MAUMERE, DELEGASI.COM Memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara RI ke 76, sekelompok Pemuda Sikka melakukan pengibaran Bendera Merah Putih di Situs Budaya Kewa Wolot Edo Eo Keo, Selasa(17/8/2021)
Upacara memperingati HUT RI di situs budaya tersebut digerak oleh Tokoh Muda Kewa Gunung, Fernando Stevenson yang juga seorang anggota pada Satuan Brigade Mobil Polres Sikka, bersama beberapa pemuda dari berbagai ethnis di Sikka.
Upacara Pengibaran Bendera didahului dengan melakukan upacara adat dalam suasana merah putih sebagai ijin kepada leluhur untuk melakukan acara pengibaran bendera. Selanjutnya mengadakan pengibaran dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan renungan singkat.
Hadir pada kesempatan tersebut masyarakat sekitar Hewokloang dan Seusina dan beberapa tokoh muda Desa Hewokloang sebagai tempat dimana lokasi tersebut berada.
“Kami memilih lokasi ini dengan maksud memberikan makna bahwa NKRI tidak bisa digoyang dan kami sangat peduli dengan adat dan tradisi leluhur. Bukit situs sejarah ini terkenal sebagai situs sejarah dari Lepo Kewa Wolot yang berdasarkan ceritra nenek moyang jika gempa terjadi tempat ini tidak pernah sekalipun bergoyang. Hal itu dibuktikan saat kejadian gempa dasyat di Sikka Tahun 1992, tempat ini tidak terasa ada gempa,” kata Fernando Stevenson yang biasa disapa Moa Nando.
“Kami pemuda buat ini untuk menjadi contoh bahwa masih ada pemuda yang peduli akan adat dan tradisi dan menekuni dengan serius, sehingga warisan budaya tidak hilang karena perkembangan jaman. Dan momen Kibar Bendera ini menjadi sejarah bahwa kami Cinta NKRI dengan melestarikan adat dan budaya Sikka karena kami Peduli Budaya Sikka”.
Nando juga sempat melantunkan syair adat tentang lokasi tersebut:
“Kewa uta r’amut gawan, Au hei wali r’amut wali, Au ledung r’amut ha, henu boru lau Siam Sina Malaka, naha pikut no alu lean newan beta wera ha.
(Tanah Kewa Gunung banyak akar, akarnya tidak berkesudahan sampai ke daerah Siam, Cina dan Malaka patah satu tumbuh seribu.
NKRI sangat berurat akar bagi kami dan tak akan goyah karena berurat akar dalam sanubari seluruh penduduk di Bumi Pertiwi ini)
Pada kesempatan yang sama tokoh muda Hewokloang sekaligus anggota BPD Desa Hewokloang, Wendel menyampaikan usulan agar pemerintah memperhatikan situs budaya tersebut yang sudah seharusnya di revitalisasi untuk mengenang sejarah terbentuknya masyarakat suku Kewa, dari gunung sampai pesisir pantai serta Heo dan Kewokloang.
Karena tiga menurutnya kampung ini berasal dari satu darah yakni turunan Seu, Sina, Hale dan Reuk yang berasal dari Hindia Belakang dan turunan leluhur ini yang bernama Lega Gete adalah penguasa ulayat terbesar di Kecamatan Kewapante dan Hewokloang. Nando menimpali informasi ini dengan sapaan adat
“Au Lega Gete, Kuasa Reta Ilin Daa Lau Tahi, Let Wai Ara Wawat Bao Bedur, Boru Lau tahi Loran yang artinya Saya Lega Gete Berkuasa dari Gunung sampai pantai, Timur Waiara, Barat Bao Bedur (daerah sekitar eks pasar geliting) sampai ke laut lepas”
Philipus Sulvance Ikson dan Nong Susar mengharapkan acara semacam ini dan moment-moment acara adat pemuda harus sering dilibatkan oleh tua-tua adat dan pemerintah agar warisan adat dan budaya tidak hilang di jaman modern ini.
//delegasi(FL)