BAJAWA, DELEGASI.COM– Di tengah hujan lebat yang mendera Ngada, Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo menyempatkan diri mengunjungi Kampus Bambu Turetogo pada Rabu sore (1/6) dan menyapa para Mama Bambu, perempuan pelopor yang telah menjadi ujung tombak dalam program pembibitan dan penghijauan di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Program pembibitan dan penghijauan dengan menggunakan bambu tersebut merupakan kolaborasi antara Pemprov NTT dengan Yayasan Bambu Lestari (YBL). Program melibatkan 388 Mama Bambu di 21 desa pada 7 kabupaten di Flores. Pada 2021, para Mama Bambu berhasil menyemai dan merawat lebih dari 2,5 juta bibit. Jumlah bibit itu cukup untuk merehabilitasi 72.000 hektar lahan kritis.
Program ini merupakan bagian dari upaya jangka panjang membangun desa-desa wanatani bambu di NTT. Desa wanatani bambu akan memanfaatkan bambu sebagai tanaman konservasi (memulihkan lahan kritis, menjaga sumber air, mencegah longsor, menyerap karbon) sekaligus sebagai tanaman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui industri bambu rakyat.
Rombongan presiden tiba di Kampus Bambu Turetogo di Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, pada pukul 15.20 Wita dan langsung disambut oleh pimpinan YBL, termasuk Ketua YBL, Arief Rabik, Direktur Eksekutif Monica Tanuhandaru, Senior Adviser Noer Fauzi Rachman, Senior Adviser Sarah Lery Mboeik, serta pakar taksonomi bambu Prof. Dr. Elizabeth Widjaja.
Hadir pula Singgih Kartono, kreator sepeda bambu Spedagi, Bupati Ngada, Andreas Paru, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL), serta Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Bunda Julie S Laiskodat. VBL dan Bunda Julie merupakan pendukung utama program pembibitan dan penghijauan melalui bambu ini.
Presiden Jokowi kemudian mendengarkan penjelasan Arief Rabik tentang bambu laminasi, produk olahan bambu yang memiliki bentuk dan kekuatan serupa kayu. Dengan potensi bambu yang dimiliki NTT, provinsi ini berpeluang menjadi sentra produsen bambu laminasi. Permintaan pasar global untuk bambu laminasi akan terus meningkat karena bambu laminasi merupakan alternatif yang lebih lestari, ramah lingkungan dan lebih rendah karbon dibandingkan kayu.
Presiden Jokowi kemudian menghabiskan waktu cukup lama berbincang-bincang dengan sembilan Mama Bambu yang menjadi perwakilan para Mama Bambu di seluruh Flores. Dari sembilan Mama Bambu ini, lima berasal dari Ngada dan empat dari Nagekeo.
“Bapak Presiden bertanya tentang jumlah bibit yang kita hasilkan, harga bibit, cara mengambil bibit, serta berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memelihara bibit sampai bibit itu memiliki 25 helai daun,” papar Wilhelmina Bhoki (51), Mama Bambu dari Desa Genamere, Bajawa Utara dalam rilis yang diterima media ini, Rabu (1/6) malam.
Wilhemina Bhoki tidak bisa menyembunyikan rasa gembiranya bisa bertemu dan bercakap-cakap dengan Jokowi.
“Mama bahagia sekali, seumur-umur Mama, dari lahir dulu, baru sekali ini bisa ketemu Pak Presiden,”ujarnya.
Saking bahagianya, Wilhelmina dan Mama Bambu lainnya meminta kesempatan untuk foto bersama dengan Presiden Jokowi dan Ibu Negara.
“Kami yang minta harus foto bersama, dan saya di sebelah Ibu Presiden, bangga sekali,” katanya sambil tersenyum.
Dalam perbincangannya dengan Senior Adviser YBL Noer Fauzi Rachman, Presiden Jokowi sempat bertanya tentang dukungan apa yang bisa diberikannya untuk mendorong terciptanya NTT sebagai sentra industri bambu rakyat. Noer Fauzi Rachman menguraikan tentang kebutuhan memiliki Strategi Nasional Pengembangan Bambu untuk mempercepat terciptanya industri bambu berbasis rakyat di seluruh Indonesia
“Bapak Presiden menyatakan siap membantu dan mendukung upaya tersebut,” kata Noer Fauzi Rachman.
Presiden Jokowi dan rombongan meninggalkan Kampus Bambu Turetogo pada pukul 16.00 WITA.
Kampus Bambu Turetogo diresmikan pada Mei 2021 dan dicita-citakan sebagai pusat edukasi, riset, inovasi, dan pertukaran kebudayaan tentang bambu. Selama ini Kampus Bambu Turetogo telah melaksanakan sejumlah kegiatan pendidikan dan lokakarya mengenai pembibitan, penanaman serta pengelolaan hutan bambu secara lestari. Kampus tersebut dilengkapi sejumlah fasilitas, antara lain gedung belajar, penginapan, instalasi pengawetan bambu, kebun bambu dan tanaman lokal, serta contoh bangunan Rumah Bambu Lestari—hunian yang terbuat dari bambu laminasi dengan sistem knock-down. Rumah Bambu Lestari bisa menjadi alternatif untuk perumahan sosial, hunian sementara paska bencana, bangunan fasilitas umum, maupun resor wisata.
YBL berdiri pada 1993 dan secara konsisten mengkampanyekan bambu sebagai solusi ekologi dan solusi ekonomi dalam pembangunan desa. Saat ini YBL bekerja bersama-sama warga desa di NTT, Bali, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dalam membangun desa wanatani bambu. (*)