OPINI  

Media Internal sebagai Saluran Komunikasi

Avatar photo
medsos
Foto: Ilustrasi

“Beberapa dekade sebelum kelahiran media sosial, filsuf John Searle (1969) telah mengingatkan bahwa bahasa yang digunakan oleh media massa (cetak, elektronik dan on line) merupakan sebuah tindakan. Ketika seseorang memproduksi tuturan tertentu, pada dasarnya ia melakukan tindakan lain. Karena itulah, setiap tindakan berbahasa melahirkan rangkaian akibat yang lebih dari sekadar tindakan berbahasa. Pada konteks media sosial, akibat itu bisa bersifat masif dan simultan”.

Oleh : Valeri Guru  (Pranata Humas Dinas Perpustakaan Provinsi NTT)

Delegasi.com – DEWASA ini ada berbagai media atau saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi kepada publik. Ada media massa cetak, elektronik dan media on line. Bahkan yang tidak kalah menarik dan semakin digandrungi banyak kalangan saat ini adalah model citizen journalism atau media jurnalisme warga. Pun kita juga mengenal dengan istilah media eksternal dan media internal. Artikel yang sederhana ini akan mengurai secara khusus manfaat media internal dari sebuah perusahaan atau instansi sebagai saluran komunikasi yang efektif untuk menyebarkan berbagai informasi agar diketahui oleh publik. Sehingga berbagai kegiatan yang dilaksanakan dapat diikuti dan direspons juga oleh publik/masyarakat.

Media internal merupakan etalase dari wajah sebuah institusi atau perusahaan. Lebih dari sekadar saluran komunikasi, media internal juga menjadi tools (alat) public relations (PR) yang efektif untuk menyasar publik internal dan eksternal dari institusi tersebut (baik institusi pemerintah maupun institusi swasta). Karena itu, media internal harus dikelola secara profesional, kreatif dan inovatif baik dari sisi konten, konteks maupun artisistiknya.

Sebagai salah satu tools PR yang efektif banyak perusahaan atau lembaga menjadikan media internal sebagai saluran komunikasi yang wajib dimiliki perusahaan. Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), perusahaan atau instansi tak hanya mengandalkan media internal dalam format majalah cetak, kini mereka juga memiliki majalah elektronik (e-magazine), website dan beragam akun media sosial (medsos) lainnya.

Kendati tak bisa disamakan dengan media mainstream yang dikelola oleh perusahaan media, namun bukan berarti media internal tampil seadanya. Media internal juga harus dikelola secara profesional dan kreatif, sehingga dapat mewakili wajah perusahaan di depan publik internal maupun eksternalnya

Mengenai media internal khusus website dan medsos lainnya, perusahaan atau instansi harus punya strategi digital yang jelas disesuaikan dengan kategori stakeholdersnya. Khusus untuk kalangan Dinas Perpustakaan Provinsi NTT, ada web site yang dikelola secara rutin dan memuat berbagai informasi; baik itu berita maupun artikel yang sangat bermanfaat bagi para pemustaka. Bahkan kalangan jurnalis yang ada di daerah ini pun secara jujur mengungkapkan ketertarikan mereka setelah mereka membaca web site Dinas Perpustakaan Provinsi NTT.

Beberapa dekade sebelum kelahiran media sosial, filsuf John Searle (1969) telah mengingatkan bahwa bahasa yang digunakan oleh media massa (cetak, elektronik dan on line) merupakan sebuah tindakan. Ketika seseorang memproduksi tuturan tertentu, pada dasarnya ia melakukan tindakan lain. Karena itulah, setiap tindakan berbahasa melahirkan rangkaian akibat yang lebih dari sekadar tindakan berbahasa. Pada konteks media sosial, akibat itu bisa bersifat masif dan simultan.

Jika kita berhadapan dengan kondisi ini maka diperlukan nilai-nilai kesantunan dalam berbahasa di media sosial. Linguis berkebangsaan Inggris, Geofrey Leech (1983), merinci ada enam (6) unsur kesantunan : kebijaksanaan; kedermawanan; kerendahatian; penghargaan; kesetujuan; dan simpati. Dari enam prinsip ini diturunkan tiga (3) panduan sederhana untuk menghindari konflik di media sosial. Pertama, utamakanlah memberi keuntungan kepada orang lain, baru keuntungan diri sendiri. Kedua, berilah apresiasi gagasan dan tindakan orang lain, hindari mengapresiasi diri sendiri. Ketiga, berusahalah merasakan hal yang dirasakan orang lain, hindari menjustifikasi.

Kembali ke pengelolaan web site. Jika ditilik dari sisi media digital, website merupakan induk sedangkan kanal medsos merupakan cabangnya. Banyak instansi atau perusahaan yang hingga kini belum memikirkan strategi secara holistik dalam mengelola website dan medsos; termasuk di lingkungan Dinas Perpustakaan Provinsi NTT. Pada akhirnya kreativitas dalam mengelola media internal akan mendorong media tersebut tak hanya menjadi sarana komunikasi tapi juga memperkuat citra perusahaan atau instansi kita. Semoga…!

Komentar ANDA?