baik.
“Kami harap mama Hilda bisa menjadi perpanjangan kata dan kalimat kami ini kepada pemerintah pusat,” kata wanita yang sudah mengabdi sebagai guru honorer sejak tahun 1992 itu.
Selanjutnya, Jusuf Daniel Pah, tenaga administrasi di SDI Lasiana, mengaku sudah mengabdi selama 4 tahun 10 bulan dan belum masuk K2.
Dia berterimakasih kepada Senator Hilda Riwu Kore yang ikut memperjuangkan nasib guru-guru honorer di Kota Kupang untuk mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
“Saya adalah salah satu guru honorer yang baru dapat NUPTK. Terima kasih mama untuk dukungan dan bantuannya. Kami juga berharap agar dana insentif dari Pemkot Kupang tetap ada dan tidak berhenti pada senior-senior kami,” katanya.
Jusuf juga mengaku belum paham soal perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Menurutnya, saat wacana perekrutan P3K gencar dibicarakan dua tahun lalu, hal itu menjadi angin segar bagi tenaga honor.
Namun, informasi yang mereka dengar menyebutkan bahwa Kota Kupang tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membiayai P3K.
“Kalau media P3K belum sampai ke Kota Kupang, maka kami akan terus jadi penonton. Kami mohon dukungan mama Senator agar sekiranya proses ini bisa berlangsung di Kota Kupang. Kalau honorer K2 bisa diangkat jadi PNS lewat jalur ini, artinya kami yang belum K2 bisa menanti dalam kepastian,” katanya.
Yulmi Selan, guru honorer SMPN 5 Kota Kupang yang sudah mengabdi selama 20 tahun juga mengisahkan pengalaman pahitnya.
Dia mengaku lulus tes CPNS di tahun 2013, namun namanya kemudian hilang saat pemberkasan. “Semua upaya sudah saya tempuh, tapi hasilnya tidak ada. Mama, tolong titipkan suara saya ini ke pusat agar teman-teman tidak mengalami hal seperti yang saya alami,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Yulmi juga menyinggung soal pemberian dana insentif oleh Pemkot Kupang kepada guru honorer.
Dia berharap pemberian dana insentif hendaknya memperhatikan juga lamanya masa kerja. Yulmi juga menyinggung soal inkonsistensi pemerintah dan sekolah dalam perekrutan guru honorer yang baru.
“Pemerintah bilang tidak boleh terima guru honorer baru, faktanya tetap terima. Otomatis berdampak kepada kami honorer yang sudah tua karena sebagian gaji kami yang bersumber dari dana BOS pasti dipotong dan dibagikan ke mereka,” ungkapnya.
Selain kelima guru honorer dan tenaga kependidikan di atas, ada beberapa guru honorer lainnya yang juga menyampaikan aspirasi mereka kepada Senator Hilda Riwu Kore.
Salah satunya adalah Egberia Bengu, guru honor di SDI Osmok yang mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada Senator Hilda Riwu Kore sambil menangis.
“Saya ucapkan terima kasih kepada mama Hilda yang sudah memperjuangkan kami untuk mendapat NUPTK. Saya menanti UNPTK cukup lama dan baru terbit di tahun 2020. Saya percaya, suara hati yang sudah disampaikan teman-teman pasti akan diperjuangkan mama. Dengan dukungan doa, pasti Tuhan akan buka jalan bagi kami,” katanya.
Ungkapan terima kasih kepada Hilda Riwu Kore juga disampaikan Kabid Dikdas, Okto Naitboho.
Menurutnya, pada awal tahun 2020 terbit Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS. Dalam Permendikbud tersebut, disebutkan bahwa guru non ASN (guru honorer) dapat dibayar honornya jika memiliki NUPTK.
Saat divalidasi, guru honor di Kota Kupang per Juni 2020 sebanyak 2.048 orang. Dari jumlah tersebut, yang memiliki NUPTK kurang lebih 30 persen.
“Saat kita audiens dengan ibu Hilda, kita titipkan pergumulan besar ini. Sebulan kemudian Permendikbud Nomor 8 direvisi dengan Permendikbud Nomor 19/2020. Jadi kami ucapkan terimakasih karena berkat perjuangan ibu Hilda, teman-teman yang belum punya NUPTK juga bisa dapat menikmati biaya APBN melalui dana BOS,” ungkapnya.
Menanggapi keluh kesah yang disampaikan para guru honorer, Senator Hilda Riwu Kore mengatakan, penyelesaian pergumulan guru honorer di negeri ini memang tidak mudah. Namun sebagai utusan daerah, juga sebagai seorang ibu, dia akan berusaha memperjuangkan itu semua sehingga pergumulan guru honorer bisa teratasi.
“Dalam meeting dengan Menteri, Dirjen dan pejabat-pejabat yang lain, saya selalu bilang daerah kami butuh perhatian yang serius. Daerah kami di bagian timur harus diperhatikan sama seperti daerah lainnya di bagian barat,” kata Hilda yang juga adalah istri Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore.
“Aspirasi yang bapa mama sampaikan memberikan semangat bagi saya untuk memperjuangkannya. Ini betul-betul beban yang berat, tapi akan terus saya perjuangkan dalam paripurna di komite III, juga dalam meeting dengan menteri. Saya yakin Tuhan pasti dengar. Seperti apa hasil pertemuan dengan menteri, saya akan sampaikan kepada bapa mama,” sambung Hilda.
Hilda mengaku terharu karena beberapa perjuangannya bersama rekan-rekan di DPD dan DPR untuk kepentingan tenaga kependidikan dan guru honorer bisa terjawab. Salah satunya adalah terkait dengan revisi Permendikbud Nomor 8/2020.
“Puji Tuhan karena bapa mama punya pergumulan boleh terjawab. Banyak hal yang kita perjuangkan, sampai saya lupa kalau pergumulan itu sudah terjawab. Saya juga kaget saat diberi tahu kalau apa yang diperjuangkan itu akhirnya terjawab. Aspirasi bapa mama hari ini sudah saya catat. Tolong beri datanya dan siapkan surat pengantar dari walikota. Saya akan berjuang,” tandasnya.
Terkait hal-hal yang menjadi kewenangan Pemkot Kupang, Hilda mengaku akan menginformasikan langsung kepada Wali Kota Kupang sehingga pergumulan guru honorer bisa secepatnya diselesaikan.
“Mengenai bantuan covid bagi guru honor, habis pertemuan ini saya akan ketemu pak walikota. Jadi kita selesaikan hal yang cepat untuk selesaikan. Mama bapa harus berdoa supaya semua pergumulan cepat terjawab,” ungkapnya.
//delegasi (*/tim)