Sosbud  

Masyarakat NTT Belum Bebas dari Masalah Kemiskinan

Avatar photo
????????????????????????????????????

Kupang, Delegasi.Com – Hingga saat ini, masyarakat NTT belum benar- benar keluar dari berbagai masalah klasik yang mendera kehidupan sosial ekonomi mereka.
Ketua Fraksi PKB DPRD NTT, Yucun Lepa sampaikan ini dalam pemandangan umum fraksinya dalam sidang paripurna dewan, Rabu (5/12/2018) pekan lalu. Sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPRD NTT, Yunus Takandewa itu dengan agenda mendengar pandangan umum fraksi- fraksi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTT 2018- 2023, dan Perubahan atas Perda NTT nomor 6/2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah NTT.
Yucun menguraikan, di bidang kesehatan, hingga kini bahkan ke depan, daerah ini akan tetap menghadapi masalah gizi, air bersih, kelayakan lingkungan pemukiman, masalah hunian atau tempat tinggal. “Kita juga menghadapi kesulitan dana untuk menggalakkan program- program promotif maupun pembentukan perilaku hidup sehat,” katanya.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Sikka, Ende, Ngada dan Nagekeo ini menyebutkan, di bidang ekonomi, persoalan kemiskinan masih terus bertahan menjadi masalah utama yang menyangkut kehidupan sosial. Miskin karena sumebr daya ekonomi yang terbatas, sumber daya manusia (SDM) yang tertinggal. Selain itu, miskin karena akses yang terbatas pada sentra pertumbuhan yang potensial, dan karena perilaku hidup boros dalam kungkungan tradisi.
Di bidang pendidikan, lanjut Yucun, persoalan kualitas output pendidikan masih belum memberi harapan. Ini baru dikaitkan dengan persentase kelulusan, belum diukur keunggulannya dalam kompetisi memperebutkan dunia kerja yang berbasis teknologi. Kesempatan sekolah terbuka, namun sarana dan prasarana, media belajar yang berbasis teknologi, perpustakaan dan laboratorium jauh dari memadai.
“Yang kita banggakan hanya angka partisipasi, tetapi kontribusi nyata dalam menciptakan manusia berkualitas, jauh dari harapan,” tandas Yucun.
Ketua Komisi II DPRD NTT ini berargumen, data ketenagakerjaan memberi gambaran bahwa kurang terserapnya output pendidikan menengah kejuruan dibandingkan dengan output SMA, menjadi jelas bahwa link and match yang ingin dibangun pada kevel pendidikan sekolah menengah tidak jalan. Di sisi lain, output pendidikan lebih memilih pekerjaan di sektor formal daripada sektor swasta. Dengan kebijakan moratorium penerimaan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilakukan pemerintah selama beberapa tahun ini, angka pengangguran calon tenaga kerja terdidik akan terus melonjak.
“Dengan pemetaan persoalan yang jelas sebagaimana tergambar dalam RPJMD, kita berharap penanganan masalahnya lebih terarah, tepat sasaran, dan menyentuh banyak lapisan,” ujar Yucun.

//delegasi(ger)

Komentar ANDA?