Islamolog Pater DR Philipus Tule: Lawan Radikalisme dengan Nilai-Nilai Agama dan Budaya

Avatar photo
radikalisme
P. Dr. Philipus Tule SVD (berselempang) berpose dengan Bapak Frans Salem, Sekda Provinsi NTT dan sejumlah ASN Lingkup Pemerintah Provinsi NTT (Foto: Agus Olapaon)/seword

Kupang, Delegasi.com – Islamolog, Pater DR. Philipus Tule member pernyataan keras tentang radikalisme di Indonesia. Menurut dia,  radikalisme agama harus dihadapi dan dilawan dengan kekuatan nilai-nilai agama dan budaya yang telah ada. Kekuatan utama masyarakat NTT dalam membangun toleransi dan kebhinekaan, terletak pada kemampuan masyarakatnya secara turun temurun dalam menghayati agama dan kebudayaan secara seimbang.

Pernyataan tersebut dikemukakan Pater Dr. Philpus Tule, SVD dalam kegiatan Pembinaan Rohani Gabungan bagi ASN Lingkup Pemerintah Provinsi NTT di Aula Utama El Tari, Jumat (26/5) pecan lalu. Kegiatan yang diprakarsai Dewan Pengurus Korpri Provinsi NTT itu mengambil tema Bahaya Radikalisme Agama Dari Perspektif Agama-Agama Formal, Sebuah Pendekatan Pluralitas Kebangsaan.

Menurut Dosen Islamologi pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere itu, secara etimologis, kata radikal, fundamental, fanatis memiliki makna positif serta harus dimiliki oleh setiap umat beragama.

“Sebagai orang beriman, kita harus menjadi radikal, kembali ke fundamen atau dasar agama yakni Kitab Suci, Injil, Al-Quran, teologi, hadits dan tradisi. Orang yang sungguh kembali ke akar agamanya akan menghayati imannya secara benar, melihat nilai-nilai luhur dalam kebudayaan serta menolak penggunaan kekerasan. Kata-kata tersebut akan bermakna negatif ketika ditambah akhiran isme sehingga menjadi radikalisme, fundamentalisme dan fanatisme dengan mengedepankan pendekatan kekerasan dan pemaksaan kehendak kepada orang lain. Sesungguhnya, radikalisme, fundamentalisme dan terorisme ada dalam semua sejarah agama,” jelas salah satu penulis buku Identitas Muslim Pribumi NTT tersebut.

Lebih lanjut penulis buku Mendambakan Rumah Allah, Mendiami Rumah Leluhur tersebut, akar radikalisme dan fundamentalisme bersumber dari persoalan ekonomi, politik dan penafsiran yang keliru terhadap agama.

“Paham radikalisme telah merasuk orang individu, masyarakat, organisasi, partai politik dan lingkungan pendidikan. Dedengkot radikalisme di Indonesia mengintai remaja dan anak-anak muda yang masih labil untuk dijadikan pengikut dan anggota kelompok radikal. Pemerintah dan semua komponen bangsa harus terus meningkatkan kewaspadaan untuk membendung penyebaran radikalisme dan fundamentalisme,” kata putra Nagekeo berdarah Rote tersebut.

Menurut Ketua STFK Ledalero itu, semua pihak harus bersatu padu untuk membongkar radikalisme lewat upaya-upaya deradikalisasi.

“Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk melawan radikalisme. Pertama, dengan mengembangkan wacana keagamaan baru dengan mengusung budaya damai. Kedua, para tokoh agama harus bisa membina umatnya menjadi orang militan yang tekun berdoa dan membaca kitab suci, rajin beribadah. Ketiga, mengembangkan pendidikan multikulturalisme mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Keempat, melanggengkan otonomi relasi agama dan budaya. Kekuatan sosial budaya ini menjadi modal penting membendung radikalisme,” jelas Philipus Tule.

Langkah berikutnya, tambah Pater Philipus, adalah dengan memperluas dan mengektifkan jejaring tokoh lintas iman dan agama yang memperjuangkan spiritualitas lintas iman.

“Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan, pemerataan pembangunan di seluruh pelosok negeri serta penegakan hukum yang adil, juga menjadi langkah penting untuk membendung penyebaran radikalisme semakin luas,” tutup Pater Philipus sembari menegaskan Pancasila, UUD 1945, Kebhinekanan dan NKRI merupakan warisan pendiri bangsa yang harus terus ditegakan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.

Senada dengan itu Wakil Gubernur NTT, Drs. Benny A. Litelnoni,SH,M.Si bersama Sekretaris Daerah Provinsi NTT, Fransiskus Salem,SH,M.Si mengajak semua ASN yang hadir untuk senantiasa bersyukur atas karya ilahi di luar diri kita. Mereka mengajak semua yang hadir untuk lebih menyadari sentuhan rohani yang senantiasa hadir, di tengah hirup pikuk kehidupan sehari-hari.

Secara khusus, Frans Salem menyampaikan ucapan terimakasih dan permohonan maafnya, untuk kerjasama semua ASN selama berkarya. Sebagai Sekretaris Daerah Provinsi yang akan mengakhiri masa tugasnya Juli nanti, ia mengulangi niat untuk menyukseskan rencana pembangunan Monumen Pancasila.//delegasi (germanus/hms)

 

 

 

 

 

 

 

Komentar ANDA?