KUPANG, DELEGASI.COM – Ikatan Daerah Apoteker Indonesia NTT menghimbau apoteker di NTT harus bertanggung jawab dan patuhi standar hukum dalam melakukan praktek farmasi, termasuk penjualan obat harus sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi(HET).
Himbauan itu disampaikan Ketua Pengurus Ikatan Daerah Apoteker Indonesia NTT, Farma El Lefiyana Pallo,S,Si,M,Sc terkait
Praktek penjualan obat di NTT yang melebihi HET
“Saya menghimbau kepada para apoteker di NTT dan distributor obat untuk melakukan praktek kefarmasian secara bertanggungjawab, artinya melakukan praktek secara legal dan mematuhi stantar-standar pelayanan sesuai ketentuan hukum yang ada”. Ungkap Lefiyana Pallo kepada wartawan di Kupang, Sabtu(7/8/2021).
Menurutnya, di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang saat ini semakin meningkat penularannya, sudah tentu masyarakat sangat membutuhkan obat-obatan yang sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, maka sebagai apoteker harus benar-benar bekerja sesuai dengan SOP dan berlandaskan hukum.
Lefiyana Pallo juga berharap agar peningkatan kompetensi kefarmasian dalam melayani masyarakat di tengah gempuran Covid-19 di NTT menjadi hal mutlak, demi mendukung dan menekan angka penyebaran virus yang mematikan saat ini.
“Tingkatkan kompetensi kefarmasian, sehingga kehadiran kita itu nyata sebagai sumbangsi yang jelas kepada masyarakat agar benar-benar mendapat pelayanan yang baik, memudahkan mereka dalam membutuhkan obat-obatan, agar mereka dapat keluar dari penularan Covid-2019”. Harap Lefiyana Pallo.
Himbauan Ketua Pengurus Ikatan Daerah Apoteker Indonesia NTT, Farma El Lefiyana Pallo,S,Si,M,Sc itu didasarkan atas meningkatnya angka positif kasus COVID-19 dI Kota Kupang, kebutuhan obat yang dianggap potensial dan sudah dipakai dalam terapi COVID-19 menjadi tinggi.
Di sisi lain tingginya kebutuhan obat itu dapat saja dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha untuk menaikan harga jual obat kepada masyarakat.
Menurutnya, harus ada pengaturan standarisasi harga obat di pasaran sehingga masyarakat tidak dirugikan di saat-saat sulit mereka melawan virus yang mematikan saat ini.
Lanjut Lefiyana Pallo, bahwa Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin telah menetapkan harga eceran tertinggi obat terapi COVID-19 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi COVID-19.
Harga Eceran Tertinggi (HET) ini merupakan harga jual tetinggi obat di Apotek, Instalasi farmasi, RS, klinik dan Faskes yang berlaku di seluruh Indonesia, di antaranya:
1. Favipiravir 2OO mg (Tablet) Rp.22.500 per tablet
2. Remdesivir IOO mg (Injeksi) Rp.510.000 per vial
3. Oseltamivir 75 mg (Kapsul) Rp.26.000 per kapsul
4. lntravenous Immunoglobulin 5% 50 ml (lnfus) Rp.3.262.300 per vial
5. lntravenous Immunoglobulin 10% 25 ml (Infus) Rp.3.965.000 per vial
6. lntravenous Immunoglobulin l07o 5O ml (Infus) Rp.6.174.900 per vial
7. Ivermectin 12 mg (Tablet) Rp.7.500 per tablet
8. Tocilizrrmab 4O0 mg/20 ml (Infus) Rp.5.710.600 per vial
9. Tocilizumab 8o mg/4 ml (Infus) Rp.1.162.200 per vial
10. Azithromycin 50O mg (Tablet) Rp.1.700 per tablet
11. Azithromycin 50O mg (Infus) Rp.95.400 per vial
Dilain pihak, salah seorang warga yang bergerak dibidang kefarmasian di kota Kupang yang tidak mau menyebutkan identitasnya, mengatakan bahwa standarisasi harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh Kemnekes RI tersebut tidak belaku di NTT khusunya kota Kupang, pasalnya mereka mengambil dari pabrik dengan harga yang sudah tinggi dan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI, sehingga mereka menyesuaikan harga penjualan kepada masyarakat berdasarkan harga pabrik.
“Pemberlakuan HET yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI tersebut tidak dapat berlakukan di wilayah NTT khususnya Kota Kupang, mengingat adanya biaya operasional apotek dan harga jual dari pihak Pedagang Farmasi Besar (PBF) sudah melambung tinggi dari harga HET karena mereka juga mengambil dari pabrik dengan harga yang tinggi, disamping itu kelangkaan obat-obatan tersebut bukan saja di NTT, wilayah pulau jawa juga sangat terbatas stok obatnya“ ungkap salah satu sumber apoteker yang merahasiakan identitasnya itu.
Menurutnya Kepmenkes RI itu harus dikaji ulang, karena kalau diwajibkan untuk menjual obat-obatan tersebut sesuai harga yang ditetapkan, sudah tentu mereka akan rugi karena mereka mengambil harga dari pabrik sudah sangat tinggi, dan tentunya mereka tidak berani jual karena takut menyalahi aturan dan bisa dipidana.
“Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut harus dikaji ulang, kami pihak apoteker tidak berani melakukan pengadaan maupun menjual obat-obatan sesuai dengan standar HET, kami mengalami kerugian dan takut akan ditindak hukum, hal tersebut sangat berdampak pada kelangkaan ketersedian obat di Kota Kupang, obat yang masih ada saat ini adalah stok lama” tandasnya.
//delegasi (*/gerwis)