Mantan Kadis Perumahan NTT Pra-peradilkan Jaksa Agung

  • Bagikan

Kupang, Delegasi.Com – Mantan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman NTT, YA mempra-peradilkan Jaksa Agung Republik Indonesia cq. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT dalam kasus proyek NTT Fair.

Foto, proyek NTTFair//Foto: Ist

 

Dalam proyek tersebut, YA sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair senilai Rp 29,9 Milyar.

Permohoanan Pra-peradilan terhadap Jaksa Agung RI tertanggal 19 Agustus 2019 lalu itu telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Kupang pada Selasa (20/8/2019). Sidang perdana Pra-peradilan tersebut dilaksanakan pada Senin (26/8/19).

Kuasa Hukum YA, Rusdinur, SH, MH yang dikonfirmasi media seperti dirilis citra News.com melalui pesan telepon selularnya pada Sabtu (24/8/19) lalu, membenarkan adanya gugatan Pra-peradilan tersebut.

Menurut Rusdinur, pihaknya mengajukan gugatan Pra-Peradilan tersebut karena kliennya telah diperlakukan secara tidak adil oleh pihak Kejati NTT sejak penyidikan, penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan.

“Masalah sebenarnya dari proyek NTT Fair adalah wanprestasi karena PT Cipta Eka Puri tak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal dalam kontrak kerja. Wanprestasi itu masalah perdata bukan pidana. Itu sudah diatur dalam kontrak kerja,” tandas Rusdinur.

Advokad pada Kantor Hukum Rusdinur & Patner itu menilai, penyidikan yang dilakukan Kejati NTT terhadap kliennya premature. “Penyidik tidak memiliki alat bukti yang cukup (minimal 2 alat bukti) sebagaimana disyaratkan KUHP untuk menyidik, menetapkan status tersangka, menangkap dan menahan klien kami. Ini melanggar HAM klien kami,” tegasnya.

Rusdinur menjelaskan, jaksa telah melakukan penyidikan pada April 2019. Padahal, BPK RI masih memberikan tenggang waktu 60 hari untuk menindaklanjuti temuan dalam LHP-nya. “Seharusnya LHP BPK RI dan hasil tindak lanjutnya yang menjadi acuan/dasar hukum untuk dimulainya proses penyidikan,” tegasnya.

Ia memaparkan, BPK RI dalam LHP-nya hanya menemukan adanya wanprestasi, kelebihan pembayaran sekitar Rp 1,5 Milyar dan denda keterlambatan sekitar Rp 1,2 Milyar. “Dan itu sudah ditutup dari pencairan jaminan pelaksanaan sekitar Rp 2,69 M dari Jamkrida NTT. Lalu dimana kerugian negaranya yang menjadi alat bukti untuk memulai penyidikan?” tanya Rusdinur.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejati NTT menyidik proyek Pembangunan Fasilitas Pemeran Kawasan NTT Fair senilai Rp 29,9 Milyar. Kejati NTT telah menetapkan, menangkap dan menahan 6 orang tersangka sekaligus dalam hari yang sama.

Menurut Kasipidsus Kejati NTT, Sugiyanta kepada wartawan saat itu, kerugian negara sekitar Rp 6 M dalam proyek tersebut (sesuai perhitungan Politeknik Negeri Kupang, red). Namun menurutnya, pihaknya telah menyelamatkan uang negara sekitar Rp 2,2 Milyar dari kasus tersebut.

Sementara itu BPK RI dalam LHP-nya yertanggal 25 Mei 2019, tidak menemukan adanya kerugian negara. BPK hanya menemukan adanya wanprestasi karena PT Cipta Eka Puri tak mampu menyelesaikan pembangunan NTT Fair sesuai Jadwal dalam kontrak. Karena itu BPK RI mengenakan denda keterlambatan sekitar Rp 1,2 Milyar kepada PT Cipta Eka Puri.

Selain itu, BPK juga menemukan adanya kelebihan pembayaran sekitar Rp 1,5 Milyar dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada PT Cipta Eka Puri.

Namun kelebihan pembayaran tersebut telah ditutup ketika PT Jamkrida NTT telah mencairkan jaminan pelaksanaan sekitar proyek NTT Fair sekitar Rp 2,69 Milyar ke kas daerah melalui Dinas PUPR NTT pada awal Juli 2019. Bahkan masih tersisa sekitar Rp 1 Milyar untuk menutup denda keterlambatan. Sehingga sisa denda keterlambatan hanya sekitar Rp 200 juta. //delegasi(*/hermen)

Komentar ANDA?

  • Bagikan