Jakarta, Delegasi.com – Direktur Utama PT Karsa Wira Utama Winata Cahyadi mengaku pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman memperkenalkannya dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dirilis tempo.com, Kamis(15/2/2018), saat pertama bertemu di Hotel Crown, sekitar 2010, Andi menyampaikan kepada Winata bahwa ada biaya yang perlu dikeluarkan untuk melobi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkaitan dengan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
“Intinya adalah Pak Andi bilang untuk proyek besar ini (e-KTP), dia harus lobi ke DPR supaya gol proyek ini,” kata Winata saat bersaksi untuk terdakwa kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, pada Kamis, 15 Februari 2018.
Menurut Winata, lobi itu diperlukan agar anggota DPR meloloskan perencanaan anggaran proyek e-KTP yang diajukan pemerintah melalui Kemendagri.
Adapun uang lobi itu salah satunya diperuntukkan bagi anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Winata mengatakan dia tak perlu mengeluarkan uang untuk melobi DPR. Sebab, Andi menyatakan akan mengucurkan dana ke kantong anggota legislatif itu.
Andi tak menjelaskan siapa anggota Dewan yang dimaksudnya.
“Dia bilang Pak Win tidak usah, kita kerja sama saja. Untuk lobi-lobi nanti saya yang keluarkan (uang),” ujar Winata menirukan ucapan Andi.
Winata mengatakan pertemuannya dengan Andi diatur oleh Irman.
Ia sama sekali tak mengenal Andi. Pertemuan di Hotel Crown itu dihadiri oleh Irman, Andi, dan pejabat Kemendagri lainnya bernama Sugiharto.
Setelah pertemuan itu, Winata tidak pernah lagi bertemu Andi.
Mereka hanya melakukan beberapa komunikasi melalui sambungan telepon.
Hal yang dibicarakan adalah memastikan apakah perusahaan Winata mau bergabung dalam proyek e-KTP. “Dia (Andi) yang aktif menghubungi dan menanyakan berminat ikut atau tidak,” ujar Winata.
Winata menjadi salah satu saksi di sidang lanjutan Setya Novanto.
Selain Winata, ada tiga saksi lainnya, yakni mantan staf Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Yosep Sumartono; mantan karyawati PT Biomorf Lone Indonesia, Amelia Kusuma Wardani; dan staf Setya yang mengaku bekerja sebagai kurir, Abdullah.
Setya Novanto didakwa jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011 saat menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima imbalan US$ 7,3 juta.
Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu.
Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.