Hukrim  

Kuasa Hukum JCNS Minta Kapolres Kupang Dicopot

Avatar photo

KUPANG, DELEGASI.COM – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) diminta untuk mencopot Kepala Kepolisisan Resort (Kapolres) Kupang karena melakukan Penggeledahan sepihak dan upaya jemput paksa terhadap JCNS dengan mengabaikan Peraturan Kapolri (Perkapolri) dan arahan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait kasus ‘Kredit Topeng’ Rp 8,9 Miliar di Bank NTT Kancab Oelamasi Kabupaten Kupang.

Demikian dikatakan Kuasa Hukum JCNS. Samuel Haning, SH usai menggagalkan upaya penggeledahan sepihak dan upaya jemput paksa JCNS oleh Kasatreskrim Polres Kupang dan 6 orang polisi di rumah mertua JCNS di sekitar Jalan Jenderal Sudirman Kuanino Kupang, pada Rabu (15/7/20) petang.

Menganggap tindakan yang dilakukan oleh Polres Kupang yang menggeledah dan ingin menjemput paksa serta tidak menghargai proses peradilan yang sedang ditempuh kliennya di PTUN, Pengacara JCNS, Sam Haning meminta Kapolri copot Kapolres dan Kasat Rekrim Polres Kupang karena sudah melanggar aturan dan mengabaikan hak asasi manusia.

“Saya minta Kapolri copot Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Kupang. Karena sudah melanggar aaturan dan hak asasi manusia. Proses masih berjalan, kenapa main geledah-geledah dan seakan-akan ingin menjemput paksa Klien kami, sampai-sampai Polisi mengabaikan Perkapolri. Berarti mereka bukan polisi dong, kalau aturan sendiri tidak diindahkan,” pungkas Sam Haning.

Haning menduga ada kepentingan tertentu dibalik sikap arogan pihak Polres Kupang.

“Ada apa sesungguhnya di balik ini? Jangan kalian pakai polisi jadi tamengnya. Ataukah di balik ini ada pesan sponsor?” tanyanya.

Haning menjelaskan, dengan adanya gugatan di PTUN, maka langkah yang dilakukan pihak Polres Kupang tidak berkekuatan hukum.

“Surat yang di bawah Kasat Reskrim Polres Kupang untuk melakukan penggeledahan bahkan ingin menjemput paksa klien kami itu belum memiliki kekuatan hukum tetap,” ujar Sam Haning.

Menurutnya, saat persidangan awal di PTUN, Hakim sudah mengingatkan pihak kepolisian untuk tidak boleh melakukan tindakan yang lain dan mengharapkan semua pihak agar menahan diri, karena kasus yang dianggap kredit topeng itu sedang dalam proses praperadilan.

Selain itu, Haning juga mengatakan bahwa kewenangan kepolisian itu melalui peradilan umum yaitu, membuat surat, penyitaan, penggeledahan itu merupakan hal yang wajar dan sah-sah saja, namun dirinya minta Pihak kepolisian juga harus menaati proses peradilan yang lain.

“Kan, Hakim sudah katakan pada saat persidangan awal di Pengadilan TUN, untuk semua pihak tetap menahan diri karena proses peradilan masih berjalan. Kenapa kok, pihak Polres Kupang seakan-akan memaksakan itu? Tugas Kepolisian dalam peradilan umum sah-sah saja untuk membuat surat, penyitaan, bahkan penggeledahan, itu hal yang wajar.

Namun kami harapkan Polres Kupang juga harus menaati dong.. proses peradilan yang lain,” pinta Sam Haning.

Hal senada juga dukatakan anggota Tim kuasa Hukum JCNS, Marten Dillak, SH., M.H. Ia menyayangkan apa yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres Kupang selaku penegak hukum yang tidak menjalankan hukum dengan benar.

“Melihat apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polres Kupang untuk melakukan penggeladahan terhadap kliennya, selaku kuasa hukum kami sangat menyayangkan. Kita sebagai penegak hukum baik itu Pengacara, Hakim, Jaksa dan Kepolisian harus menaati hukum. Kami katakan itu karena pihak kepolisian mengabaikan proses terhadap klien kami sedang berjalan,’ tandas Dillak.

Klien mereka, lanjut Dillak, selaku pemohon sementara mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mendapatkan keputusan.

“Apakah beliau melakukan penyalahgunaan kewenangan atau tidak? Lalu kita juga perlu menguji apakah dua surat yang disampaikan oleh teman-teman kepolisian itu sah atau tidak?” ujarnya.

Dillak menjelaskan, pada persidangan awal, pihaknya sudah meminta Kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menunda dua surat yang panggilan dari pihak kepolisian.

“Menanggapi permintaan kami, Majelis Hakim Tata Usaha Negara menyampaikan bahwa sidang tersebut hanya singkat dan pihaknya tidak perlu mengeluarkan surat.

Untuk itu Majelis Hakim meminta kepada semua pihak untuk tetap menahan diri, karena proses pesesnya sedang berjalan,” bebernya.
Kapolres Paham Hukum

Sementata itu, Kapolres Kupang, AKBP Aldinan RJH Manurung, SH, SIK, Msi melalui Kasubag Humas Polres Kupang, Aipda Randy Hidayat yang dikonfirmasi tim media ini melalui pesan Whats App mengatakan, Kapolres sangat memahami aturan formil dan materil.

“Dalam kasus ini beliau sudah menyerahkan sesuai jalur hukum dimana saat ini sedang berjalan sidang praperadilan ke-2 di PN Oelamasi. Kita hormati prosesnya,” tulisnya.

Randy meminta pihak kuasa hukum JCNS untuk tidak membuat statement yang macam-macam di media.

“Tidak usahlah berstetment macam-macam di media. Silahkan adu argumen hukum dan bukti di persidangan. Nanti hakim yang memutuskan,” kritik Randy.
Randy juga menampik adanya tudingan dari kuasa hukum JCNS, seolah-olah Kapolres Kupang bersembunyi dibalik tindakan bawahannya.

“Jangan dibalik dong…siapa yang sembunyi…,” tulisnya.

Menurut Randy, Kapolres Kupang AKBP Aldinan RJH Manurung SH SIK MSI, tidak pernah bersembunyi.

“Beliau selalu ada dan melaksanakan tugas-tugas karena selaku Kapolres banyak tugas yang harus di selesaikan,” tulis Randy.

Seperti diberitakan tim media ini sebelumnya, diduga pemeriksaan (penyelidikan, red) terhadap JNCS oleh Penyidik Kepolisian Resort Kupang terkait kasus ‘kredit topeng’ Rp. 8,9 M di Bank NTT Kancab Oelamasi-Kabupaten Kupang melanggar Perkapolri Nomor 6 tahun 2019 dan Perkapolri Nomor 8 tahun 2009 serta Putusan Mahkama Konstitusi RI Nomor 130-PUU-XIII Tahun 2015. Akibatnya, Kapolres Kupang, AKBP Aldinan RJH Manurung, SH, SIK, Msi kembali dipra-peradilankan oleh Kuasa Hukum JNCS, Samuel Haning, SH, MH di Pengadilan Negeri Oelamasi-Kabupaten Kupang.

Menurut pengacara kondang yang akrab disapa Paman Sam itu, Penyidikan/Pemeriksaan dan Penetapan Tersangka terhadap kliennya (JNCS, red) hingga pengajuan Pra-Peradilan di Pengadilan Negeri Kelas II Oelamasi-Kabupaten Kupang, JNCS tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) Nomor: SPDP/97/X/2019 Sat.Reskrim tanggal 23 Oktober 2019.

Paman Sam menegaskan, Penyidik Polres Kupang juga diduga melanggar atau tidak melaksanakan Peraturan Kapolri (Per-Kapolri) Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyelidikan Tindak Pidana dalam penyilidikan terhadap JNCS.

Dalam penyelidikan, lanjut Paman Sam, pihak Polres Kupang pun tidak melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 130-PUU-XIII Tahun 2015 tentang Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) yang wajib diberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Pelapor serta Terlapor paling lambat 7 (tujuh) hari.

Penyidik Polres Kupang juga diduga melanggar HAM sesuai Perkapolri Nomor 8 tahun 2009 pasal 1 butir 7 (tujuh), yang berbunyi,

“Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang oleh UU dan tidak mendapatkan, atau dikwatirkan tidak akan mendapatkan penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”

Sam Haning bahkan meminta Kapolres untuk jujur (rendah hati, red) katakan anak buahnya salah, karena melanggar prosedur.

“Jangan main-main, saya akan laporkan ini ke Kapolri. Saya akan laporkan ke Kapolri sebagai tindakan pembangkangan terhadap per-Kapolri dan penghiatan di dalam institusi Polri. Konsekuensinya mereka bisa dipecat,” ancamnya.

Menurut Sam Haning, dalam gugatan pra-peradilan pertama, status kasus masih NO (Niet Ontvankelijke Verklaard, yakni putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil. Artinya, gugatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan dalam putusan untuk dieksekusi, red) dan bukan berarti pihak Polres sudah menang.

“Belum menang, draw, masih kosong kosong (0:0),” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Kapolres Kupang, AKBP Aldinan RJH Manurung, SH, SIK, Msi melalui Kasubag Humas Polres Kupang, Aipda Randy Hidayat yang dikonfirmasi tim media ini, Minggu (12/7/20) terkait gugatan pra-peradilan kedua Kuasa Hukum JNCS, Samuel Haning SH,MH mengatakan, gugatan pra-perdilan Itu adalah hak setiap warga negara yang sedang berhadapan dengan masalah hukum atau memiliki masalah dengan hukum.

“Ia memiliki hak untuk mengajukan pra peradilan,” ujarnya.

Penyidik Reskrim Polres Kupang, lanjut Randy, menetapkan seseorang sebagai tersangka tentunya memenuhi unsur dan bukti permulaan yang cukup; minimal dua alat bukti dan keterangan saksi.

“Sebagai pihak tergugat kita serahkan proses pra peradilan kepada pihak pengadilan, apapun hasilnya kita hargai,” tulisnya melalui pesan WhatsApp/WA. (…./tim)

Komentar ANDA?