OPINI  

Indonesia, Buku Pancasila dan Pekik Merdeka

Avatar photo
Tulisan
verry Guru//foto: delegasi.com

“Terlepas dari kemeriahan HUT Proklamasi tersebut, sebagai bangsa yang besar kita musti bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena diberikan kemerdekaan sebagai buah atau hasil perjuangan para pahlawan kemerdekaan RI. Rasa syukur ini penting karena hanya dengan kemerdekaan dan kedaulatan yang ada di republik ini kita semua bisa beraktivitas sesuai tugas dan profesi masing-masing”

Oleh: Valeri Guru (Pranata Humas Dinas Perpustakaan Provinsi NTT)

            BANGSA Indonesia baru saja merayakan ulang tahun proklamasi kemerdekaan RI yang ke 72. Ada aneka kegiatan yang digelar mulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) hingga ke tingkat kabupaten, provinsi dan “jantung’ ibu kota RI yakni Jakarta. Banyak pihak teribat dalam memeriahkan HUT Proklamasi, meski ada juga yang santai-santai saja alias tak punya agenda untuk memeriahkan dan merayakan proklamasi kemerdekaan tahun ini.

            Terlepas dari kemeriahan HUT Proklamasi tersebut, sebagai bangsa yang besar kita musti bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena diberikan kemerdekaan sebagai buah atau hasil perjuangan para pahlawan kemerdekaan RI. Rasa syukur ini penting karena hanya dengan kemerdekaan dan kedaulatan yang ada di republik ini kita semua bisa beraktivitas sesuai tugas dan profesi masing-masing.

Bahkan secara nasional, kita menyaksikan tahun ini amat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Para pemimpin kita, mulai dari presiden, para menteri dan pejabat lainnya memakai busana adat sesuai daerah-daerah yang ada di bumi Nusantara. Bukan hanya mengenakan busana adat, tapi ada suasana dan nuansa yang amat berbeda karena Presiden Joko Widodo “berhasil’ mengundang dan mendatangkan para mantan Presiden dan Wakil Presiden di Istana Negara. Ini baru pertama kali terjadi di dalam sejarah pemerintahan kita. Karena itu, kita patut angkat topi untuk kebersahajaan, kesederhanaan dan ketulusan hati Presiden Jokowi untuk hal yang satu ini.

Indonesia sebagai istilah etnografis tentu sudah dipahami. Bahkan Indonesia secara geografis terbentang sepanjang khatulistiwa. Dan Indonesia secara politis inilah yang harus direbut dan semua itu hanya dimungkinkan melalui pintu gerbang kemerdekaan. Karena itu, di dalam suasana dan alam kemerdekaan sekarang ini yang utama dan terpenting untuk dijaga adalah nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam ideologi dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni Pancasila.

Karena itu, dalam tataran lokal di Provinsi NTT; di sela-sela peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI ke 72 di alun-alun rumah jabatan Gubernur NTT jalan raya El Tari Kupang, Kamis (17/08/2017) Dinas Perpustakaan Provinsi NTT melauncing Buku Pancasila Lahir di Bumi NTT (Pidato Soekarno di Hadapan Sidang BPUPKI 1 Juni 1945).

            Menurut Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, kehadiran dan keberadaan buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang prinsip tentang Pancasila kepada masyarakat terutama masyarakat Nusa Tenggara Timur, tempat lahirnya Pancasila.

“Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 yang memaklumatkan Pancasila dalam forum sidang BPUPKI, hanyalah puncak dari permenungan Bung Karno dalam seluruh perjuangan hidupnya. Pengalaman perjuangan dan hidup di lingkungan pengasingan di Ende yang menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi, telah mendasari Bung Karno menemukan 5 filosofi hidup yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila dan ditetapkan sebagai ideologi Bangsa Indonesia,” kata Gubernur Lebu Raya.

Karena itu, penerbitan kembali buku ini, sebut Gubernur, tidak sebatas merefleksikan lahirnya Pancasila dalam sejarah perjalanan bangsa, tetapi harus menjadi media yang menyegarkan kembali komitmen soal Pancasila. “Siapapun yang membaca sinopsis buku ini hendaknya dibawa berkelana ke sejarah masa lalu, manakala dinamika ide dilontarkan, beberapa opsi didiskusikan sampai akhirnya Pancasila disepakati sebagai dasar NKRI,” jelas Gubernur dan menambahkan, “Indonesia adalah Pancasila dan Pancasila adalah Indonesia. Selama negeri ini ada Indonesia dan Pancasila adalah satu norma dasar yang tidak terceraikan.”

Di tempat terpisah, Ketua DPRD Provinsi NTT, H. Anwar Pua Geno, SH mengatakan, buku ini tidak hanya menambah koleksi bahan pustaka di daerah ini tetapi sangat penting dan strategis untuk bangsa dan Negara Indonesia yang akhir-akhir ini diterpa berbagai gerakan ekstremisme dan radikalisme yang “berbaju’ atau bertopeng agama. “Saya yakin buku ini menjadi penyejuk atau oase di tengah berbagai pihak atau kelompok tertentu yang selalu menebar berita bohong/hoax dan menebar ujaran kebencian/hate speech,” kata Anwar.

Sedangkan Kepala Dinas Perpustakaan Provinsi NTT, Ir. Frederik J.W. Tielman, M.Si dalam sekapur sirih menulis, penerbitan buku ini merupakan salah satu bentuk nyata membumikan isi dan perintah dari Undang-undang no 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. “Kehadiran buku ini merupakan tindakan progresif yang tidak saja membantu mempreservasi sejarah kelahiran Pancasila, tetapi juga dapat menyediakan materi Pancasila yang dapat menginspirasi pembaca untuk tetap menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar dan rujukan dalam menjalani kehidupan sehari-hari,” jelas Tielman.

Dia menambahkan, hadirnya buku ini dapat membantu mengilhami pembaca untuk senantiasa memandang Indonesia sebagai bangsa pluralis yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai suat legasi dan realitas yang harus dipelihara dan dipertahankan. “Saya berharap buku ini tidak hanya memperkaya keragaman koleksi perpustakaan tetapi juga semakin memperkuat posisi perpustakaan sebagai media dan pusat pembelajaran individu dan masyarakat,” tegas Tielman.

Buku ini terdiri atas tiga bab yakni Bab I : Kota Ende dan Sejarah Pembuangan Bung Karno; Bab II : Pidato Soekarno di Hadapan Sidang BPUPKI 1 Juni 1945; dan Bab III : Pancasila dari Berbagai Perspektif. Prolog buku ini ditulis oleh Pater Gregor Neonbasu, SVD, Ph.D.

Sedangkan para penulis artikel dalam buku ini antara lain : Pater Dr. Philipus Tule, SVD dengan judul : Rekonstruksi Historis : Nilai-nilai Pancasila Galian dari Bumi NTT; Dr. Acri Deo Datus, MA dengan judul : Pancasila dan Politik; Pdt. Dr. Mery Kolimon dengan judul : Pancasila Sumber Inspirasi dan Aspirasi Hidup Damai Bangsa Indonesia (Perspektif Kristen); Theodorus Widodo dengan judul : Pancasila Harusnya Jadi “Kitab Suci” Orang Indonesia; Drs. P. Pieter Djoka, MT dengan judul : Pancasila dari Nusa Bunga untuk Indonesia; Yoss Gerard Lema dengan judul : Ende Membentuk Bung Karno Negarawan Sejati; DR. Bele Antonius, M.Si dengan judul : Pancasila Digali di NTT; Didimus Dedi Dhosa dengan judul : Universitas dalam Pusaran Pendewaan dan (De) ideologisasi Pancasila; Dra. Balkis Soraya Tanof, M.Hum dengan judul : Pembumian Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-nilai Kebangsaan melalui Revolusi Pancasila sebagai Perekat Kesatuan dan Persatuan Bangsa; Lasarus Jehamat dengan judul : Menulis Pancasila dan Pancasila Menulis; Frenkie Jan Salean dengan judul : Makna Kelahiran Pancasila di Kota Ende Bagi Kehidupan Civitas Akademika Kampus di Provinsi NTT dalam Upaya Menumbuhkan Toleransi Kehidupan; Valerius P. Guru dengan judul : Cerita Pancasila…(dari Bung Karno Hingga Presiden Joko Widodo dan Gubernur Frans Lebu Raya); Ansel Deri dengan judul : Kemajemukan dalam Kisah “Pulang Kampung” Obama; Joz Diaz dengan judul : Kebebasan Pers sebagai Pilar Demokrasi; Ir. I Wayan Darmawa, MT dengan judul : Pancasila Memperkokoh Toleransi dan Mendukung Pencapaian Tujuan Beragama; dan Drs. Abdul Kadir Makarim dengan judul : Pancasila sebagai Sebuah Ideologi Bangsa yang Lahir dari Bumi NTT.

Di titik ini tidak ada cara lain selain memanfaatkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia dengan hati yang tulus dan kerja yang nyata untuk memajukan masyarakat dan daerah NTT tercinta. Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan keberagaman sumber daya alam, budaya, bahasa, suku bangsa dan agama. Keberagaman yang begitu kaya yang tanpa sadar sering kali kita permasalahkan. Mari kita semua jaga dan mengisi kemerdekaan Indonesia dengan sepenuh hati tanpa membeda-bedakan suku, budaya, bahasa dan agamanya.

Atau dengan kata lain, mari datang dan belajar di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sejak awal kemerdekaan; sejak Bung Karno Sang Proklamator Kemerdekaan RI dibuang pemerintah kolonial Belanda di Ende-Flores tahun 1934 hingga 1938 terkenal dengan Nusa Terindah Toleransi. Untuk itulah kita musti bangga tinggal dan hidup di NTT dan dengan suara lantang kita pekik Merdeka…! (*)

Komentar ANDA?