Kupang, Delegasi.com- Penetapan Dodi sebagai tersangka oleh polisi dinilai sebagai bentuk kriminalisasi yang dilakukan penyidik Polres Sumba Timur. Karena penetapan itu dinilai tidak mendasar, dan merupakan tindakan sewenang-wenang. Demikian dikatakan Kuasa hukum Dodi, Drs. Refafi Gah, SH, M.Pd kepada wartawan, Jumat (7/7/2017).
” Ini bentuk kriminalisasi. Sungguh aneh bila penegak hukum yang melanggar hukum. Seperti yang dialami klien saya Lodowik Dima Lulu (Dody Lulu). Pak Dody yang masuk tahanan Polres Sumba Timur karena diduga melakukan penjualan sertifikat tanah milik marince Libertina Rihi yang adalah istrinya kepada Marc Mardhoce Benzimo(WNA). Tuduhan itu tidak benar karena pak Dody tidak pernah menjual sertifikat tanah milik istrinya itu. itu adalah tuduhan yang tidak berdasarkan hukum” tulis Refafi Gah melalui Whata App (WA) kepada wartawan, Jumat (7/7/2017)
Menurut Refafi, yang benar adalah istri Dody, Libertini Rihi menjual sertifikat tanah miliknya kepada Pepy Sedana di depan Notaris Paul Djara Liwe, SH.
“Dan Sah secara Hukum. Sementara penyidik dengan kewenanganya memberikan status tersangkah kepada orang yang tidak bersalah. Ini menurut saya lebih ke arah politik ketimbang yuridisnya,” tanya Refafi
Seperti diketahui, Penyidik Polres Sumba Timur menetapkan Lodweyk Dima Lulu alias Dodi sebagai tersangka kasus penipuan penjualan tanah di Lapori, Desa Palakahembi, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur.
Dodi dituduh menjual tanah milik istrinya Marience Libertina Rihi kepada Marc Mardhoce Benzimon, warga negara asing.
Refafi menjelaskan penetapan Dodi tersangka oleh polisi sesuai surat panggilan S.Pg/98/II/2017/Reskrim tanggal 14 Februari 2017.
Selanjutnya penangkapan tersangka Dodi oleh polisi sesuai surat perintah penangkapan SP.kap/40N/V/2017Reskrim tanggal 23 Mei 2017.
Kemudian perintah penahanan Dodi sesuai surat perintah penahanan nomor SP.Han/30/V/2017/Reskrim tanggal 24 Mei 2017. Dengan demikian terhitung tanggal 24 Mei hingga 13 Juni 2017 Dodi ditahan.
Refafi menegaskan kliennya tidak terlibat penjualan tanah. Menurutnya, yang menjual tanah adalah Marience Libertina Rihi, istri Dodi.
Marience menjual tanahnya bersertifikat nomor 02225 kepada Pepy Sedana, SE. Transaksi dilakukan didepan notaris Pau Djara Liwe, SH.
Menurutnya dengan keluarnya akta jual beli atas nama Pepy Sedana maka transaksi tersebut sah secara hukum dan pembayaran transaksi dilakukan oleh notaris kepada Marience.
“Tidak ada transaksi jual beli antara Dodi dengan Marc seperti yang ditersangkakan kepada Dodi,” tandas Refafi.
Refafi menegaskan Dodi tidak memiliki hubungan hukum apapun dengan Marc dan juga mereka bukan pihak.
“Kita semua tahu bahwa mentersangkakan orang yang tidak bersalah itu adalah bentuk kriminalisasi yaitu suatu perbuatan yang tidak dilakulan lalu dipidanakan, kemudian dibuatlah simulasi yang seolah-olah dia melakukan kejahatan,” katanya.
“Telah terjadi tindakan melawan hukum dan sewenang-wenang karena penyidik menyarakan secara sepihak adanya penjualan sertifikat tanah milik Marience kepada Marc yang mana hal tersebut tidak pernah ada sama sekali,” tambahnya.
Lebih lanjut Refafi mengatakan kasus ini bermuatan politis. Menurutnya, berawal dari kasus pencurian sapi yang ditangkap di Lewa oleh anggota Satpol PP. Pengakuan sopir truk yang mengangkut sapi curian, bahwa dia disuruh seseorang memuat sapi untuk di antar ke Sumba Tengah.
Berita tentang pencurian sapi itu diposting Dodi melalui akun facebooknya. Dodi meminta aparat keamanan segera bertindak.
Seminggu pasca postingan status tersebur, Dodi ditahan polisi berkaitan dengan kasus dugaan penipuan penjualan sertifikat tanah milik Marience kepada Marc.
Refafi mengatakan dua hari dalam sel tahanan Polres Sumba Timur, seseorang berseragam polisi memfoto Dodi. Lelaki tersebut berdalih foto tersebut untuk kepentingan dokumen penyidikan.
“Setelah itu termuatlah foto Dodi sedang dalam sel tahanan di facebook. Foto tersebut disandingkan dengan foto sapi curian,” jelas Refafi.
Mantan anggota DPRD NTT mengatakan pihaknya akan memperkarakan penyebar foto Dodi saat di sel tahanan. Menurutnya, perbuatan tersebut melanggar kode etik dan Undang-undang tentang ITE pasal 27 ayat 3 dan pasal 36.
Refafi menegaskan pemberian status tersangka harus dilakukan secara cermat dan hati-hati serta didasarkan pada alat bukti yang cukup.
“Penetapan Dodi sebagai tersangka merupakan tindakan sewenang-wenang dan itu bentuk pelanggaran hak konstitusional warga negara karena lebih bernuansa politis dari pasa yuridis,” tandasnya.//delegasi (*/hermen)