Inflasi NTT 2014 Lebih Rendah dari Nasional

  • Bagikan

Kupang – Inflasi di Provinsi NTT mencatat prestasi luar biasa pada tahun 2014 lalu. Setelah selama enam tahun berada di atas inflasi nasional, tahun 2014 NTT mencatat inflasi yang lebih rendah dari inflasi secara nasional. “Pencapaian inflasi Provinsi NTT di penghujung tahun 2014 mencatat angka menggembirakan. Sebab, secara kumulatif, inflasi tahun 2014 tercatat 7,76 persen atau lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional yang mencapai 8,36 persen. Ini merupakan prestasi tersendiri karena dalam enam tahun terakhir angka inflasi NTT selalu berada di atas nasional. Terakhir angka inflasi NTT berada dibawah nasional tahun 2008,” jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTT, Naek Tagor Sinaga, kepada wartawan di Hotel Aston Kupang, Kamis (7/1/2015).

Akan tetapi, sebut dia, di sisi lain, inflasi NTT secara month to month (mtm) pada Desember 2014 mencapai 3,41 persen (mtm) lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 2,46 persen (mtm). “Tingginya inflasi pada Desember 2014 disebabkan oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi dan peningkatan permintaan masyarakat seiring perayaan Natal dan Tahun Baru,” ujarnya.

Menurut dia, dari hasil analisis Bank Indonesia, pencapaian inflasi NTT yang lebih rendah pada tahun 2014 disebabkan oleh rendahnya inflasi bahan makanan (volatile foods), seiring cukup terjaganya suplai. Kata dia, di saat inflasi nasional bergejolak akibat harga komoditas beras dan aneka cabai yang terjadi hingga akhir tahun, inflasi volatile foods di NTT pada tahun 2014 cukup terjaga dengan rentang yang tidak terlalu tinggi. “Inflasi volatile foods di NTT pada tahun 2014 sebesar 5,49 persen, sementara nasional mencapai 10,88 persen,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, Bank Indonesia juga melakukan perbandingan inflasi menurut tujuh kelompok pengeluaran sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Nah, dari hasil perbandingan, dapat terlihat bahwa perbedaan terbesar komoditas inflasi pada tahun 2014 adalah pada bahan makanan, yakni bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, dan daging segar serta olahannya, yang mencatat selisih angka inflasi lebih rendah 5,02 persen (yoy) dari catat agnasional. Sementara inflasipada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, mencatat angka lebih tinggi sebesar 4,59 persen (yo) dibandingkan nasional. “Ini disebabkan oleh tingginya biaya transportasi udara sebagai sarana transportasi utama daerah kepulauan, serta tingginya tariff angkutan dalam kota dan sewa motor/ojek seiring kenaikan harga BBM,” katanya.

Segera Bentuk TPID

Selan itu, menurut dia, terjaganya inflasi dari komoditas bahan makanan ini, menunjukkan cukup terjaganya suplai bahan makanan, yang tidak terlepas dari berbagai langkah yang telah dilakukan Tim Pengendalian Dampak Inflasi Daerah (TPID) dan stakeholder terkait lainnya, untuk menjaga kecukupan stok, memperlancar arus distribusi dan menjaga ekspektasi inflasi di masyarakat. “Ke depan, risiko tekanan inflasi masih cukup besar meskipun harga BBM bersubsidi mengalami penurunan. “Dalam jangka pendek, kenaikan harga elpiji 12 kg dan tariff tenaga listrik masih memberikan andil inflasi dari sub kelompok energi. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok pangan diperkirakan masih cukup tinggi seiring faktor cuaca yang kurang mendukung. Tapi pada awal tahun ini, komoditas bahan makanan yang memiliki inflasi cukup tinggi diantaranya, sayur-sayuran (rata-rata 5,1 persen) dan ikan segar (rata-rata 3,06 persen mtm,” jelas Tagor.

Untuk itu, lanjut dia, Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan dan meningkatkan koordinasi pengendalian inflasi dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk meminimalisir dampak lanjutan yang ditimbulkan sekaligus mengelola ekspektasi inflasi masyarakat. “Jadi, untuk penguatan koordinasi pengendalian inflasi, khususnya di Provinsi NTT, BI mengharapkan agar kabupaten/kota yang saat ini belum membentuk TPID agar segera membentuk TPID-nya agar dapat berjuang bersama-sama dalam mencapai inflasi yang rendah dan stabil di Provinsi NTT,” tegas Tagor, dan menyebutkan, dari 22 kabupaten/kota di NTT, baru 10 kabupaten yang telah memiliki TPID.

Ia menambahkan, dengan berbagai program nyata dari TPID dan melalui dukungan semua stakeholder, angka inflasi NTT pada akhir tahun 2015 diharapkan bisa terjaga pada kisaran 4,6-5,0 persen atau sesuai target Bank Indonesia sebesar 4 persen+1 persen. (egi/web)

Komentar ANDA?

  • Bagikan