LARANTUKA, DELEGASI.COM – Aksi yang menghalangi kerja jurnalistik kembali terjadi di NTT. Kali ini terjadi di pengadilan negeri Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Aksi tak terpuji itu dilakukan tiga majelis hakim PN Larantuka saat sidang yang digelar di ruang sidang 1, Rabu (25/11/2020).
Aksi itu dialami dua wartawan saat hendak meliput jalannya sidang kasus penganiayaan oleh anak terhadap orangtuanya dengan terdakwa, Stefanus Sanga Tenawahang (50). Sidang dengan agenda pemeriksaan yang dilakukan virtual itu mendadak berubah menjadi sidang tertutup saat dua jurnal dalam ruang sidang.
Padahal, sebelumnya ketua majelis hakim sudah menyatakan sidang dilakukan terbuka bahkan mengijinkan dua wartawan itu mengambil gambar.
Informasi sidang terbuka juga disampaikan salah satu pegawai pengadilan kepada wartawan, sebelum memasuki ruang sidang.
“Dua teman ini dari mana ya? Tanya hakim. Kami wartawan pak, jawab dua wartawan itu. Ok, silahkan ambil gambarnya, biar kita mulai sidangnya,” ujar ketua majelis hakim.
Setelah mengambil gambar atas ijin majelis hakim, ketua majelis hakim, Indra Saptiana nampak berdiskusi dengan dua hakim anggota, Bagus Sutjapniko dan Tigor H. Napitupulu. Selang beberapa menit, ketua majelis hakim malah meminta izin jurnalis yang meninggalkan ruangan dengan alasan sidang tertutup. Ia juga melarang wartawan untuk mempublikasikan foto yang sudah diabadikan. Merasa kesal, dua wartawan itu memilih meningggalkan ruangan sidang.
Aksi tak terpuji hakim PN Larantuka itu dikecam Ikatan Wartawan Online (IWO) NTT. Sekertaris IWO NTT, Amar Ola Keda berkata, hakim harus melihat bahwa jurnalis bekerja berdasarkan kode etik.
Menurutnya, jurnalis yang tidak akan melakukan kegiatan jurnalistiknya berlawanan dengan kode etik jurnalistik.
Dia mencontohkan keberlangsungan kasus asusila dan anak-anak di bawah umur.
Jika pengadilan menggelar persidangan mengenai kasus kedua poin tersebut, kata dia, jurnalis pun dengan sendirinya tidak mungkin meliput. Sebab, hal tersebut akan bersinggungan dengan kode etik itu sendiri.
Namun demikian, lanjut dia, hakim akan melanggar hak publik menerima informasi karena membatalkan jurnalis merekam mengambil gambar pada saat berlangsungnya persidangan.
“Tapi kalau kemudian dia melarang wartawan untuk meliput, apalagi sidang terbuka, ya melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi si hakimnya,” kata jurnalis Liputan6.com itu.
“Makanya ketika liputan itu diatur, oke. Saya jurnalis, misalnya, mau merekam, izin oke. Tapi jangan melarang, kecuali sidang asusila anak bawah umur,” tegas dia.
Untuk diketahui, sesuai arahan, salah satu staf pengadilan, sebelum meliput di pengadilan negeri Larantuka, wartawan wajib meminta ijin di pengadilan staf.
Sesuai arahan tersebut, sebelum melakukan peliputan, wartawan pun menyampaikan niatnya akan meliput jalannya sidang. Staf pengadilan tersebut telah mengijinkan dan menyampaikan akan menyampaikan ke majelis hakim.
// delegasi (* / tim)