OPINI  

Kekeringan di NTT Diperkirakan Meluas

Avatar photo

Kupang, Delegasi.com – Pengamat masalah pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Ir Leta Rafael Levis, M.Rur.Mnt, memperkirakan kekeringan akan terus meluas di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur hingga puncak musim kemarau pada Oktober 2017.

“Kalau saat ini diprediksi hanya akan melanda sekitar 270 desa, saya memperkirakan bisa mencapai 315 dari total 3.248 desa di NTT, karena pada Oktober nanti akan terjadi El Nino yang akan memicu terjadinya kekeringan lebih hebat lagi,” katanya kepada Antara di Kupang, Selasa(19/9/2017)

Ia mengatakan musim hujan pada muim tanam tahun ini sulit diprediksi karena selain hujan yang sifatnya sporadis, belakangan ini justru terjadi panas berkepanjangan di musim hujan karena berbagai macam faktor penyebab.

Ia mengatakan hasil perkiraan BMKG menyebutkan El Nino kuat dan terjadi penyimpangan angin dan kondisi ini bisa berlangsung hingga November tahun ini.

Dia menambahkan, rata-rata semua daerah di Indonesia terkena dampak El Nino, walaupun efeknya berbeda-beda dipengaruhi dengan cuaca lokal.

Jika terjadi demikian (ekstrem) masyarakat terutama petani, nelayan dan lainnya diimbau untuk tidak panik, tetapi siap siaga menghadapi keadaan itu dengan berbagai program yang sedang dijalankan untuk mencegah dan mengatasi kalau terjadi kekurangan air, kekurangan pangan dan masalah penyakit lainnya.

Di bidang penyediaan air, katanya, telah ada program dan upaya bantuan air bersih untuk warga yang sudah terkategori darurat soal air berih akan dibantu.

Pada kabupaten yang dilanda kekeringan akibat kemarau panjang dan El Nino ini akan segera mendapat penyaluran pangan dari cadangan pangan yang ada.

Ia mengatakan jika perkiraan itu terbukti, maka petani dan masyarakat umumnya diimbau tidak cemas berlebihan atau panik menghadapi kekeringan saat ini.

“Fenomena alam seperti itu bukanlah hal baru bagi sekitar 80 persen dari total 5,3 juta penduduk NTT saat ini yang berprofesi sebagai petani sebab dari segi letak dan karakteristuk alamnya memang dari dulu daerah ini kurang mampu menyimpan air hujan.

Ketahanan pangan
Dalam hubungan dengan itu, Leta Rafael mengapresiasi percepatan pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian 2017 sekaligus merancang kegiatan kerja 2018.”Ini langkah strategis yang harus didukung karena berkaitan dengan pembangunan sistem pangan yang kokoh terutama di daerah rawan pangan di daerah-daerah tertentu di Indonesia yang berulang mengalami rawan pangan ketika tiba musim paceklik,” katanya.

Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menyebutkan beberapa program yang akan dipercepat dalam sisa waktu tiga bulan terakhir di antaranya percepatan diversifikasi pangan, pembangunan Toko Tani Indonesia (TTI), fokus pengendalian harga dan kualitas pangan, serta percepatan sosialisasi peraturan baru.

Leta Rafael yang juga Ketua Penyuluh Pertanian Provinsi NTT itu menilai kegiatan itu dilakukan menindaklanjuti wacana yang dilecutkan Presiden Joko Widodo menjadikan pangan sebagai panglima.

Menurut dia sektor ini sangat penting bagi kehidupan sekitar 254 juta lebih penduduk Indonesia saat ini.

“Siapa yang nantinya memiliki ketahanan pangan, dia yang mengendalikan jalannya persaingan nasional maupun global, ketika seluruh negara akan berebut pangan, energi, dan air sehingga perlu disiapkan logistik yang memadai agar negara tidak mudah ditundukkan,” katanya.

Sebab bagaimanapun, kata dia, tanpa ketersedian logistik yang mencukupi, negara ini mudah dikalahkan, mudah ditundukkan karena ke depan bukan politik lagi yang jadi penglima, mungkin bukan hukum lagi yang jadi panglima tapi pangan yang menjadi panglima.

Apalagi, katanya, saat ini Indonesia memiliki Permendag 47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen yang mengelompokkan tiga jenis beras yang nantinya akan diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian.

Kelompok pertama adalah beras jenis medium yang memiliki spesifikasi derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah maksimal 25 persen.

Kemudian jenis beras premium yaitu beras yang memiliki spesifikasi derajat sosoh 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah maksimal 15 persen. Beras jenis premium dikemas dan wajib mencantumkan label premium dan HET.

Bukan cuma itu, terobosan lain juga dilakukan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI berkedudukan di Roma, Italia, Esti Andayani dengan World Food Program (WFP) untuk penguatan kerja sama dalam ketahanan pangan.Program tersebut antara lain dengan berbagai aktivitas pengembangan kapasitas teknis dalam hal peningkatan ketahanan pangan, promosi perbaikan kesehatan gizi anak, serta peningkatan kesiap-siagaan dan tanggap darurat dalam menghadapi bencana.//delegasi (Antara/ger)

Komentar ANDA?