Kupang, Delegasi.Com- Pemetaan tentang jenis sampah yang dihasilkan masyarakat, menempatkan NTT sebagai nomor empat nasional penghasil sampah dari sisa bahan makanan.
Hal itu terungkap dari Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD NTT, Yucun Lepa dalam sidang paripurna dewan dengan agenda mendengar pemandangan umum fraksi-fraksi atas Rancangan APBD NTT 2019 di Kupang, Rabu (24/10/2018).
Yucun mengatakan, pemetaan tentang kemiskinan di negeri ini, juga tetap menempatkan NTT sebagai provinsi dengan nomor tiga termiskin. Tentunya semua pihak mungkin memiliki pandangan yang berbeda dalam membaca hasil pemetaan ini.
“Namun isu- isu rentan tentang kurang gizi, rawan pangan, mesti juga dibedah dari kebiasaan hidup yang tidak produktif,” kata Yucun.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Sikka, Ende, Nagekeo dan Ngada ini menjelaskan, setiap tahun pada 16 Oktober, diperingati Hari Pangan Sedunia (HPS). Pada peringatan HPS ke- 36, KWI mengajak untuk merenungkan tema Keluarga Sebagai Komunitas Berbagi Pangan. Sedangkan terhadap kecendurangan banyak orang suka membuang sampah, Paus Fransiskus melalui Ensiklik Laudato mengingatkan akan ancaman budaya membuang (Throw-Away Culture ) yang mewarnai perilaku hidup hidup manusia.
“Masalah tatalaku hidup atau lebih spesifik tatalaku konsumsi yang tidak seimbang seperti itu perlu diformulasikan sebagai tema yang menyadarkan,” tandas Yucun.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB ini menyatakan, Fraksi PKB memandang perlu untuk menyentil masalah persampahan di Alak, Kupang. Luasnya wilyah NTT memungkinkan sampah mendapat tempat yang layak, jauh dari keramaian dan tidak memunculkan persoalan baru terkait lingkungan.
“Diperlukan sikap antisipatif terutama dalam program pengolahan sampah yang memberi manfaat bagi masyarakat untuk keperluan apa saja,” ujar Yucun.
Pada kesempatan itu ia menyentil soal aksentuasi program yang dijalankan dua pemerintahan provinsi. Pemerintahan sebelumnya memberi aksentuasi pada pengembangan komoditas jagung, tidak hanya sebagai sumber bahan makanan tetapi sebagai penunjang industri yang mendukung subsektor peternakan. Sedangkan pemerintahan sekarang selain hadir dengan program-program mendukung perekonomian nasional, juga bertekad kuat mengembangkan kelor sebagai komoditi lokal yang tidak hanya sebagai sumber bahan makanan bergizi tetapi juga mendukung eksport.
“Ketika kedua gagasan unggulan ini masuk dalam aras kebijakan, maka kita mudah masuk dalam formulasi kebijakan yang tidak saling mendukung tetapi saling meniadakan,” papar Yucun.
Ia menambahkan, pihaknya mengapresiasi terhadap keseriusan gubernur untuk memacu pembangunan infrastruktur daerah dengan anggaran multiyears. Jika perspektif ini disatukan dalam sudut pandang yang sama bahwa infrastruktur adalah elemen pemicu pertumbuhan, maka gagasan besar dan berani ini harus segera diterima. Hanya saja hal sebaik apapun selalu berujung pada kekuatiran manakala gubernur belum memberi keyakinan pada ketersediaan anggaran.
“Akan ada pertanyaan, apakah daerah masih memiliki kecukupan anggaran untuk membiayai program prioritas lain di saat alokasi anggaran kita telah terseret masuk dalam pembiayaan pembangunan infrastuktur yang kita tetapkan secara multi-years,” kata Yucun.
//delegasi(mario)
Editor: Hermen Jawa