Ini Poin Penting untuk Kembangkan Pariwisata di Wilayah Perbatasan

Avatar photo
perbatasan
Pembangunan dan perbaikan jalan sepanjang 177 kilometer di wilayah perbatasan kedua negara yang diharapkan akan selesai akhir tahun.

Jakarta, Delegasi – Untuk mencapai target 20 juta wisman tahun 2019, wilayah perbatasan juga harus ikut dikembangkan. Berikut dua hal penting untuk membantu mengembangkan pariwisata di perbatasan.

Kawasan perbatasan dinilai punya peluang tinggi untuk dikembangkan. Yang tadinya kawasan yang jarang disentuh pembangunan, beranda belakang negeri ini, bisa disulap menjadi kawasan yang mendatangkan pendapatan tinggi.

Dalam rilis kepada detikTravel, Jumat (2/12/2016), saat Forum Bisnis dan Investasi di Daerah Perbatasan di Jakarta, Kamis (1/12), Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa homestay, desa wisata dan program cross border tourism diyakini menjadi kombinasi luar biasa untuk memajukan wilayah perbatasan. Biaya pengembangannya pun digadang-gadang tidak terlalu mahal dengan Low Cost Tourism (LCT).

“Ciptakan attraction, access, dan accommodation yang terjangkau dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas yang ada. Bangun sebanyak mungkin homestay di desa-desa wisata seluruh pelosok Tanah Air. Cost-nya pasti murah karena harga penyewaan homestay sangat terjangkau dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh masyarakat,” ujarnya.

Arief menekankan untuk tak perlu takut homestay tidak laku. Kemenpar sudah Go Digital dan Indonesia Travel Exchange (ITX) yang dimanfaatkan untuk memasarkan potensi pariwisata melalui digital.

Dengan inisiatif seperti itu, Arief berani berambisi memposisikan Indonesia sebagai negara yang punya homestay terbanyak di dunia. Untuk desainnya pun tak perlu bingung karena sudah banyak yang bisa diimplementasikan dari juara Sayembara Desain Rumah Wisata Nusantara 2016 yang digelar Kemenpar.

“Ini sekaligus untuk memenuhi kebutuhan akomodasi yang sangat besar, dalam rangka mewujudkan visi mendatangkan 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara dan 275 juta perjalanan wisatawan nusantara di tahun 2019,” ujar Arief.

Membangun homestay di berbagai pelosok neger ini dianggap lebih murah daripada harus membangun banyak hotel. Dan nantinya, homestay tersebut bisa dimiliki masyarakat di sekitar destinasi wisata.

“Membangun 100 homestay relatif lebih mudah dibandingkan membangun satu hotel 100 kamar,” ucap Arief.

Ia menjelaskan bahwa misalnya diperlukan lahan sekitar 1 hektar dan sekitar 30 persen dari lahan tersebut disisihkan untuk fasilitas umum. Maka masih ada 7.000 m2 yang bisa dikapling-kapling untuk dijadikan 100 homestay type LT/LB berukuran 70/36 m2.

Kehadiran homestay-homestay tadi nantinya juga bisa ‘dikawinkan’ dengan Desa Wisata. Program Desa Wisata juga berkesinambungan dengan rencana membangun 100.000 homestay yang bakal dimulai 2017 nanti.

“Saat Desa Wisata itu sudah siap jual, akan langsung dipromosikan. Lalu selling platform-nya juga dimasukkan dalam Digital Market Place. Fungsinya bisa ganda. Bisa sebagai amenitas dengan homestay, akomodasi di rumah penduduk yang sudah sadar wisata. Juga bisa sebagai atraksi,” paparnya.

Di Desa Wisata, masyarakat juga bisa tetap melakukan aktivitas menanam padi, palawija, hortikultura dan mengurus ternak. Servis dan prosesnya menjadi bagian atraksi wisata.

“Suasana desa wisata yang ramah, gotong royong, penuh dengan rasa kekeluargaan, kaya budaya itu yang dijual sebagai atraksi di destinasi desa wisata,” katanya.

Membangun pariwisata dari wilayah perbatasan potensinya memang sangat besar. Selain menguntungkan bagi negara, masyarakat sekitar juga ikut mendapatkan keuntungan.

Kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat menjadi lebih hidup. Negara-negara Eropa yang teritorinya bisa ditempuh dengan jalan darat, pariwisatanya pasti lebih sukses, jumlah wismannya lebih banyak.

“Turis ke Paris bisa menembus 60 juta, Madrid 50 juta, London 40 juta dalam setahun. Singapura 15 juta, Malaysia 25 juta, dan Thailand 30 juta, saya yakin sumbangan terbesar juga dari borderland tourism, jalur darat tidak tergantung pada flight lagi,” kata Arief.

Potensi wilayah perbatasan itu juga ikut dikomentari Mendes PDTT Eko Putro Sanjojo. Menurutnya, pembangunan daerah perbatasan tidak cukup hanya dengan pendekatan keamanan dan kesejahteraan. Pendekatan ekonomi juga perlu diperkuat dengan mendorong tumbuhnya investasi di daerah perbatasan.

“Investasi di perbatasan tentu harus sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki. Utamanya, investasi yang masuk harus memerhatikan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal. Perlu dibuat regulasi khusus yang dapat menarik dan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha di daerah perbatasan,” ujarnya//Detik.com. (krn/krn)

Komentar ANDA?