Kupang, Delegasi.Com – Komisi II DPRD NTT menolak empat program yang diusulkan Dinas Pertanian dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Program Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) pada anggaran perubahan APBD 2019.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT dari Fraksi PDIP, Patris Lali Wolo kepada wartawan di Kupang, Rabu (24/7/2019).
Patris mengatakan, dalam rapat evaluasi pelaksanaan APBD NTT 2019 dan pembahasan KUA PPAS perubahan APBD NTT 2019, Dinas Pertanian juga mengusulkan sejumlah program untuk percepatan kegiatan di bidang pertanian. Ada empat program yang diusulkan, yakni pengembangan jambu mete, pengembangan kelor, tanaman pelindung kakao, dan tanaman pelindung kopi.
“Empat program yang diusulkan itu pada prinsipnya kita sangat setuju karena menyangkut kepentingan masyarakat dan mendukung peningkatan ekonomi masyarakat,” kata Patris.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka menyatakan, namun menjadi masalah ketika program itu diikuti dengan usulan dukungan anggaran. Untuk program pengembangan jambu mete, diusulkan anggajran sebesar Rp1,14 miliar lebih. Biaya operasional dinas sebesar Rp62,4 juta dan biaya operasional tim percepatan pembangunan sebesar Rp325 juta. Program pengembangan kelor sebesar Rp1,440 miliar. Sedangkan biaya operasional dinas sebesar Rp100 juta dan biaya operasional tim percepatan pembangunan sebesar Rp200 juta.
Lebih lanjut disampaikan, program tanaman pelindung kakao, diusulkan sebesar Rp348 juta. Sedangkan biaya operasional dinas sebesar Rp100 juta dan biaya operasional tim percepatan pembangunan Rp200 juta. Program tanaman pelindung kopi diusulkan sebesar Rp960 juta. Sedangkan biaya operasional dinas diusulkan Rp250 juta dan biaya operasional tim percepatan pembangunan Rp500 juta.
Ia menjelaskan, dari item usulan yang ada, maka total anggaran untuk keempat program tersebut sebesar Rp2,934 miliar lebih. Sementara itu, untuk operasional dinas sebesar Rp512 juta dan tim percepatan pembangunan Rp1,250 miliar. Dari postur anggaran yang ada, maka belanja publik hanya sebesar 39,6 persen sedangkan 60 persen untuk kepentingan operasional.
“Kita tolak usulan program ini karena tidak ada keberpihakan kepada masyarakat atau keberpihakan pada rakyat sangat minim,” tandas Patris
Ia berargumen, dapat dimengerti jika Dinas Pertanian mengalokasikan anggaran untuk operasional dinas. Namun yang menjadi pertanyaan adalah operasional untuk tim percepatan pembangunan yang dibentuk gubernur. Karena tidak ada rujukan aturan seperti peraturan daerah (Perda) atau peraturan pemerintah yang mengatur tentang alokasi anggaran untuk tim percepatan sebagaimana yang diusulkan Dinas Pertanian.
“Kita akan minta penjelasan pemerintah secara khusus untuk biaya operasional tim percepatan pembangunan. Apalagi biaya operasional untuk satu kegiatan dilakukan oleh dua pihak,” papar Patris.
Ia mengatakan, usulan dinas yang tidak merujuk pada aturan ini tentunya berkonsekuensi terhadap hukum. Dengan demikian ketika dipersoalkan secara hukum, komisi dua pasti ikut terseret. Sehingga penjelasan pemerintah secara lengkap dan terinci dalam forum pembahasan anggaran di tingkat Badan Anggaran (Banggar) sangat dibutuhkan.
Senada disampaikan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Leo Lelo. Ia menyatakan, pihaknya menolak usulan Dinas Pertanian untuk empat program itu karena menyertakan biaya operasional untuk tim percepatan pembangunan. Pasalnya tidak ada aturan yang mengatur tentang biaya dimaksud. Apalagi, biaya operasional untuk kepentingan evaluasi dan monitoring sudah dianggarkan untuk tim dari dinas tersebut.//delegasi(hermen/ger)
Editor: Hermen Jawa