Kupang, Delegasi.com – Cendana atau Santalum album merupakan tanaman yang pernah menjadi primadona di pulau Timor, Sumba dan Alor. Pohon cendana pada abad ke-15 menjadi daya tarik bagi bangsa Eropa untuk memburunya di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya pulau Sumba. Konon karena pohon cendana inilah pulau sumba kemudian mendapatkan julukan sebagai Sandalwood Island. Pohon cendana pula yang kemudian ditetapkan sebagai flora identitas provinsi NTT. Sayangnya pohon cendana saat ini mulai langka, IUCN Redlist pun memasukkannya sebagai spesies vulnerable.
Sejak Frans Lebu Raya dilantik jadi Gubernur NTT 2012 silam, dia menyampaikan “enam (6) Tekad pembangunan” yang menjadi program pembangunan provinsi NTT saat ini yaitu; menjadikan NTT sebagai Provinsi Jagung, Provinsi Koperasi, Provinsi ternak, Propinsi Cendana, Destinasi Pariwisata dunia dan Ekonomi perikanan kelautan.
Selain provinsi cendana, lima tekat pembangunan itu memang banyak member catatan positif tentang keberhasilanya, namun tidak sedikit pula dinilai gagal. Sedikit catatan yang positif misalnya, dibidang peternakan, pemda NTT pernah menjalin kerjasama dengan Pemda DKI Jakarta yang kelanjutannya akan dibahas pada rencana kunjungan Presiden Joko Widodo tanggal 20 Desember 2014 dalam rangka peresmian sebuah bendungan/waduk di Kupang dan peletakan batu pertama Rumah Sakit Siloam. Sayang, jalinan kerjasama itu tidak berlanjut. Dalam rencana kunjungan itu pula, selain didampingi Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahaya Purnomo, Presiden RI Haji Joko Widodo akan didampingi Gubernur Jawa Tengah yang akan menjalin kerjasama dengan pemda NTT dalam bidang perikanan dan kelautan.
Sementara itu, dalam rangka promosi pariwisata, ada beberapa agenda yang pernah di antaranya;
Lounching Foto bawah laut dengan dengan tema : ALOR UNDERWATER ( Awal Januari 2015) Dimana panorama bawah laut di Pulau Alor saat ini berhasil menggeser posisi Karibia sebagai panorama terindah di dunia. Berikut,Seminar dan diskusi terbuka tentang Pro-Kontra penangkapan ikan Paus di Flores Timur, serta yang luar biasa adalah Komodo menjadi salah satu destinasi wisata tingkat dunia. Demikian pula soal tekat provinsi jangung, provinsi koperasi dan provinsi kelautan dan perikanan, banyak langkah positif yang dilakukan pemerintah.
Lalu bagaimana dengan cendana..? Tentang tekat menjadikan NTT sebagai provinsi cendana hingga kini belum ada gaungnya sama sekali. Banyak pihak menilai, obsesi Gubernur Frans Lebu Raya untuk mengembalikan keharuman wangi cendana ke NTT hanyalah sebuah ilusi serta selalu mendapat reaksi negatif dari banyak pihak.
Namun reaksi negatif dan sikap pesimis itu dibantah oleh Kepala Dinas Kehutanan NTT, Andre Jehalu.
Menurut Jehalu, berbicara soal tekat NTT menjadikan provinsi cendana, sebenarnya sebuah program pemerintah yang sifatnya investasi. Sebab kegiatan hari ini, hasilnya akan di rasakan 20 sampai 30 tahun mendatang. Dan pasti hasilnya hanya akan dirasakan oleh anak dan cucu kita nanti. Karena menurut Jehalu, enam tekat program pembangunan di NTT saat ini sebenarnya berkaitan dengan basis ekonomi masyarakat.
Mengapa disebut basis ekonomi, Jehalu menjelaskan semua pihak mesti memahami untuk menempatkan posisi cendana dalam korelasi dengan basis ekonomi rumah tangga untuk jangka panjang.
“Nah disini kita mesti pilah mana basis ekonomi besifat jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Berbicara soal jagung dan pariwisata artinya berbicara soal pendapatan jangka pendek. Berbicara soal peternakan dan perikanan berkaitan dengan pendapatan jangka menengah. Sementara berbicara soal cendana berkaitan dengan pendapatan jangka panjang. Jadi hasil dari cendana baru bisa dirasakan 20 sampai 30 tahun kemudian. Karena pada saat itu baru menikmati hasil panennya,” jelas Jehalu.
Jehalu juga membantah jika program pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan cendan di NTT dinilai salah sasaran dan salah kelola. Sebab menurut dia pihaknya tak pernah berhenti untuk mengampanyekan cendanaisasi baik melalui para tokoh agama, tokoh adat maupun di lembaga pendidikan lainya. “Pemerintah menyiapkan anakan cendana untuk dibagikan secara gratis kepada masyarakat, baik kelompok maupun perorangan. Kegiatan ini semata mata untuk mengembangkan tanaman cendana di NTT yang pernah menjadi jaya di pulau Timor ini,” tandas Jelahu.
Kini, Dinas Kehutana NTT focus pada tiga agenda besar yang harus dilakukan untuk mengembalikan keharuman wangi cendana ke NTT yaitu; Pertama, program Hutan Tanaman Cendana(HTC) yaitu kegiatan menanam cendana di lokasi kawasan hutan milik pemerintah; Kedua, program Gerakan cendana Keluarga (GCK) yang anggotanya masing masing keluarga menam anakan cendana di kebunya atau di pekarangan masing masing yang digerakan oleh tokoh agama atau SLM. Sasaranya menaman anakan cendana di tanah milik masyarakat dan cendana itu menjadi hak milik masyarakat itu. Ketiga, yaitu program Gerakan Cendana Pelajar (GCP). Program ini juga sama, gerakan menaman anakan cendana oleh pelajar di tiap tipa sekolah. Dan bias juga masing masing anak didik menanam anakan cendana di kebun orang tua mereka masing masing.
Kendati hingga saat ini belum memastikan jumlah dan luas tanaman cendana, namun Jelahu meyakini, bahwa suatu kelak NTT menjadi provinsi cendan. “salah satu ukuranya adalah ada kegairahan masyarakat menanam cendana. Ini fakta yang kami terima. Hampir tiap hari banyak warga yang meminta anakan cendana. Mereka tidak lagi trauma dengan tata kelola cendana dimasa lalu.
Kegairahan masyarakat menanam cendana itu juga dipicu ketika pemerintah NTT mengeluarkan PERDA No 5 tahun 2012 tentang pengelolaan cendana dan PERGUB No 39 tahun 2014 tentang pelaksanaan PERDA No 5 tahun 2012.
“Dua Perda inlah yang mengubah gairah masyarakat NTT untuk kembali menanam cendana. Mereka telah sadar kalau tanaman cendana adalah investasi jangka panjang,” tegas Jelahu
Selain dua perda yang mempertegas pengelolaan cendana di NTT, pemerintah pusat juga ikut berkontribusi soal pengembangan cendana di NTT. Hal ini terbukti dengan ditandatanginya Master Plan tentang pengembangan dan pelestarian Cendana di NTT 2010-2030 yang ditandatangani oleh Litbang Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI tahun 2010.
Oleh nkarena itu untuk menggerakan kembali gairah mengembalikan tanaman cenan di NTT, kini pihak Dinas Kehutana NTT sementara melakukan kegiatan Diklat teknis tentang program GCK dan GCP di Kupang. Kegiatan ini dihadiri oleh para tenaga teknis tentang budidaya cendan dari beberapa daerah di NTT.//delegasi(hermen/germanus)