Kupang, Delegasi.Com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu membuka penyidikan dugaan kasus korupsi pengalihan fungsi lahan pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat guna menyelamatkan aset daerah yang dialihkan secara melawan hukum oleh gubernur kepada PT Sarana Investama Manggabar (SIM) yang disebut- sebut sebagai milik Setya Novanto.
Koordinator Perhimpunan Advokat Pendukung KPK (PAP-KPK), Petrus Selestinus sampaikan ini dalam keterangan persnya yang diterima media ini, Rabu (22/11).
Petrus menjelaskan, beberapa waktu lalu Aliansi Mahasiswa Manggarai (Amang) Jakarta dan Masyarakat Manggarai Barat (Mabar) melaporkan dugaan korupsi dalam pengalihan fungsi dan hak atas lahan pantai Pede secara melawan hukum kepada KPK dan Mendagri.
Merespon laporan itu, Mendagri dalam suratnya No. 170/3460/SJ, perihal Privatisasi Pantai Pede, tertanggal 13 September 2016 yang ditujukkan kepada GubernurFrans Lebu Raya, meminta agar privatisasi lahan pantai Pede ditinjau kembali.
Selanjutnya dikembalikan kepada Pemda Mabar sesuai ketentuan UU No. 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Pemerintah Daerah Kabupaten Mabar. Namun Gubernur Frans Lebu Raya tidak menggubris, malah lebih patuh kepada PT SIM yang disebut sebagai milik Setya Novanto.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini menyatakan, mengingat Setya Novanto sudah menjadi tersangka dan ditahan KPK, maka KPK diminta untuk menindaklanjuti sejumlah laporan masyarakat tentang dugaan korupsi di luar kasus korupsi e-KTP, termasuk kasus dugaan korupsi pengalihan fungsi dan hak atas lahan Pantai Pede.
Karena unsur melawan hukum dan kerugian negaranya pun mudah dihitung. Tinggal saja KPK menentukan siapa-siapa pelaku yang bakal jadi tersangkanya.
“Sikap gubernur yang tidak menyerahkan lahan Pantai Pede, jelas sebagai pembangkangan bahkan telah memenuhi unsur-unsur pasal 2 atau pasal 3 UU Tipikor,” kata Petrus.
Advokat Peradi ini menyatakan, dokumen yang diperoleh TPDI dari masyarakat, telah mengungkap fakta, dimana lahan Pantai Pede telah beralih fungsi dan hak ke tangan pihak ketiga yaitu PT SIM secara melawan hukum. Sedangkan aspirasi masyarakat selama bertahun-tahun sama sekali tidak didengar pemerintah NTT dan Mabar. Pemerintah tidak mempertimbangkan status hak atau pemilikan Pemda Mabar berdasarkan UU No. 8 Tahun 2003, yang jauh sebelum MoU dibuat dan ditandatangani.
“Publik secara terbuka telah menyatakan keberatan atas rencana pengalihan fungsi dan hak pengelolaan atas lahan Pantai Pede,” tandas Petrus.//Delegasi (ger)