Keluarga Limau ‘Buka Pintu’ Damai Bagi Pemprov NTT Terkait Sengketa Lahan RSUP Manulai II

  • Bagikan
Yohanis Limau (Kiri) dan Bernadus Limau (Kanan) selaku ahli waris dan pemegang hak atas lahan lokasi pembangunan RSUP Kupang melalui jumpa pada Jumat (02/07/21) di bilangan Naioni, Kota Kupang. //www.delegasi.com (Doc.AgusT)

KUPANG,DELEGASI.COM– Keluarga besar Limau bersedia ‘membuka pintu’ damai alias duduk bersama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) demi mencari solusi atau jalan keluar terkait sengketa lahan proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Vertikal Kupang, yang berlokasi di Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang yang sudah dimenangkan oleh keluarga Limau di Pengadilan Negeri Kupang.

Hal ini disampaikan Yohanis Limau selaku ahli waris dan pemegang hak atas lahan lokasi pembangunan RSUP Kupang melalui jumpa pada Jumat (02/07/21) di bilangan Naioni, Kota Kupang.

“Kami dari keluarga (keluarga Limau, red) terbuka untuk duduk bersama guna membahas persolan ini di luar hukum (di luar pengadilan, red) untuk mencari jalan keluar,” jelas Yohanes Limau.

Menurut Yohanis Limau, dirinya bersama keluarga Limau hanya meminta agar pemprov NTT selaku pemilik proyek pembangunan RSUP Vertikal Kupang menghargai keluarga Limau sebagai pemilik lahan dan melakukan penyelesaian sengketa secara adat.

“Kami juga perlu untuk dihargai sebagai pemilik tanah, karena tanah tersebut ditinggalkan dari nenek moyang sampai kami saat ini. Yang penting bapak (Pemprov NTT, red) mereka mengerti saja, kira-kira mau beri Okomama yang model bagaimana? Itu yang saya perlu,” ujarnya.

Menurut Yohanis Limau, pihaknya tidak ingin jika ada pihak lain yang tidak ada hubungan keluarga dengan keluarga Limau tapi mengambil hak untuk menguasai tanah itu. Tindakannya semata-mata hanya bertujuan agar tanah sengketa tersebut dikembalikan kepada keluarga Limau sebagai pemilik yang sah.

Terkait pembangunan RSUP Kupang, Yohanis Limau mengungkapkan bahwa sesungguhnya ia sangat mendukung pembangunan RSUP Vertikal Kupang tersebut dan tidak memiliki niat untuk membatalkannya. “Saya tidak membatalkan pembangunan rumah sakit itu. Justru saya sangat senang rumah sakit itu dibangun pemerintah, karena kita sudah tua, jadi rumah sakit harus dekat dengan kita,” bebernya.

Ia juga meminta agar Pemprov NTT untuk memperhatikan korban penggusuran yang berjumlah sekitar tiga puluhan rumah di lokasi proyek pembangunan rumah sakit tersebut. “Korban tiga puluhan rumah (30 Kepala Keluarga/KK, red) perlu diperhatikan, dalam arti ganti rugi,” tandasnya.

Yohanis Limau pun berharap, apabila RSUP tersebut selesai dibangun, anak- anak dari suku Limau juga diterima untuk bekerja di RSUP tersebut. ”Kami berharap, kalau rumah sakit itu selesai dibangun, kami punya anak-anak suku (keluarga besar Limau, red) bisa diakomodir bekerja di rumah sakit itu,” pintanya.

Baca juga: Kuasa Hukum Penggugat: Pemprov Diminta Hargai Putusan dan Hindari Sikap Arogan

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Selasa (22/06/21), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang yang menyidangkan perkara gugatan Yohanes Limau (penggugat) terhadap Pemerintah RI/Menteri Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional NTT/Badan Pertanahan Kota Kupang (para tergugat), dalam salah satu amar putusannya menghukum dan memerintahkan para tergugat (Pemprov NTT cs, red) dan pihak lain yang mendapatkan hak atas objek sengketa (lahan RSUP Manulai II, red) untuk segera meninggalkan lokasi tersebut dan bila perlu dengan upaya paksa menggunakan bantuan aparat keamanan.

“Menghukum dan Memerintahkan para tergugat dan pihak lain yang mendapatkan hak atas obyek sengketa dari pada para tergugat untuk segera meninggalkan lokasi tersebut, dan menyerahkan objek sengketa tersebut kepada penggugat sebagai ahli waris yang sah, dan berhak secara hukum atas objek sengketa tersebut dan bila perlu dengan cara upaya paksa dengan bantuan aparat keamanan,” ujar Anggota Majelis Hakim yang membacakan Putusan tersebut.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang selanjutnya menghukum para tergugat (Pemprov NTT cs, red) untuk secara tanggung renteng membayar segala biaya yang timbul dan yang dikeluarkan terkait gugatan perkara tersebut sejumlah Rp.2.385.000 (Dua Juta Tiga Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah).

Majelis Hakim PN Kupang juga menyatakan pernyataan pelepasan hak, No.02/HPL/4/1983, tertanggal 10 Januari 1983 dari Thomas Limau kepada pemerintah republik Indonesia Cq, Mendagri, Cq Gubernur, Kepala Daerah Provinsi NTT sebagai tergugat 1 batal demi hukum.

Majelis hakim juga menyatakan hukum bahwa perbuatan para tergugat Cq, Pemerintah Republik Indonesia/Mentri Dalam Negri/Pemerintah Provinsi NTT sebagai tergugat 1 dan Badan Pertahanan Provinsi NTT/Badan Pertanahan Kota Kupang sebagai para tergugat yang telah menerbitkan Sertifikat Hak Pakai, No.07 tahun 2016 tertanggal 5 Desember 2016 adalah perbuatan melawan hukum.

Majelis Hakim juga menyatakan hukum bahwa sertifikat No.07 tahun 2016 yang dalam penguasaan tergugat 1 (Pemprov NTT, red) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sehingga harus dihapus dari daftar aset daerah Pemerintah Provinsi NTT.

//www.delegasi.com (*/tim)

Komentar ANDA?

  • Bagikan